Kekalahan atas Perancis di babak perempat final tadi malam praktis mengakhiri perjalanan Inggris di Piala Dunia 2022. Kekalahan ini tak hanya menutup peluang mereka menambah trofi juara, tapi juga menyambung cerita kegagalan mereka mengubah sejarah.
Inggris adalah negara besar sepak bola. Itu fakta, tak ada yang membantahnya. Gelar juara Piala Dunia 1966 sudah cukup untuk pembuktian. Namun pembuktian itu dirasa belum cukup. Ada tantangan yang belum mampu mereka selesaikan.
Ya, Inggris selama ini dianggap hanya bisa berprestasi saat bertanding di negri sendiri. Faktanya memang demikian, mereka menjadi juara saat bermain di negri sendiri. Sementara negara-negara besar lain seperti Brasil, Argentina, Perancis, Jerman dan Italia pernah mencatatkan prestasi di negri orang.
Fenomena ini seolah menjadi kutukan. Tantangan untuk meraih sukses diluar negara sendiri sepertinya mustahil untuk mereka taklukan. Pada kenyataannya, jangankan untuk menjadi juara, bahkan sekedar mengalahkan tim-tim besar di fase gugur pun belum mampu mereka wujudkan.
Catatan selama ini menunjukkan Inggris selalu kesulitan ketika bertemu tim-tim besar setelah memasuki babak knock out bila bermain diluar Inggris. Tim berjuluk The Three Lions ini selalu tersandung saat bertemu tim-tim juara dunia. Mulai dari Uruguay, Argentina, Jerman, Brasil,ataupun Italia, Inggris selalu takluk dihadapan para juara tersebut.
Sementara catatan kemenangan mereka di fase gugur Piala Dunia adalah ketika mengalahkan tim yang belum pernah juara. Mereka adalah  Paraguay, Belgia, Kamerun, Denmark, Ekuador, Swedia, Kolombia dan terakhir Senegal.
Pelatih Gareth Southgate ingin menyudahi fenomena ini. Sebagai pengingat, Southgate sendiri pernah berada dalam situasi ini. Peristiwa itu terjadi pada ajang Euro 2006. Inggris yang menghadapi Jerman di semi final kalah lewat adu pinalti dimana Southgate yang menjadi penendang terakhir gagal dalam tugasnya.
Pelatih Southgate kemudian menantang pasukannya untuk mengakhiri anggapan bahwa mereka tak mampu. Ini bukan pekerjaan mudah. Namun bila sukses, tentu akan berimbas pada terangkatnya pamor Inggris.
" Ketika Anda menyaksikan sebuah turnamen, Anda melihat tim-tim elit mengalahkan Inggris. Tapi kami belum bisa melakukannya kepada mereka. Ini menjadi ujian untuk tim ini," ujar Southgate seperti ditulis theguardian.com
Laga perempat final melawan Perancis menjadi ujian bagi Inggris. Mereka cukup optimis menatap laga ini. Mereka tak pernah kalah sejak fase grup. Para pemain pun dalam kondisi siap tempur. Selain itu, hasil positif di dua event terakhir ketika mereka menjadi semifinalis Piala Dunia 2018 dan menjadi finalis Euro 2020 menambah keyakinan Harry Kane dan kawan-kawan.
" Kami memiliki banyak pengalaman untuk momen-momen seperti ini. Para pemain faham bahwa mereka harus memenangkan pertandingan dengan cara yang tak sama. Mereka yakin bisa bangkit dan memenangkan pertandingan-pertandingan besar," tambah Southgate menyatakan kesiapan timnya.
Tapi ternyata tak mudah untuk menaklukan tantangan ini. Laga yang diharapkan sebagai titik awal kebangkitan mereka itu malah berakhir sebaliknya. Inggris kalah 1-2.
Permainan dengan intensitas tinggi yang ditunjukkan Perancis sejak awal membuat mereka kewalahan. Tembakan keras jarak jauh Aurelien Tchouameni membuka keunggulan Perancis di menit 17. Inggris mencoba merespons lewat aksi-aksi Harry Kane, Jude Bellignham ataupun Luke Shawn. Sayang, ketangguhan kiper Hugo Lloris menutup semua peluang Inggris.
Situasi sempat membaik di babak kedua. Pelanggaran Tchouameni terhadap Bukayo Saka di kotak pinalti berbuah pinalti. Harry Kane sukses mengeksekusi peluang ini.
Namun Inggris kembali harus gigit jari. Sundulan Oliver Giroud yang memanfaatkan umpan free kick Antoine Griezmann di menit 78 membuat Perancis kembali unggul.
Para pemain Inggris belum menyerah. Harry Kane mendapat kesempatan kedua di menit 84 lewat titik pinalti lagi. Namun sayang, keberuntungan tak menyertainya untuk yang kedua kali ini. Tendangannya melayang jauh. Dan Inggris pun akhirnya harus menyerah dengan skor 1-2.
Dunia sepertinya belum ingin berubah. Kekalahan Inggris atas Perancis makin menegaskan kegagalan mereka mengubah sejarah itu bukan sebuah pekerjaan yang mudah.
(EL)
Yogyakarta,11122022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H