Pemain voli Jakarta Electric PLN, Yolla Yuliana dikenal sebagai salah satu atlet bola voli putri yang populer di media sosial. Kepopulerannya bisa dilihat dari jumlah followers Instagram yang menembus 1,6 juta pengikut.
Baru-baru ini, pevoli yang menjalani debut bersama Timnas Putri Indonesia pada umur 14 tahun itu buka suara mengenai dugaan pelecehan yang menimpanya. Dia menuding salah satu konten kreator fanbase voli sering mengunggah video-video yang menonjolkan lekuk tubuh atlet putri sebagai objektifikasi seksual di media sosial.
Pevoli kelahiran Bandung, 16 Mei 1994 itu pun mengamuk. Dia memuntahkan kekesalannya via Instagram Story-nya pada Minggu, 16 Juni 2024. Isinya menegur si pemilik akun dengan menampilkan bukti tangkapan layar video. Bahkan Yolla mengancam bakal mengambil langkah hukum.
"Tadinya respect sama akun ini. Sekarang jauh dari kata itu. Makin kesini makin kesana. Lihat, benar-benar saya laporkan ke polisi kalau ada post seperti itu lagi. Ini bukan saya saja, saya pikir semua atlet voli putri setuju dengan saya untuk laporkan akun ini ke jalur hukum. Tidak cukup minta maaf saja karena sudah merendahkan kita sampai menggiring orang untuk berpikiran negatif," tulis Yolla.
Bak umpan lambung, speak up pevoli yang pernah berperan sebagai kameo film karya Hanung Bramantyo berjudul Seteru itu pun di smash para pevoli putri lainnya hingga akun-akun fanbase voli di media sosial.
"Jadi, reminder untuk temen2 pers dan rekan2 fotografer, jangan sembarangan vidioin pemain apalagi cewe. Bahkan dikasih narasi nyeleneh. Hal itu bisa ngerusak citra pemain itu sendiri, padahal dia ga ngelakuin apa2. Tapi tau2 kena bully netizen," tulis akun X @volinesia, Minggu (16/6/2024).
Selang dua hari, pemilik akun fanbase yang diamuk Yolla membuat video permohonan maaf.
Sehat Atletnya, Sehat Kontennya
Dari kasus ini, acungan jempol pantas diberikan kepada Yolla karena telah berani bersuara.Â
Disisi lain, para atlet ternyata rentan menjadi ojektifikasi media, khususnya media sosial. Apalagi jika teknik pengambilan gambarnya dengan bumbu caption bernada seksisme justru memancing komentar warganet berisi ekspresi seksual yang berujung pelecehan.
Potongan- potongan video tersebut lantas viral tetapi yang dibahas justru bukan kekaguman terhadap prestasi olahraganya. Saking parahnya sampai DM-DM (Direct Message)Â mengirimkan pesan pribadi tidak pantas yang menembus ranah privat sang atlet.
Dari kasus ini juga menjadi pembelajaran bagi para konten kreator. Membuat konten bertentangan dengan etika, hukum, atau keselamatan hanya demi mengejar traffic, followers, engagement, hingga monetisasi. Yuk, sehat atletnya, sehat kontennya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H