konflik antara Bosnia dan Herzegovina yang terjadi pada tahun 1992-1995 merupakan suatu konflik yang tragis di Eropa. Yang dimana melibatkan tiga kelompok etnis besar yaitu: Bosnia, Kroat, dan juga Serbia yang ditandai dengan adanya pertempuran dan pembersihan etnis.
Jika kita kembali mengulik sejarah mengenai pasca perang dunia IIHal ini menjadi sebuah konflik dan trauma atau luka mendalam pada masyarakat yang terkena dampak dari sebuah konflik yang terjadi. Karena konflik ini merupakan suatu konflik yang dapat dibilang sangat kompleks, maka dari itu melalui sudut pandang post-strukturalisme konflik ini akan dibahas lebih dalam.
Di Bosnia dan Herzegovina identitas suatu etnis ini tidak dapat dipahami sebagai sebuah identitas tetap, namun identitas ini merupakan hasil dari proses sejarah dan konflik. Yang dimana hasil dari proses sejarah dan etnis ini sangatlah kompleks atau bisa dibilang rumit serta juga selalu dalam kondisi yang seimbang.
Tokoh yang menerapkan konsep dekonstruksi yaitu Jacques Derrida mengatakan bahwasanya identitas itu sendiri selalu mengandung elemen yang saling bertentangan. Derrida juga mengatakan bahwa identitas tidak pernah murni atau stabil, hal ini muncul karena identitas yang dibentuk melalui sebuah proses diferensiasi yang membedakkan dirinya dengan yang lain
Jacquess Derrida juga berpendapat bahwa identitas dari seseorang ataupun kelompok yang ada selalu didefinisikan dalam sebuah hubungan yang bukan dirinya sendiri. Maka dari itu, identitas etnis selalu bersifat ambigu karena didalamnya mengandung elemen dari "yang lain" yang dimana berusaha mereka lawan.
Jika membahas identitas etnis di Bosnia dan Herzegovina sendiri dapat dikatakan bahwa identitas tersebut tidak dapat dipahami sebagai suatu identitas yang tetap. Namun sebaliknya, identitas ini merupakan suatu hasil dari proses sejarah dan juga politik yang kompleks serta selalu dalam kondisi yang seimbang.
Dalam konteks Bosnia dan Herzegovina itu sendiri identitas dari Bosnia, Kroat, dan Serbia terbentuk melalui aspek historis, politik, dan juga sosial yang saling bertentangan satu sama lain. Dengan kita melakukan dekonstruksi identitas etnis, kita juga dapat melihat bahwasanya identitas Bosnia, Serbia, dan Kroat juga tidak dapat sepenuhnya dipisahkan.
Namun dengan melakukan dekonstruksi pada identitas etnis di Bosnia dan Herzegovina, kita dapat melihat bagaimana suatu opini nasionalis digunakan untuk memperkuat perbedaan antaretnis meski banyak kesamaan antara kelompok-kelompok yang ada.
Identitas ini dapat dipertahankan melalui bidang pendidikan, media, dan juga budaya yang digunakan oleh para petinggi politik untuk menggerakan berbagai dukungan. Lalu dalam sudut pandang konflik, identitas etnis itu sendiri dapat digunakan sebagai suatu alat untuk menciptakan serta memperkuat perpecahan etnis yang ada.
Dialog Antaretnis
Selain Derrida, Michael Foucault juga menjelaskan bahwasanya sebuah kekuasaan bukan hanya represif saja tetapi juga bisa membentuk pengetahuan dan identitas sosial melalui diskursus atau dialog. Dalam konteks Bosnia dan Herzegovina diskursus etnis itu sendiri memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dan tindakan pada masyarakat.
Para pihak pemerintah dan juga elit politik yang ada menggunakan dialog etnis ini untuk membenarkan tindakan mereka dan juga mendukung beberapa terobosan. Diskursus atau dialog ini menciptakan sebuah narasi yang dimana menggambarkan para etnis lain sebagai sebuah ancaman dan juga musuh yang memperkuat kekuasaan mereka sendiri.
Dalam dialog antaretnis, media juga sangat berpengaruh penting dalam menyebarkan diskursus etnis selama konflik sedang terjadi. Media juga seringkali digunakan untuk menyebarkan propaganda etnis, yang dimana hal ini juga sangat berpengaruh pada kebencian antaretnis sehingga timbul rasa kebencian.
Lalu dalam sebuah media, penyebaran informasi yang tidak sesuai dan bisa dibilang provokatif melalui berbagai media massa yang ada dapat memperkuat hal negatif oleh para etnis. Dalam hal ini media tidak digunakan hanya untuk menyebarkan informasi saja tetapi juga bisa dibilang sebagai salah satu unsur atau instrumen yang digunakan untuk mempengaruhi interaksi sosial antaretnis yang sedang berkonflik.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memahami bagaimana dialog antaretnis ini digunakan, supaya dapat lebih efektif untuk dapat membangun pertahanan yang lebih kokoh terutama yang bersangkutan dengan suatu etnis. Karena dialog-dialog yang muncul ini merupakan hasil dari suatu proses yang dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi, politik, dan tidak lupa aspek historis.
Analisis dari post-strukturalisme terhadap konflik di Bosnia dan Herzegovina memberikan bukti bahwasanya konflik ini sangatlah rumit atau kompleks. Yang dimana dinamika identitas etnis itu sendiri yang saling terkait dengan kekuasaan dan juga dialog-dialog yang ada.
Pada dasarnya, identitas etnis bukanlah suatu hal yang tetap tetapi juga selalu dalam proses pembentukan melalui berbagai praktik sosial yang ada. Dengan melakukan dekonstruksi pada suatu identitas etnis, kita dapat melihat bahwa bagaimana aspek historis dan politik dapat digunakan untuk menggerakkan dukungan dan juga membenarkan adanya kekerasan.
Hal ini juga menekankan bahwasanya pentingnya melihat sebuah identitas etnis sebagai sesuatu yang dinamis atau seimbang dan juga terbuka terhadap perubahan yang ada. Dari analisis Post-Strukturalisme ini juga menyoroti mengenai kebijakan yang mendukung dialog antaretnis supaya konflik yang terjadi tidak terulang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H