Jawabannya terletak pada dampaknya terhadap industri teknologi yang semakin berkembang pesat di negara ini. Dengan perubahan dalam bobot kompleksitas Function Point, perusahaan-perusahaan teknologi di Indonesia dapat memiliki pandangan yang lebih akurat tentang tingkat kerumitan perangkat lunak yang mereka kembangkan. Hal ini dapat membantu mereka mengoptimalkan proses pengembangan, mengurangi risiko proyek, dan meningkatkan kualitas produk mereka.
Selain itu, perubahan ini juga dapat mempengaruhi kompetisi di pasar teknologi Indonesia. Perusahaan yang dapat mengadaptasi perubahan ini dengan cepat akan memiliki keunggulan kompetitif, sementara yang tidak bisa mungkin tertinggal.
Keunggulan Neuro-Fuzzy Function Point Calibration Model (NFFPCM)
NFFPCM memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan model kalibrasi FP yang sudah ada, seperti kemampuan untuk memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas perangkat lunak dan kemampuan untuk mengatasi ambiguitas dalam klasifikasi kompleksitas FP.
Kesimpulan
Sebuah model kalibrasi baru untuk Function Point yang disebut Neuro-Fuzzy Function Point Calibration Model (NFFPCM). Model ini menggunakan teknik neural network dan fuzzy logic untuk mengkalibrasi bobot kompleksitas FP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NFFPCM memberikan hasil estimasi yang lebih akurat dibandingkan dengan model kalibrasi lainnya. Oleh karena itu, NFFPCM dapat menjadi solusi untuk meningkatkan akurasi estimasi ukuran dan biaya proyek perangkat lunak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H