Kiper utama Manchester United, Andre Onana, terus mendapat sorotan sejak kedatangannya pada Agustus lalu. Penyebabnya, privilese yang diberikan pelatih Erik ten Hag pada kiper asal Kamerun ini dianggap tak sebanding dengan kontribusi yang diberikannya.
Nama Andre Onana menjadi salah satu bintang pada bursa transfer musim panas lalu. Pelatih Ten Hag sengaja mendatangkannya dari Inter Milan  untuk memberi penyegaran pada tim sekaligus memperkuat sektor belakang United yang kinerjanya terus memburuk dalam beberapa musim terakhir.
Bukan tanpa alasan tentunya ketika Ten Hag memutuskan merekrut Onana. Catatan ciamik pemain berusia 27 tahun itu bersama dua klub sebelumnya, Ajax dan Inter Milan, serta kenamgan manis saat keduanya bekerja sama dibawah bendera Ajax membuat Ten Hag merasa yakin bahwa Onana adalah orang yang tepat sebagai pengawal mistar United.
Ya, kehadiran Onana diharapkan bisa menjadi benteng yang kokoh dan meminimalisir terjadinya blunder yng merugikan tim seperti yang dilakukan David de Gea , kiper United musim lalu. Selain itu, tipe Onana yang dikenal jago build up dianggap sangat cocok dengan gaya sepak bola yang mengawali permainan dari bawah yang diusung Ten Hag.
Onana, dengan segala keistimewaannya itu serta besarnya ekspektasi terhadap dirinya, membuat dirinya mendapat privilese dari Ten Hag. Onana pun disebut-sebut sebagai salah satu anak emas pelatih Ten Hag dimana dirinya selalu mendapat posisi di tim utama.
Namun sayang, Onana gagal menjawab tantangan. Boro-boro memberi perubahan. Onana malah menjadi beban. Kiper lulusan La Masia ini bermain jauh dari harapan dan beberapa kali membuat blunder fatal yang berujung kekalahan bagi tim.
Tiga kekalahan atas Bayern Munchen, Copenhahen dan Galatasaray di kualifikasi gtup Liga Champions menjadi catatan betapa buruknya penampilan Onana. Â Aksi blunder fatalnya kala bersua ketiga tim tersebut menyebabkan mental tim menjadi runtuh dan mereka pun gagal menuai poin. Padahal mereka sempat berada diatas angin sebelum Onana melakukan blunder.
Yang terbaru adalah dua blunder Onana saat melakoni laga tandang menghadapi Galatasaray pada pertengahan pekan lalu. United yang sudah unggul 3- 1 lewat gol Alejandro Garnacho, Bruno Fernandes dam Scott Mc Tominay harus puas dengan dengan hasil imbang 3 - 3 gara-gara blunder. Akibatnya, United harus terdampar di dasar klasemen dan harus berjuang di laga akhir menghadapi Munchen demi menjaga peluang lolos dari fase grup.
Ada apa dengan Onana ? Kenapa performanya tiba-tiba jeblok ? Ada beberapa penyebabnya.
1. Onana gagal beradaptasi dengan iklim sepak bola Inggris.
Meski tercatat pernah memperkuat dua klub papan atas Eropa sebelumnya, namun Onana belum punya pengalaman dengan dunia sepak bola Inggris yang terkenal keras.
Ya, tak mudah untuk mengarungi perjalanan bersama klub Inggris. Persaingan yang sangat ketat dan standar tinggi yang ditetapkan klub membutuhkan effort yang besar dan mental baja dari seorang pemain. Dan Onana sepertinya belum lulus dalam ujian ini.
2. Situasi tim yang tidak mendukung
Meski menjadi bagian dari salah satu klub elit Inggris bukan berarti segalanya akan berjalan mudah bagi Onana. Sebaliknya, tantangan yang harus dihadapinya cukup sulit. Apalagi melihat kondisi tim yang morat marit belakangan ini.
Ya, semenjak ditinggal Sir Alex Ferguson 10 tahun silam, United belum menemukan lagi bentuk permainan terbaik mereka. Meski sudah beberapa kali berganti pelatih dan mendatangkan sejumlah pemain incaran, permasalahan di tubuh tim tak kunjung selesai. Krisis pun terus berlanjut dan kelemahan tim makin tampak jelas, khususnya di lini belakang.
Situasinya sangat tidak menguntungkan bagi Onana. Apalagi badai cedera terus menimpa sejumlah pemain belakang. Mau tak mau Onana harus mengambil beban tanggung jawab lebih banyak sehingga secara otomatis tekanan yang harus dihadapinya pun makin kuat.
Selain itu, Onana juga kurang mendapat kepercayaan dari rekan-rekannya. Kebiasaannya yang lebih suka menangkis bola dari pada menangkapnya menjadi penyebabnya.
3. Onana terlena di zona nyaman
Sebagai seorang pemain pilihan Ten Hag, maka Onana selalu mendapatkan jaminan berada di tim utama. Hal ini membuat Onana terlena di zona nyaman. Padahal performanya belakangan ini sedang tidak baik-baik saja.
Ya, pelatih Ten Hag seolah menutup mata dengan fakta ini. Hujan kritikan yang dilontarkan media dan juga para pencinta United sepertinya belum cukup bagi  Ten Hag untuk membuat keputusan.guna mengevaluasi kinerja Onana. Akibatnya sang pemain tetap bersantai dan tak termotivasi meningkatkan performanya.
Situasi seperti ini tentu tak boleh dibiarkan terus terjadi. Bagaimanapun juga posisi kiper merupakan posisi vital yang turut menetukan nasib tim. Karena itu kehadiran seorang kiper yang mumpuni merupakan sebuah hal yang mutlak.
Sebagai seorang pelatih kepala, Ten Hag tentu menyadari tanggung jawabnya untuk segera memperbaiki situasi yang tak menguntungkan ini. Dalam hal ini, pelatih berkebangsaan Belanda tersebut perlu mengambil langkah-langkah strategis sebagai bentuk upayanya mengeluarkan tim dari krisis.
Terkait posisi Andre Onana, inilah saatnya Ten Hag mengambil keputusan yang tepat. Yakni dengan bersikap tegas dalam mengevaluasi kinerja Onana.
Bila Onana tampil bagus tentunya tak salah untuk mempertahankannya sebagai kiper utama. Sebaliknya bila masih sering melakukan blunder, Ten Hag seharusnya tak ragu untuk mencadangkannya.Â
Ten Hag seharusnya berani mengambil sikap seperti Mikel Arteta yang tak ragu mencadangkan Aaron Ramsdale sebagai kiper pertama Arsenal. Atau juga seperti yang dilakukan pendahulunya, Alex Ferguson, yang tak ragu memarkir kiper-kiper yang tampil dibawah ekspektasi seperti Massimo Taibi dan Mark Bosnich.
Selain itu, menciptakan persaingan diantara sesama kiper dengan memberi kesempatan pada kiper pelapis seperti Altay Bayindir, kiper asal Turki yang didatangkan berbarengan dengan Onana juga perlu dicoba. Selain untuk mengukur kemampuan masing-masing kiper, sekaligus juga untuk memberi tekanan kepada Onana agar menjaga penampilannya.
Sebagai kiper berharga mahal, sudah seharusnya Onana berusaha tampil maksimal sebagai tanggung jawabnya sebagai pemain profesional. Bila gagal, maka privilese yang diberikan pelatih kepadanya selama ini perlu untuk digugat.
(EL)
Yogyakarta, 06122023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI