[Al-Quran, surah Hud, ayat 118-119]
Memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda harus dirayakan sebagai sesuatu yang positif karena dengan perbedaan akan lahir sebuah keilmuan baru yang dapat menjadikan seorang manusia sempurna, jangan sampai menyebabkan konflik yang menyebabkan silahturahmi terputus.Â
Ini adalah sifat alamiah kita sebagai manusia yang mencerminkan semangat hidup manusia. Akan sangat disayangkan jika kita dapat berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai ras dan agama secara damai, tetapi hati bersifat dingin dengan saling memfitnah satu sama lain hanya karena kita memiliki pandangan yang berbeda, atau mengikuti aliran pemikiran yang berbeda.
Perbedaan pendapat dalam hal-hal yang berkaitan dengan praktik (Fiqh) adalah berkah dari Allah kepada umat ini.Â
Karena itu, janganlah kita cepat-cepat mengutuk dan mengejek pandangan orang lain yang mungkin tidak sama dengan kepercayaan yang kita anut. Kita seharusnya saling menghormati pendapat satu sama lain.Â
Bahkan para sahabat Nabi dan para ulama berbeda di antara mereka sendiri mengenai masalah Fiqh.Â
Diceritakan bahwa Abdullah Ibn Masud pernah mendengar seorang pria membaca Al-Quran dengan cara yang berbeda dari yang ia dengar dari Nabi. Dia segera membawa pria ini untuk menemui Nabi untuk memprotes masalah ini. Nabi berkata kepada mereka:
Yang berarti: "Kalian berdua telah berbuat baik."Â [Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari]
Begitulah kebijaksanaan Nabi dalam berurusan dengan perbedaan pendapat di dalam apa yang diizinkan. Masing-masing dari mereka memiliki bukti dan bukti sendiri yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar Islam.
Mari kita perhatikan pernyataan Imam Al-Qurtubi dalam bukunya Al-Jami 'Li Ahkam Al-Quran tentang perbedaan pendapat di antara para ulama. Dia menulis :
"Abu Hanifah dan para pengikutnya, serta Imam As-Syafi'i, berdoa di belakang para imam Madinah, di samping para pengikut aliran pemikiran Maliki meskipun mereka tidak membaca Basmalah (sebelum membaca AlFatihah) dengan suara keras maupun dalam suara rendah."