Olimpiade Tokyo 2020 baru saja berakhir dan seperti sudah diduga, Amerika Serikat, Tiongkok, tuan rumah Jepang, Inggris Raya dan Rusia (ROC) mendominasi 5 besar pengumpulan medali (berdasarkan total medali emas). Â Indonesia sendiri berada di urutan ke-55 dengan 1 emas, 1 perak dan 3 perunggu. Â Di lingkungan ASEAN, Indonesia berada di urutan ke 2, di bawah Filipina, yang menempati urutan 50 dengan 1 emas, 2 perak dan 1 perunggu.
Dibalik daftar pengumpulan medali resmi Olimpiade Tokyo 2020 dari semua negara peserta, ada beberapa hal menarik yang bisa dibedah dan dijadikan pelajaran, apa saja itu?
ROA (Return on Athelete)
Bagi yang berkecimpung di bidang keuangan atau akuntansi, istilah ROA (Return on Assets) pasti sudah banyak didengar dan dipakai. Penjabaran kasarnya, ROA adalah indikasi berapa besar produktifitas dari "Assets" (kepemilikan) yang dipunyai perusahaan - semakin besar angka ROA, semakin bagus produktifitas yang didapat. Kalau kita pakai secara kasar konsep yang sama dan "Assets" kita ganti dengan "Atlit" maka kita bisa lihat seberapa produktif atlit-atlit yang bertanding di Olimpade Tokyo 2020 ini dengan menggunakan rumus "Total Medali dibagi Total Atlit".
Dilihat dari konsep diatas, maka ROA dari Amerika adalah 18%, Tiongkok 21% dan tuan rumah Jepang 9%. Â Dari tiga negara tersebut, bisa dibilang Tiongkok lebih produktif dari Amerika dan Jepang; Â pengumpulan total medali dari semua atlit yang dikirim negara tirai bambu tersebut tertinggi dibanding Amerika dan Jepang.
Bagaimana dengan ROA-nya Indonesia?
Dengan jumlah atlit 28 dan total perolehan medali 5, ROA Indonesia adalah 18%; SAMA dengan ROA Amerika dan 2x lipat dari tuan rumah Jepang. Â Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara adidaya olah raga yang lain, prestasi ROA Indonesia masih jauh diatas:
- Jerman (9%)
- Perancis (8%)
- Korea Selatan (8%)
- Australia (9%)
- Italy (10%)
- Belanda (13%)
- Kanada (6%)
- Hongaria (12%)
Dalam hal produktifitas, ternyata Indonesia lumayan produktif. Â Tidak perlu mengirim atlit (dan biaya) banyak-banyak, tapi produktifitasnya maksimal, jauh diatas negara-negara lain.
Satu hal yang bisa dipetik dari perhitungan ROA diatas: seberapa produktif pengiriman atlit untuk olahraga beregu, misalnya sepak bola, basket, voli dll, yang membutuhkan atlit banyak tapi hanya menghasilkan 1 medali? Â
Fiji misalya, negara di kepulauan Pasifik ini berhasil menyabet 2 medali, 1 emas dan 1 perunggu, dua-duanya dari cabang Rugy 7, putra dan putri. Â Dari total 32 atlit yang dikirim, 26 terfokus di cabang Rugby 7 dan walaupun bisa menghasilkan medali (2 medali) ROA Fiji hanya 6%. Â Bandingkan dengan Indonesia, yang sama sekali tidak mengirim atlit di olah raga beregu.
Lalu, siapa sebenarnya negara yang paling produktif (ROA tertinggi)?
San Marino.... Hanya dengan mengirimkan 5 atlit, negara mungil yang dikelilingi Italia ini berhasil mengumpulkan 3 medali (1 perak, 2 perunggu) dan total ROA-nya adalah 60%. Â Bermuda juga mempumyai ROA yang tinggi, 50%. Â Negara dengan jumlah penduduk sekitar 72 ribu ini hanya mengirimkan 2 atlit, dan salah satu dari mereka berhasil menyabet medali emas di cabang Triathlon. Â Murah Meriah sekali....
Cabang Olah Raga Pilihan
Amerika, sebagai negara no.1 di urutan medali, berhasil mengumpulkan 39 medali emas. Â Kalau dibedah, Renang menyumbang 11 medali emas dan Atletik menyumbang 7 emas - total dua cabang olah raga ini menyumbang 46% dari total medali emas. Â Kalau seandainya Amerika hanya mengandalkan dua olah raga ini, dengan 18 medali emas, Amerika masih aman berada di urutan ke 6 diatas Australia.
Sama halnya dengan Tiongkok, dari 38 medali emas, 47% nya (atau 18 medali) dihasilkan dari 3 cabang olah raga: Loncat Indah, Angkat Berat dan Pingpong. Â Negara Kangguru, Australia, malah lebih ekstrim lagi: dari total 17 medali emas, 9 (atau 53%) dihasilkan oleh 1 cabang olah raga - Renang. Â
Dilihat dari sejarah dan prestasi Olimpiade yang lalu, cabang-cabang olah raga diatas memang sudah menjadi andalan Amerika, Tiongkok atau Australia. Â Renang misalnya, sudah menjadi andalan untuk Amerika dan Australia. Â Demikian juga dengan loncat indah dan bola Pingpong, sudah lama menjadi andalan Tiongkok.
Fokus di cabang andalan ternyata memainkan peran penting di negara-negara yang memiliki dana terbatas. Â Jamaica misalnya, berada di urutan ke-21, dengan 4 emas - semuanya dari 1 cabang saja, Atletik. Â Dari segi ROA, Jamaica juga termasuk yang tinggi ROA-nya, 15%, dengan total medali 9, semuanya dari Atletik. Â Bahkan kalau mau dibedah lebih jauh, dari semua cabang atletik yang dipertandingkan, Jamaica hanya fokus di cabang lari pendek saja. Â
Demikian juga dengan Kenya di urutan ke 19, yang mengumpulkan 4 emas dan ROA 11% - semuanya terfokus di 1 cabang, Atletik lari jarah jauh (termasuk maraton).
Bagaimana dengan Indonesia?
Semua orang sudah tahu kalau Bulutangkis adalah cabang andalan Indonesia, dari total 32 medali yang Indonesia raih selama mengikuti Olimpiade, 19 datang dari Bulutangkis - dengan 7 emas. Â Sayangnya, hanya ada 5 nomor di cabang ini dan itupun sekarang harus bersaing dengan Tiongkok dan negara-negara lain yang mulai menunjukan kekuatan, seperti Denmark, Taiwan, Thailand dan Malaysia.Â
Yang menarik adalah cabang Angkat Berat, yang sudah menyumbangkan 12 medali buat Indonesia. Di Olimpiade Tokyo yang baru selesai, ada 14 nomor di angkat berat, jadi kesempatan Indonesia untuk mendulang medali lumayan terbuka.
Dari data dan pembedahan diatas, fokus pada cabang andalan dan fokus pada produktifitas atlit ternyata bisa dijadikan strategi efektif di partisipasi acara kelas dunia seperti Olimpiade. Â Negara dengan dana dan sumber terbatas bisa saja menorehkan nama dan ber-prestasi lebih baik dari negara-negara lain. Â Murah Meriah, seperti Bermuda dan San Marino....
Baca juga:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI