Mohon tunggu...
Bisma Setiawan
Bisma Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berpikir positif, tidak peduli seberapa keras kehidupanmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Jawa Kuna Hubungan Dialektis Jagat Gumelar, Jagat Gemulung, dengan Sadulur Papat Limo Pancer

6 April 2023   18:55 Diperbarui: 6 April 2023   19:01 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BISMA SETIAWAN

43122010032

Dosen; Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak

Kitab Jagat Gumulung dan Kitab Jagat Gumelar, keduanya ditulis dengan tan, adalah dua kitab yang tidak akan pernah selesai dibaca oleh para spiritualis Kejawen hingga akhir zaman. (mikro kosmos). Baik literatur lampah maupun cethah menggambarkan bentuknya. Alam semesta Gumelar tidak lain adalah kosmos yang lengkap, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, berupa bintang, bulan, matahari, bumi, mega, hujan, laut, batu, kayu, api, dan lain sebagainya. Sedangkan alam semesta gumulung adalah tubuh manusia yang sangat luas, yang terdiri dari wujud fisik, jiwa, pikiran, emosi, akal, diri, takdir, dan lain-lain. Manusia harus membaca setiap fenomena alam semesta gumelar dan gumulung untuk memahami hal-hal tentang eksistensi. Penuangan

Persembahan kekacauan dilandaskan pada pemahaman manusia sebagai makhluk yang saling bergantung yang tidak mampu hidup mandiri dalam segala bentuknya. Sesajen sebenarnya juga mencakup kesadaran sosial dalam konteks hubungan dengan orang lain, makhluk hidup lain, kosmos, dan Tuhan selain unsur magis dan filsafat. Sejauh mana seseorang dapat memahami kedua sisi hubungan tersebut secara langsung bergantung pada seberapa dalam seseorang dapat mempelajari Kitab Jagat Gumulung dan Kitab Jagat Gumelar. Dan berbagai persembahan yang dibuat merangkum segalanya..

Nasi tumpeng dan lauk pendampingnya merupakan cerminan nyata dari kesadaran manusia sebagai makhluk sosial Inklusi Sosial dan makhluk ilahi. Biji-bijian yang digunakan dalam tumpeng merupakan representasi dari bagaimana manusia dan Tuhan berinteraksi. Lauk pauk, sementara itu, membahas keragaman masyarakat. Aneka olahan manis, asin, asam, asam, pahit, dan pedas yang terbuat dari sayuran dan daging menjadi lauk pauk. Rasa ini menggambarkan berbagai jenis orang, lengkap dengan semua sifat dan perilakunya. Untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tenteram, dan tenteram, setiap orang harus dapat hidup rukun dengan setiap orang di lingkungannya dengan saling melengkapi. Hal ini diilustrasikan dengan gada yang merupakan campuran sayuran dan ampas kelapa.

Masih cukup banyak ragam sesaji yang memiliki kesadaran sosial. Alas tikar menunjukkan bahwa agar setiap orang dapat menjalani kehidupan sosial yang memuaskan, harus ada satu tujuan utama yang ditentukan oleh kekuatan relatif ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan. Lawon (kain mori putih) memiliki makna unggul dalam ucapan, dan tindakan harus landasi oleh perasaan dan mantera yang kuat. Selain itu, disebutkan dalam bunga-bungaan bahwa untuk menjalani kehidupan yang memuaskan, seseorang harus mampu menciptakan hal-hal yang mencerminkan identitas dan lingkungan sosialnya.

Makna dari wedang kopi adalah manusia harus selalu siap menghadapi manis dan pahitnya kehidupan. Bekakak atau ingkung menjadi contoh bagaimana hidup harus selalu tunduk pada purah Gusti. Jajanan pasar, sebaliknya, berbicara tentang keharmonisan dalam keberagaman yang harus selalu diterima. Dan ikan teri, spesies ikan kecil yang lebih suka hidup berkelompok, mewakili kebutuhan manusia untuk selalu hidup rukun dengan saling menghormati.

Empat bagian Api, Bumi, Air yang membentuk Jagat Gumelar, masing-masing memiliki makna tersendiri. Seperti halnya manusia yang memiliki sifat antagonis, api memiliki sifat membakar, panas, dan merusak jika tidak digunakan dengan benar. Manusia adalah makhluk darat; mereka lahir di tanah, mati di tanah, dan hidup untuk berinteraksi satu sama lain. Mirip dengan bagaimana orang percaya pada hal-hal mistis dan berusaha memahami keberadaan mereka, angin yang bertiup ke berbagai lokasi. Komponen vital dari keberadaan manusia adalah air.

Namun Gamulung menginterpretasikan 4 hal tersebut menjadi bagian tubuh manusia seperti Lubang Hidung, Telinga, Bibir, Mata. Alam semesta gamulung dan alam semesta gumelar saling terkait satu sama lain.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Meskipun istilah sedulur papat limo pancer berasal dari bahasa Jawa, ternyata konsep tersebut ada hampir di setiap wilayah nusantara dengan berbagai nama seperti khodam, pendamping, atau apapun yang berkaitan dengan keberadaan makhluk astral. Masyarakat Jawa mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut.

Sedulur papat limo pancer secara harfiah berarti empat bersaudara dan lima di tengah. Meski berlandaskan konsep Jawa, istilah itu mengacu pada manusia dalam wujudnya yang paling lengkap saat lahir.

Singkatnya, orang-orang dalam sejarah Jawa menggunakan ungkapan "sedulur papat limo pancer" untuk menjelaskan bahwa ketika manusia diciptakan, empat

Penganut Kejawen beranggapan bahwa istilah sedulur papat limo pancer merupakan warisan budaya dari karya Sunan Kalijaga pada abad ke-15 dan ke-16. Ungkapan ini konon pertama kali muncul pada bait 41--42 Kidung Suluk Kawedar, Kidung Sarira Ayu. Sedulur papat limo pancer, diduga terdiri dari empat dan lima unsur, yaitu Kakang Sawah, Adi plasenta, Getih, Puser, dan Pancer, diduga merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam diri manusia.

Kesimpulan

Sesajen bukan gugon tuhon ketika dibawa dalam prosesi ritual adat. Persembahan sebagai salah satu bentuk ibadah didasarkan pada penalaran yang logis dan masuk akal sesuai dengan gagasan tentang hakikat berpikir, akal sehat, dan pengalaman hidup masyarakat yang mendukungnya. Ia memiliki makna yang kompleks yang harus dicermati (dicari) sedalam-dalamnya ke arah pemikiran optimis dan kesadaran diri sebagai makhluk ilahi dan sosial. Persembahan adalah salah satu dari banyak cara doa diungkapkan. Di sini, kita melihat bahwa doa tidak harus selalu berbentuk kata-kata. Arah dapat dibaca secara metaforis sebagai bentuk materi atau atmosfer.

Sudarto. (2017). Kosmologi Jawa Kuna. In A. Mulyana (Ed), Etika dan Estetika dalam budaya Jawa (pp. 7-24). Penerbit Buku Kompas

Soedarsono. (2015). Sadulur Papat Liman Pancer. In Ensiklopedia Jawa; Batas Batik (pp. 242-243). Yayasan Cipat Loka Caraka.

Koentjaraningrat. (1985). Kebudayaan Jawa. Jakarta; Balai Pustaka

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun