Topik moge alias motor gede menimbulkan keriuhan di media sosial belakangan ini. Hal ini terkait dengan instruksi menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawati, untuk membubarkan klub moge Belastingrijder DJP dan himbauan untuk tidak pamer hidup mewah kepada para pegawai pemerintahan dibawah jajarannya.
Para netizen tidak satu suara dalam menyikapi himbauan ibu menteri ini. Ada yang setuju, tapi tak sedikit pula yang tak setuju.
Bagi yang setuju mereka berpandangan bahwa hidup sederhana merupakan prinsip hidup yang harus dimiliki seorang pegawai pemerintahan. Sementara bagi yang kontra, mereka berpendapat bahwa urusan gaya hidup yang akan dijalani seseorang merupakan urusan pribadi yang tak perlu diatur-atur pihak lain.
Kembali ke pertanyaan diatas ' apakah tidak boleh seorang pegawai pemerintahan pamer hidup mewah ?'
Untuk menjawab pertanyaan ini agaknya kita perlu menilik dan mencermati lebih dalam dari himbauan ibu menteri tersebut sehingga kita bisa membaca lebih jelas tentang apa pesan yang ingin beliau sampaikan.
Secara tekstual sebenarnya tak ada larangan bagi seorang aparat negara untuk pamer hidup mewah. Syaratnya, semua kemewahan itu berasal dari duit halal. Dari gaji misalnya, atau bisa juga dari hasil usaha sampingan  yang mereka lakukan. Bukan dari hasil korupsi atau usaha-usaha ilegal yang melanggar peraturan negara.
Memang diakui bagi segelintir orang mereka perlu aktualisasi diri atas pencapaian-pencapaian mereka. Apalagi bagi yang berpenghasilan lebih dari cukup dan status sosialnya cukup tinggi. Simbol-simbol kemewahan seperti kendaraan mewah termasuk diantaranya moge, rumah mewah, barang-barang branded, atau jalan-jalan ke luar negri menjadi ajang unjuk kesuksesan mereka.
Namun perlu disadari bahwa pemahaman secara tekstual itu bukanlah sebuah jawaban. Konsep tekstual hanya memandang dari sisi luarnya saja. Belum menyentuh akar persoalan. Maka kita perlu pendekatan secara kontekstual untuk lebih memahami persoalan.
Melihat secara kontekstual artinya melihat secara keseluruhan. Melihat dari berbagai sudut pandang. Tidak hanya melihat teks-teks yang tertulis, namun juga melihat dengan hati. Termasuk dengan memperhatikan situasi dan latar belakang dibalik persoalan. Karena itu lewat penafsiran secara kontekstual, mungkin saja kita akan menemukan jawaban yang bertentangan dengan penjelasan secara tekstual.
Berkaitan dengan himbauan Ibu Menteri yang berisi larangan seperti yang disebutkan diatas kita perlu pendekatan secara kontekstual. Dengan cara ini kita bisa paham kenapa Ibu Menteri melontarkan kritik pada para pegawai menampilkan gaya hidup hedonis.
Jadi, kenapa mereka dilarang pamer hidup mewah ? Ada beberapa alasannya.
1. Pamer kemewahan menunjukkan kurangnya rasa empati.
Pamer kemewahan oleh pegawai pemerintahan itu melanggar azas kepatutan publik, demikian tulis Bu Menteri di akun media sosialnya. Kenapa demikian ? Karena perbuatan itu menunjukkan kurangnya rasa empati mereka terhadap masyarakat.
Ya, di masa resesi seperti sekarang ini, dimana jutaan orang tengah berjuang memperbaiki kesulitan perekonomian mereka, maka pamer kemewahan hanya akan membawa kesedihan dan rasa sakit hati bagi kalangan yang tak berpunya.
Padahal dengan status mereka sebagai abdi masyarakat, seorang pegawai pemerintahan itu dituntut tampil sebagai pelayan dan memberi rasa nyaman bagi masyarakat. Bukan mengompori masyarakat dengan aksi-aksi pamer kemewahan tanpa pernah berpikir untuk berbagi.
2. Menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
Ketika seorang pegawai pamer kemewahan, masyarakat pasti akan bertanya-tanya, dari mana mereka mendapatkan segala kemewahan itu. Apakah dari sumber yang halal atau bukan.
Alih-alih akan merasa takjub, masyarakat malah akan curiga mereka bisa hidup mewah dari hasil tak halal seperti korupsi. Apalagi kalau nilai kekayaan mereka cukup fantastis.
Situasi seperti ini tentu bisa menimbulkan persepsi negatif masyarakat. Citra para pegawai pemerintahan akan buruk dan memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap mereka.
3. Pamer kemewahan bukanlah cara terbaik meningkatkan derjat. Justru hidup sederhanalah yang akan meninggikan derjat.
Bagi sebagian orang memiliki harta berlimpah itu adalah sebuah kebanggaan sehingga mereka merasa perlu memamerkannya. Ya, mereka butuh pengakuan dan ingin melihat orang-orang terpukau pada mereka.
Pada kenyataannya, boro-boro orang akan terpukau. Justru orang-orang akan memandang sinis dan hilangnya penghormatan pada mereka. Catatan sejarah menunjukkan orang-orang yang hidup sederhana justru lebih dihargai.
Sebagai contoh, kita bisa melihat dari kisah hidup Bung Hatta. Sosok yang merupakan wakil presiden pertama republik ini menjalani hidupnya dengan penuh kesederhanaan. Baik ketika menjabat maupun setelah pensiun. Beliau tak pernah merasa malu dan sebaliknya, merasa bangga dengan pilihan sikapnya ini.
Kesederhanaan yang selalu ditunjukkan Bung Hatta ini nyatanya membuat banyak orang kagum pada beliau. Banyak orang bangga punya pemimpin seperti beliau.Â
Penyanyi dan pencipta lagu Iwan Fals bahkan menciptakan lagu khusus tentang kesederhanaan hidup tokoh Proklamator ini.
"Â Terbayang baktimu, terbayangjasamu
  Terbayang jelas jiwa sederhanamu
  Bernisan bangga, berkafan doa
  Dari kami yang merindukan orang  Â
  Sepertimu "
Demikian lirik lagu yang ditulis Iwan Fals dalam lagu ciptaannya yang diberinya judul Bung Hatta.
Pamer kemewahan bukanlah cara yang baik bagi pegawai pemerintaha untuk membuat derjat mereka lebih tinggi. Bukan begitu caranya. Sebaliknya, hidup sederhana dan melayani dengan sepenuh hatilah yang akan membuat seorang pegawai pemerintahan lebih dihargai.
(EL)
Yogyakarta, 01032023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H