Beberapa waktu lalu saya memiliki kesempatan langka yaitu bercengkrama dengan 2 seniman yang menurut saya luar bisa, mereka adalah Tresno vokalis band Tipe-X dan Fitrajaya Nusananta maestro lukis.
Kami kongkow di Galeri FJN di Kemang, Galeri lukis yang baru saja dibentuk Fitrajaya. Di galeri tersebut dipajang beberapa karya lukis Fitrajaya yang sebelumnya dipamerkan dalam pameran tunggal berjudul Memoir of The Old Master di Galeri Kuntskring, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Khusus tema Memoir of The Old Master ini Fitrajaya hanya melukis 50 karya lukis saja.
Berbicara pertemuan dua seniman, saya baru mengetahui ternyata Tresno yang notabene menghidupkan musik Ska di Indonesia punya ketertarikan terhadap lukisan. Yang membuat saya penasaran adalah Tresno membeli lukisan Fitrajaya senilai 100 juta lebih. Tapi saya lebih senang menyebut Tresno mengapresiasi karya-karya lukisan Fitrajaya yang bernilai 100 juta keatas.
Apakah sedemikian sukanya Tresno dengan lukisan? "Basicnya sama. Apapun itu (seni) Saya merasakan frekuensi yang sama. Saya dulu juga pernah belajar teater , sering ngelihat orang matung, sama lukisan juga tertarik. Hari ini bisa bertemu Om Fitra, bisa menikmati lukisannya juga, ini sesuatu yang baru dan menarik," buka Tresno saat memulai obrolan.
"Saya suka menikmati hal-hal yang berbau seni. Dari jaman komik saya suka. Dulu bokap langganan Poskota, saya suka lihat halaman bergambarnya. Saya memang bukan pelukis tapi saya suka dengan lukisan," lanjutnya.
Ketertarikannya akan lukisan ternyata sudah ada justru sebelum Tresno membentuk dan sukses dengan Band Tipe-X. Saat masih sekolah kebetulan dekat dengan Pasar Seni Ancol. Jaman itu Tresno sering menghabiskan waktu di Pasar Seni. Saat ini di rumahnya, Tresno sudah mengoleksi 4 buah lukisan. Memang tidak mudah merawat sebuah lukisan, terlebih jika usia lukisannya cukup lama.
"Saya bisa menikmati lukisan pas bisa membedakan mana yang lukisan mana yang bukan. Orang bisa melihat gambar tapi bukan lukisan. Saya kan dulu sering ke Pasar Seni (Ancol), hahaha. Saya dulu seharian bisa nongkrong disana sambil ngelihat orang ngelukis. Dan menurut saya orang jago lukis kalau bisa bikin mata, hidup ga nih menurut saya. Saya juga akhirnya tahu kalau lukisan tidak harus pakai cat, ada yang pakai bulu, daun dan segala macam yang bisa diaplikasikan ke medianya," cerita Tresno.
Sembari mengapresiasi karya Fitrajaya, Tresno juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai generasi muda era digital saat ini dengan karya seni. Kaitannya adalah dengan seberapa jauh anak-anak muda bisa mengetahui proses karya seni dibuat.
"Era sekarang di era digital anak-anak sekarang seperti putus rantai, mereka rata-rata nggak bisa melihat langsung cara orang melukis, membuat karya karena tempat-tempatnya terbatas. Galeri FJN ini bisa jadi tempat edukasi buat anak-anak muda. Saya takut lukisan ini jadi kayak musik, mereka nggak tahu prosesnya, yang mereka tahu hanya hasil akhirnya saja," papar Tresno.
Dari pertemuan ini saya sangat mengaharapkan ada kolaborasi khusus antara Tresno Tipe-X dan Fitrajaya. Apapun bentuknya pasti sangat menarik dan membuat penasaran untuk ditunggu.
