"Mongan mangan, mongan mangan. Kerjo dhisik lagi mangan," ujar Bu Tinuk pada Wage dengan nada suara tinggi yang membuat Wage kecil hati.
Satu kalimat yang terlontar dari mulut Bu Tinuk itu cukup menyentak, namun sebenarnya penuh makna. Yakni mengajarkan tentang arti dan perjuangan hidup. Tapi sayang, Wage tak berhasil menangkap esensi yang terkandung di dalamnya.
Kegagalan memahami pelajaran hidup yang dikatakan Bu Tinuk membuat Wage sedikit tersesat. Wage pun kemudian menempuh jalan gelap dengan tidak menjalankan tugas mengambil barang belanjaan dan kembali menadahkan tangan demi sesuap nasi di tempat lain.
Takdir Tuhan kemudian mempertemukan Wage kembali dengan Laras. Ya, Laras yang tempo hari menghidangkan nasi untuknya. Mereka berpapasan di jalan saat Laras menjemput barang belanjaan. Dan Laras pun saat itu mengajak Wage kembali ke jalan yang benar, kembali ke warung Bu Tinuk.
Bukan tanpa alasan tentunya Laras mengajak Wage bergabung bersama dirinya di warung Bu Tinuk. Sebagai seseorang yang pernah dibantu dan diangkat derjatnya oleh Bosnya itu, Laras merasakan betapa berharganya Bu Tinuk bagi dirinya.
Sama seperti Wage, Laras dahulunya juga hidup menggelandang. Hidup pasrah tanpa arah dan tujuan hidup.
Beruntung, dirinya bertemu dengan Bu Tinuk, sosok yang kemudian mengajarinya banyak hal dan memperbaiki nasib hidupnya. Dari seorang gadis gelandangan menjadi karyawan kepercayaan Bu Tinuk seperti saat ini.
"Bu Tinuk tak hanya memberi makanan dan uang. Tapi juga memberi pekerjaan, kesempatan untuk belajar, belajar bagaimana seharusnya hidup dan bermanfaat bagi sesama,"Â demikian ujar Laras pada Wage.
"Bu Tinuk juga mengajarkan bahwa siapa yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam hidup  akan mendapatkan belas kasih Tuhan," ujar Laras menambahkan.
Wage merasa tertegun dengan cerita Laras dan mulai menyadari kesalahannya. Dan tanpa pikir panjang lagi, Wage pun mengikuti saran Laras, kembali ke warung dan belajar banyak hal pada Bu Tinuk demi masa depan yang lebih cerah.
Satu tahun berlalu. Seorang pemuda berbaju merah tampak tersenyum penuh bahagia di kedai Sejoli. Dan pemuda itu adalah Wage. Pemuda yang dahulunya adalah seorang gelandangan, kini telah menjadi seorang karyawan Bu Tinuk.
Ada dua pelajaran penting yang bisa kita petik dari film ini.