3. Betapa Besarnya Godaan untuk Menyalahi Aturan
Semua orang paham kalau perbuatan menyalahi aturan itu tidak baik. Tapi godaan untuk melakukannya cukup besar. Apalagi kalau yang berbentuk materi. Sering membuat orang lupa diri.
Meskipun harga tiket saat sebelum reformasi KAI dahulu sangat murah meriah, nyatanya masih ada saja penumpang yang keberatan membayar dengan harga segitu. Mereka memilih menjadi penumpang gelap alias penumpang tanpa tiket.
Mereka selalu berusaha menghindar ketika ada pemeriksaan tiket. Atau menyerahkan selembar uang lima ribuan agar tak disuruh turun. Ya, sayang sekali, pengawasan waktu itu kurang ketat sehingga banyak orang memanfaatkan celah itu untuk melanggar aturan.
4. Betapa Berartinya Sebuah Kemudahan yang Diberikan
Memberi kemudahan pada seseorang dalam menyelesaikan urusannya merupakan sebuah kebaikan. Dan pihak KAI telah melakukannya dengan baik untuk penumpang yang ketinggalan kereta.
Ceritanya, waktu itu penulis ketinggalan kereta Bengawan dari Stasiun Tanah Abang ketika hendak balik ke Jogja. Kereta yang biasanya bisa molor 15-20 menit dari jadwal keberangkatan jam 19.00 itu, waktu itu malah sudah jalan saat jam 18.50. Alhasil, penulis yang datang lima menit kemudian ketinggalan kereta.
Seorang petugas kemudian memberi saran pada penulis untuk segera ke stasiun Pasar Senen untuk ikut kereta Progo yang baru berangkat jam 20.40 dan " tak perlu beli tiket lagi,"Â katanya.
Penulis pun mengikuti saran tersebut. Bergegas ke stasiun Pasar Senen dengan naik ojek. Dan benar saja, tak ada kewajiban beli tiket lagi bagi penumpang yang ketinggalan kereta meski beda kereta. Tapi resikonya ya, jatah tempat duduk jadi hilang. Lumayanlah, tak kehilangan duit 35 ribu waktu itu.
Kini, seiring perjalanan waktu, pelayanan perkeretaapian terus mengalami perbaikan. Penumpang mendapat kemudahan dan kenyamanan. Dan semua cerita masa lalu naik kereta api seperti yang diceritakan di atas tinggal kenangan saja.
(EL)