Sekilas Fitrajaya Nusananta
Seperti judul yang saya tulis di atas, Frekuensi 2 Â Seniman. Fitrajaya juga memiliki pemikiran yang sama dengan Tresno. Galeri FJN miliknya ini didirikan agar orang mudah menikmati hasil karyanya. Selain itu di galeri FJN ini Fitrajaya juga menerima dengan senang hati mereka yang mau belajar melukis profesional. Makanya di Galeri FJN ini juga dipajang beberapa karya murid Fitrajaya.
Fitrajaya Nusananta adalah maestro lukis yang karyanya lebih banyak dipamerkan di luar negeri. Tahun 1994 Fitrajaya memulai debut profesionalnya di Belanda. Kebetulan saat itu istrinya adalah warga negara Belanda. Ia bertemu dengan istrinya yang sedang melakukan penelitian di IKIP Padang. Setelah menikah mereka kemudian hijrah ke Belanda.
Tinggal di Belanda buat Fitrajaya adalah sebuah kesempatan untuk melebarkan sayapnya. Setidaknya 3000 lebih lukisan sudah ia buat. Fitrajaya juga kerap mengadakan pameran di beberapa negara di Eropa.
"Saya memulai pameran lukisan di Amsterdam, Roterdam, kemudian melebarkan sayap ke Spanyol seperti Barcelona, Valencia, kemudian lanjut ke negara Perancis, Denmark dan Belgia," tutur pengagum Pablo Picasso ini. Salah satu karya Fitrajaya di luar bisa dijumpai di Sille Galerie, Oudewater, Belanda.
Tema-tema yang diusung Fitrajaya adalah humanisme. Ia sangat tertarik tentang bagaimana hubungan manusia terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Hubungan ini lah yang membentuk sebuah peradaban.
"Karena bermula dari sanalah kita bisa menghargai sekitar kita. Jadi keterkaitannya dengan diri dan alam semesta dimulai dari diri sendiri. Kenapa saya tertarik dengan human dan universe, karena itu yang paling banyak bisa menceritakan kisah peradaban. Semua tempat di benua apapun pasti kisah manusianya lebih banyak dibanding kisah yang lain," ujar Fitrajaya.
Seperti seniman lainnya, mereka tentu memiliki kebiasaan sebelum membuat atau melahirkan karya. Fitrajaya pun memiliki kebiasaan tersebut. Tentunya yang saya tulis disini adalah yang mudah kita cerna saja ya, khusus Anda yang ingin mengetahui sisi lainnya silahkan temui Fitrajaya di Galeri FJN.
"Kebiasaan setiap pelukis sebelum melukis selalu menarik untuk diketahui, seperti Picasso dia banyak figur wanita, sebelum melukis dia melakukan hubungan intim dengan para wanita tersebut barulah ia bisa menghafal anatominya. Sementara kalau saya masih normal, hahaha," canda Fitrajaya.
Lebih lanjut Fitrajaya mengatakan yang wajib ia miliki sebelum melukis adalah ruang kesendirian. Makanya ia hanya bisa melukis malam hari di atas jam 12 malam.
"Saya pasang headphone dan mendengarkan musik klasik seperti Samuel Barber, Abel Korzeniowski, dan Mozart. Tapi ada juga musik yang sudah dikombinasikan dengan tehnik modern seperti Hans Zimmer, Thomas Bergersen, Havasi. Kalau sudah mendengarkan musik-musik tersebut saya seperti berada di mana saja barulah saya merasakan ketenangan. Kenapa harus tenang, agar saya bisa menguasai diri sendiri dan sekitar," bebernya.
Saat ini Fitrajaya ingin membangun brandnya di Tanah Air. Meski sebelumnya pernah melakukan pemaran tunggal seperti di Galeri Cipta, di TIM 2006 lalu, pameran di Water center dan Koi galeri Kemang, kali ini Fitrajaya lebih fokus berkarir di Indonesia, melukis dan memberi edukasi para pelukis muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H