Pagi ini saya mendapatkan majalah atau tepatnya buletin tua, namanya Gema S.S.B.R.I. Ini buletin milik Serikat Sekerja Bank Rakjat Indonesia (SSBRI), yang terbit Juli-Agustus tahun 1953. Cukup tua kan? Buletin sedikit banyak menggelitik saya karena kesadaran berserikat dan bermedia di kalangan pekerja sudah sedemikian baik di saat itu. Gema SSBRI sebagai  alat juang mereka. Menurutku itu luar biasa.
Setidaknya ada tiga hal yang menarik menurutku di buletin itu. Pertama, laporan kunjungan  ke Serikat Buruh Bank di Tiongkok, tulisan soal kredit khususnya Kredit Tani dan tulisan tentang kemerdekaan menulis. Tiga poin itu sudah bisa menggambar suasana politik, sosial ekonomi masyarakat Indonesia saat itu.
Kunjungan ke Tiongkok, di antaranya melaporkan poin-poin jaminan sosial yang diterima serikat buruh negara itu. Misalnya jaminan kesehatan dan pengobatan, "Tarip pembajaran sengadja dibuat semurah-murahnja, setidaknya separoh atau setengahnja bila dibandingkan dengan tarip rumah sakit umum," demikian petikan tulisan laporan.
Juga diungkap adanya jaminan sarana rekreasi pada masa itu. "Gedung2 untuk itu didikan di pegunungan jang sedjuk hawanja, di pantai atau di pinggir-pinggir danau."
Kemudian dilaporkan pula fasilitas rumah makan dan toko-toko negara berharga murah untuk buruh dan rumah penitipan anak untuk buruh. "Di rumah penitipan Serikat Buruh Bank di Nanking misalnja, ongkos penitipan jang pertama hanya sebesar 5000 yen (djadi Rp  2.50) atau 1% dari gadji si ajah," demikian mengenai ongkis penitipan anak.  Juga diungkap adanya bantuan untuk serikat buruh dari pihak Bank.
... kami kemukakan bahwa penjelenggaraan prekreditan ketjil lewat saluran BRI dipenuhi:
1. dengan perantaraan bank desa. Untuk keperluan ini harus ada putusan DPR Kelurahan berdasarkan peraturan2 jang berlaku..... dst
Tulisan itu setidaknya bukti sejarah BRI bahwa sudah memiliki komitmen kuat membantu perekonomian rakyat kecil di dasa warsa pertama kemerdekaan RI.Â
Artikel menarik ketiga adalah soal jurnalistik dan kemerdekaan menulis. Pengelola Gema agaknya sudah memiliki kesadaran berjurnalistik yang baik ala jurnalis profesional.
Sebagai bukti, satu pengelola Gema SSBRI menjadi siswa angkatan pertama Akademi Wartawan Djakarta tahun 1950/1951. Â "Tegasnja disamping segala kebebasan, di samping segala kemerdekaan menulis dsb, kita sebagai buruh dan anggota organisasi jang terhormat, wadjib kita mengetahui dan menghormati kesusilaan dari karang-mengarang atau menulis..." demikian sebut artikel itu. Â
Diuraaikan pula beberapa Code Djurnalistik Indonesia yang disahkan konferensi wartawan di Malang 23 Februari 1947. Â Di antaranya soal pertanggungjawaban, obyektivitas, kejujuran, tertib dan kolegial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H