"Kebanyakan pesanan datang dari Jabodetabek. Biasanya saya menggunakan jasa kurir ekspres JNE. Karena lokasinya dekat studio dan cepat sampai. Sehingga hasil penjualannya lumayan. Bahkan sejak semester 4 sampai sekarang saya mampu mengontrak rumah Rp 5 juta per tahun serta membiayai kuliah dan living cost sendiri," katanya, sambil menerangkan perbincangan kami berdua dengan Bahasa Inggris kepada temannya asal Vietnam bernama Lana.
Mereka kebanyakan turis dari belahan Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman, termasuk Amerika Serikat. Datang ke studio Buntari Ceramic lantaran ingin memiliki perabotan makan dan minum hasil kriya sendiri. Ada juga yang dibawa untuk kado bagi teman mereka di negara asalnya. "Teknik putaran miring Pagerjurang bagiku menjadi akar atau magnet. Maka banyak fokus desainku yang silindris," bebernya.
Sebelum mengakhiri obrolan di angkringan, saya bertanya apa cita-citanya. Sulung dari tiga bersaudara pasangan suami-istri Sagiman dan Sadiyem ini menjawab ingin menjadi ahli keramik atau keramikus. Dia juga bermimpi memiliki ceramic center di Bayat agar anak muda di wilayah Klaten bisa mempertahankan warisan adiluhung teknik putaran miring.
"Jujur, saya memiliki impian untuk mengembangkan potensi keramik lewat tradisi tekni putaran miring Pagerjurang ini. Karena dari segi SDA, SDM, dan kultural sudah kuat sekali. Tetapi mungkin bagi sebagian anak muda, pilihan terjun menggeluti gerabah atau sebagai perajin itu kalau sudah kepepet," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H