Mohon tunggu...
Binti Novita Sari
Binti Novita Sari Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa IAIN Jember

Tidak bisa melaksanakan semuanya, tapi bukan berarti harus meninggalkan semuanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Hukum Islam

17 Desember 2021   20:02 Diperbarui: 17 Desember 2021   20:05 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana Efek di Masyarakat Atas Perubahan UU Nomor 1 tahun 1974 ke UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan

Oleh: Alam Najibulloh NIM S20191101 KELAS HK3

Mengawali tulisan ini dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, mencoba mengamati dan meneliti tentang perubahan Undang-Undang yang sudah berubah, bagaimana dampak dan bagaimana teori masyarakat menyikapi perubahan Undang-Undang tersebut.

Undang-Undang Republik Indonesia no 16 tahun 2019 yang mana tentang perubahan Undang-Undang terdahulu yaitu Undang-Undang  No 1 tahun 1974 tentang pernikahan yang inti dari perubahan Undang-Undang tersebut adalah perubahan umur pernikahan anak perempuan yang awalnya 16 tahun menjadi 19 tahun. 

Undang-Undang No 1 tahun 1974 telah resmi di gantikan oleh Undang-Undang No 16 tahun 2019 yang mana diresmikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia melalui persidangan yang sampai munculnya sebuah revisi Undang-Undang, pada tanggal 14 Bulan Oktober tahun 2019 bertempat di Jakarta.

Perubahan Undang-Undang ini bukan semena-mena untuk merubah saja, akan tetapi banyak hal yang mendukung untuk dilakukannya perubahan Undang-Undang yang lama menjadi Undang-Undang yang baru, faktor yang mendukung perubahan Undang-Undang ini adalah, dirasa pada umur perempuan pada tahap 19 tahun, umur tersebut merupakan umur yang ideal bagi seorang perempuan untuk menjadi seoranh istri, pada umur 19 tahun juga perempuan dapat mendapatkan keturuan yang ideal dan sehat mengingat pada umur 19 tahun bukannlah umur bagi seorang anak-anak, karena umur anak-anak adalah dibawah umur 18 tahun, termasuk anak yang masih ada pada kandungan, di katakan pada Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak didefinisikan sebagaimana tersebut. 

Alasan lainnya adalah pada umur 19 tahun ini dapat mewujudkan pernikahan yang sehat dan baik, sehingga dapat mengurangi angka perceraian dini di Negara Republik Indonesia. 

Selain itu tujuan meningkatkan pernikahan atau kawin bagi perempuan yang mana ini disetarakan kepada laki-laki menjadi 19 tahun, karena jika seseorang menikah di umur anak-anak yaitu di bawah umur 19 tahun, anak akan tidak mendapatkan hak-hak anak, antara lain, hak perlindungan anak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak sosial dan lain-lain, maka dengan berubahnya umur nikah perempuan yang awalnya boleh kawin atau nikah pada umur 16 tahun menjadi 19 tahun, dapat mengurangi angka kematian ibu dan anak karena jika kalau menikah pada umur anak-anak yaitu 16 tahun, dimana pada umur 16 tahun adalah umur yang masih anak-anak atau umur yang terlalu kecil bagi perempuan yang sudah menikah dan mengandung pada umur tersebut.

Dalam perubahan ini tentunya terdapat pro kontra yang terjadi langsung di kalangan masyarakat, karena yang merasakan imbasnya langsung akan perubahan Undang-Undang ini adalah masyarakat, dalam lingkungan masyarakat di lingkungan sekitar saya, banyak yang kontra tentang perubahan Undang-Undang ini khususnya berubahnya umur perempuan yang ingin menikah yang awalnya bisa menikah pada umu 16 tahun lalu di tambah menjadi 19 tahun, sesuai adat yang berlaku di kalangan masyarakat, perempuan yang sudah berumur 16 tahun mereka sudah banyak yang dinikahkan oleh orang tuanya, bahkan pada umur 16 tahun sudah menempuh pendidikan di tingkat sekolah atas atau sudah lulus di tinggat SMA, mereka para orang tua berfikir, anak tersebut sudah mendapatkan hak-hak sebagai anak yang mana telah mendapatkan hak pendidikan karena sudah lulus di tingkat SMA, dan sudah mendapatkan hak perlindungan karena di anggap 16 tahun adalah umur dewasa dan sudah bisa menjaga diri sendiri.

Dengan adanya adat yang sudah di jalaskan di atas, tentunya banyak dari pihak masyarakat khususnya para orang tua yang mengajukan dipensasi umur kepada pihak yang berwajib supaya dapat melangsungkan pernikahan, alasannya adalah karena pernikahan disini bukan kemauan dari seorang anak saja karena keinginan orang tua yang ingin menikahkan anaknya pada umur 16 tahun yang sudah lulus di bangku SMA, kemudian efek atas perubahan Undang-Undang ini menambahkan beban bagi orang tua yang mana, jika orang tua kekeh ingin menikahkan anaknya pada umur 16 tahun maka orang tua harus berurusan pada berbagai perkara yang di perkarakan, dan pihak orang tua harus mengeluarkan berbagai ongkos, baik itu ongkos tenaga dan ongkos uang agar anaknya bisa menikah pada umur 16 tahun. 

Menurut saya yang sudah saya teliti tentang perubahan Undang-Undang dampaknya bukan hanya menambah beban para orang tua, akan tetapi dari cara orang tua menikahkan anaknya yang mana dibawah umur yang sudah di tentukan, menunjukkan bahwa hukum yang ada di negara kita ini tidak kuat dan lemah, karena bisa di beli dengan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun