Para penggiat lingkungan sudah bersuara keras mengenai masalah-masalah lingkungan yang dihadapi, namun masalah lingkungan belum memiliki atensi yang kuat di benak masyarakat. Hanya masalah-masalah yang dibahas di media yang menjadi atensi masyarakat. Beberapa masalah yang paling sering dibahas adalah politik, ekonomi, dan teknologi. Kalaupun ada masalah lingkungan, media hanya memberi porsi kecil untuk hal tersebut. Contohnya berapa banyak media nasional yang memberitakan tentang banjir besar yang ada di ketapang. Adakah pemberitaan dengan frekuensi yang tinggi mengenai banjir besar yang ada di ketapang?
"Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ketapang menyatakan, tiga kecamatan yakni Kecamatan Nanga Tayap, Sandai dan Sungai Laur di kabupaten itu saat ini dilanda banjir. Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Ketapang, Maryanto, saat dihubungi di Ketapang, Senin, menyatakan pihaknya mendapat laporan kalau selain Kecamatan Nanga Tayap, Kecamatan Sandai dan Laur juga sedang dilanda banjir, bahkan menurut informasi ketinggian air terus naik (John dan Andilala, 2017)."
Melihat fokus media nasional yang sekarang tertuju ke Rohingya dan KPKvsDPR menjadi bukti, bahwa media nasional tidak memiliki atensi yang baik dalam memberi literasi kepada masyarakat mengenai isu lingkungan. Idealnya proporsi berita seimbang antara topik satu dengan topik lainnya, tapi nyatanya proporsi antara topik satu dengan topik lainnya tidak seimbang di media. Masalah tidak diekspos melalui seperti  di ketapang ini justru semakin mempersempit ruang gerak kita untuk berpartisipasi dalam menghadapi masalah lingkungan. Bagaimana kita bisa berpartisipasi kalau sekedar tau saja tidak bisa. Kondisi ini sesuai dengan teori agenda setting yang menjelaskan bahwa media memiliki agenda tertentu sesuai dengan kepentingannya masing-masing.
Ketika media memiliki kepentingannya masing-masing dalam memilih isu yang akan ditampilkan, maka kita kita sebagai audiens biasanya juga akan terpengaruh dengan agenda yang dimiliki oleh media. Akhirnya kita sebagai masyarakat hanya bisa diam dan mengikuti. Kita sebagai masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di media. Walaupun media sosial dapat menjadi wadah kita untuk berpartisipasi, namun tetap saja kekuatan ada di pemilik media. Kondisi tersebut memang kelihatannya cukup parah, namun sebenarnya partisipasi itu muncul sudah semenjak jaman dahulu.
"Since the rise in environmental awareness at the end of the 1960s and early 1970s it would appear that the environment and participation are two inextricably linked aspects of the same 'green discontent' (Leroy dan Jan, 2003: 163)."
Pergerakan untuk melawan para penggiat industri yang melahirkan masalah lingkungan sudah dimulai pada zaman dahulu. Contoh paling gampangnya adalah pembangunan yang marak dilakukan dimana-mana. Ketika pembangunan itu dilakukan, artinya akan ada sumber daya yang diambil seperti pepohonan, air, bahan bakar, dll. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembangunan akan menimbulkan kerusakan entah sedikit atau banyak. Kondisi itu akhirnya memunculkan ketidakpuasan masyarakat kepada berbagai jenis kegiatan yang memberikan dampak buruk pada lingkungan.
Pembahasan secara mendalam mengenai sejarah partisipasi mengenai lingkungan juga dijelaskan dalam jurnal Leroy dan Jan (2003: 164-183)
1. The political message behind 'the green discontent'
Artinya politik yang juga membuat ketidakpuasan terhadap kebijakan lingkungan yang ada. Idealnya pemerintah tetap menjaga keseimbangan dalam menjalankan kebijakan. Nyatanya pemerintah tidak seimbang dalam menjalankan kebijakannya. Pemerintah cenderung bersandar pada organisasi kapitalis yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya.
2. Participation enforced and gradually institutionalised
Artinya partisipasi dikuatkan dan dilembagakan secara bertahap. Hal ini bisa terjadi karena tekanan terhadap negara-negara industri yang merusak lingkungan terus meningkat. Masyarakat dan elemen-elemen lainnya terus berusaha menekan negara-negara industri untuk lebih memperhatikan lingkungan dalam pembuatan kebijakan. Akhirnya masyarakat yang menentang bersatu dan membentuk beberapa lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang lingkungan.
3. Nuclear energy: test case and an obstacle in the way of more participation
Artinya  pengujian nuklir sebagai sumber energi menjadi perdebatan dan membuat hambatan dalam mendapatkan partisipasi lebih. Nuklir menjadi cukup penting ketika terjadi krisis minyak pada tahun 1973-1974. Terjadi perdebatan apakah nuklir bisa menjadi alternatif sumber energi yang baik, namun beberapa negara akhirnya memilih untuk mengganti nuklir dengan sumber daya lain, dan debat yang terjadi diantara masyarakat semakin meredam.
4. The effects of the new forms of participation
Artinya ada perubahan bentuk partisipasi masyarakat mengenai masalah lingkungan. Perubahan ini muncul dari sebelumnya berupa aksi radikal, menjadi seperti dialog. Partisipasi publik mengalami perubahan bentuk menjadi lebih ringan. Perlawanan terhadap masalah lingkungan juga salah satu bentuknya menjadi forum diskusi yang sampai sekarang banyak ditemukan.
5. Participation and the marketisation of environmental policy
Artinya muncul kebijakan yang mengatur mengenai bisnis yang lebih memperhatikan dampak lingkungan. Pemerintah mulai mengubah sistem transaksi yang berlaku. Memperhatikan lingkungan dalam setiap instrumen-instrumen bisnisnya.
6. The environment, participation and power: between the 'green polder model' and further democratisation
Artinya perhatian lebih harus diberikan kepada lingkungan dalam setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah. Akhirnya muncul banyak kebijakan yang berubah dibandingkan masa revolusi industri. Pemerintah lebih memperhatikan aspek lingkungan, dan ikut mengajak masyarakat dan NGO untuk bisa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Sejarah partisipasi yang dijelaskan dalam jurnal leroy dan jan sebenarnya tidak menggambarkan bagaimana tingkat pengetahuan di masyarakat saat itu. Literasi antara masyarakat jaman dahulu dengan jaman sekarang tentunya berbeda dengan masyarakat jaman sekarang. Jaman dahulu keterbatasan informasi dan propaganda menjadi penghalang dalam meningkatkan literasi di masyarakat.
Ketika masyarakat melakukan protes terhadap penggunaan nuklir pun sebenarnya juga dapat menjadi pertanyaan besar. Apakah mereka benar-benar mengerti dampak dan bahaya dari nuklir, ataupun mereka hanya ditunggangi beberapa kelompok kapitalis untuk menghalangi penggunaan teknologi nuklir. Kalau mereka hanya ditunggangi para kapitalis, artinya protes yang dilancarkan itu bukan atas dasar literasi yang baik.
Sebenarnya ada banyak cara untuk bisa bisa berpartisipasi dalam hal apapun, namun kebanyakan orang masih bingung caranya. Sebenarnya kunci awal dari partisipasi adalah literasi. Literasi akan mampu membawa kita untuk mampu berpartisipasi dengan cara yang tepat.Literasi akan membantu kita untuk menilai baik dan benar, sehingga tidak mudah dipengaruhi kepentingan lain yang justru menjerumuskan.Akhirnya ,literasi akan memampukan kita belajar dari sejarah untuk bisa berpartisipasi secara baik dengan pengetahuan yang baik pula.
Setelah kita memiliki literasi yang baik, maka kita juga harus memiliki aksi. Sebagai masyarakat yang bertanggung jawab lakukanlah kegiatan-kegiatan sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya, mengikuti kegiatan organisasi lingkungan, menanam pohon dirumah, dll. Sekecil apapun kegiatan yang kita lakukan tetap akan dihitung sebagai partisipasi untuk melestarikan lingkungan.
Â
Sumber Pustaka
1. John dan Andilala. (2017). Banjir Landa Tiga Kecamatan di Ketapang. Disadur dari http://kalbar.antaranews.com/berita/339286/banjir-landa-tiga-kecamatan-di-ketapang, pada 14 September 2017
2. Leroy, Pieter dan Jan P.M. van Tatenhove. (2003). Enviroment and Participation: The shifting significance of a double concept. Disadur dari http://www.environmentandsociety.org/mml/van-tatenhove-jan-pm-and-pieter-leroy-environment-and-participation-context-political, pada 14 September 2017Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H