Ada beberapa hal yang bisa dijadikan alasan mengapa perlu dilakukan pengalihan dana rokok untuk subsidi minyak goreng ini.
1. Rokok bukan kebutuhan primer.
Rokok bukan kebutuhan primer, itu fakta. Kebutuhan primer kita adalah makanan dan minuman sebagai sumber energi untuk bertahan hidup.
Tidak makan, tidak minum dalam waktu lama mengganggu produktivitas, bisa menyebabkan sakit dan bahkan kematian. Tidak merokok tidak berpengaruh apa-apa. Buktinya, para ibu yang notabene tidak merokok masih bertahan hidup.
2. Rokok itu hanya bisa menyenangkan satu orang, sedang makanan enak akan menyenangkan semua orang.
Sebungkus rokok itu hanya cukup untuk untuk menyenangkan hati satu orang, yakni si bapak. Karena biasanya ibu dan anak yang belum dewasa tidak merokok, bukan? Artinya nilai kebermanfaatannya sangat kecil. Para ibu dan anak tak mendapat manfaat apapun, atau bahkan merasa terganggu dengan kehadiran rokok ini.
Sebaliknya, seliter minyak goreng yang dibeli ibu di pasar sudah cukup untuk menumis sayuran, menggoreng ikan, ayam, kerupuk, membuat sambal dan membuat banyak masakan enak lainnya. Seluruh anggota keluarga bisa makan enak. Bapak, ibu, dan anak merasa senang.
Di sini tampak jelas bahwa minyak goreng lebih penting ketimbang rokok. Jadi, dahulukan membeli minyak, beli rokok bisa ditunda.
3. Sebagai latihan mengurangi rokok.
Merokok itu merugikan kesehatan bisa menyebabkan penyakit kronis, itu fakta. Tapi banyak orang yang mengingkari fakta tersebut. Dan bagi yang sudah kecanduan merokok, sulit menghentikan kebiasaan ini.
Sebagian orang kemudian mencoba membuat resolusi untuk berhenti merokok. Namun banyak yang gagal. Godaannya amat berat. Nah, momen minyak goreng mahal ini sebenarnya bisa dijadikan sebagai ajang latihan mengurangi kebiasaan ini.