Mohon tunggu...
Bintan Nisrina Qatrunnada
Bintan Nisrina Qatrunnada Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bintan Nisrina Qatrunnada Nurlliana

Lahir di Jakarta, 06 Desember 2001

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengidentifikasi Disproporsi: Analisis Keadilan Pajak di Indonesia

7 Maret 2024   09:07 Diperbarui: 7 Maret 2024   09:16 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak memegang peran krusial sebagai pilar utama dalam menciptakan pendapatan yang diperlukan bagi negara guna mendukung beragam program pembangunan serta layanan publik yang diperlukan oleh masyarakat. Walau begitu, ketika sistem pajak tidak dipandang adil, dampaknya jauh lebih luas daripada sekadar persoalan finansial. Ketidakadilan dalam sistem pajak dapat meresap ke dalam jaringan sosial, menciptakan ketidakpuasan, bahkan menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap keberpihakan dan transparansi pemerintah. Untuk mengatasi risiko ini, adalah suatu keharusan mendalami serta menganalisis dengan cermat aspek-aspek keadilan yang terdapat dalam struktur pajak yang berlaku di Indonesia. Melalui analisis yang mendalam terhadap keadilan pajak, dapat dijamin bahwa sistem pajak yang diterapkan mampu memberikan kesetaraan, keadilan, dan keterbukaan bagi seluruh lapisan masyarakat, memastikan bahwa beban pajak tidak hanya diterapkan secara merata namun juga menggambarkan keadilan distributif yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta sosial yang berkeadilan di dalam negeri.

Dalam tulisan ini, akan diuraikan analisis mendalam terkait dengan ketimpangan yang terdapat dalam struktur sistem perpajakan di Indonesia. Ketidakseimbangan dalam sistem perpajakan muncul saat tanggungan pajak yang dipikul oleh masyarakat tidak sejalan dengan kapasitas ekonomi yang mereka miliki. Permasalahan ini muncul dari sejumlah faktor kompleks, termasuk ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat serta implementasi kebijakan pajak yang belum mencapai sasaran yang tepat. Ketika distribusi pendapatan tidak merata, beban pajak yang dikenakan pun cenderung tidak seimbang di antara lapisan masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi yang beragam.

Disparitas ini semakin diperparah dengan kebijakan pajak yang belum optimal dalam menjangkau sektor-sektor yang seharusnya bertanggung jawab atas kontribusi pajak yang lebih signifikan, menyebabkan keragaman ekonomi tidak tercermin secara proporsional dalam tanggungan pajak yang dibebankan kepada individu dan entitas bisnis. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan menganalisis akar permasalahan ini guna merumuskan kebijakan perpajakan yang lebih adil, yang mampu menciptakan keseimbangan dalam distribusi beban pajak sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat, serta memastikan bahwa kebijakan pajak tepat sasaran demi mewujudkan sistem perpajakan yang lebih inklusif dan adil bagi seluruh spektrum ekonomi di Indonesia.

Sebelum memulai analisis yang mendalam, penting untuk merangkai pemahaman yang kuat mengenai konsep esensial dari keadilan pajak. Keadilan pajak bukanlah semata prinsip, melainkan fondasi utama yang menegaskan bahwa beban pajak harus dipartisi secara adil dan merata di antara seluruh warga negara, sejalan dengan kemampuan ekonomi individu masing-masing. Prinsip ini tidak hanya menjadi landasan moral, tetapi juga merupakan elemen kunci untuk menjaga keseimbangan dalam struktur pajak suatu negara. Di dasar pemikiran ini terletak asumsi yang mengatakan bahwa individu yang memiliki kapasitas ekonomi yang lebih tinggi seharusnya memberikan kontribusi pajak yang lebih besar daripada individu dengan kapasitas ekonomi yang lebih rendah, menjadikan sistem perpajakan bukan hanya alat pengumpul dana negara, tetapi juga alat untuk menyebarkan beban pajak secara proporsional dengan kemampuan ekonomi.

Langkah penting pertama dalam mengidentifikasi ketidakproporsian dalam sistem pajak adalah melalui analisis yang terstruktur menggunakan metode-metode yang telah dikembangkan oleh para pakar di bidang ini. Salah satu alat analisis yang dapat diterapkan adalah menggunakan indeks Gini. Indeks Gini bertindak sebagai pengukur ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan atau kekayaan. Nilai indeks Gini menunjukkan sejauh mana ketimpangan dalam distribusi tersebut: semakin tinggi nilainya, semakin besar ketidakmerataannya. Dalam konteks perpajakan, nilai indeks Gini yang tinggi akan mencerminkan ketidakseimbangan dalam distribusi beban pajak di antara berbagai lapisan masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi yang berbeda. Dengan demikian, melalui analisis indeks Gini ini, akan tampak sejauh mana disproporsi dalam sistem perpajakan Indonesia, memberikan landasan yang kuat untuk merancang perbaikan yang lebih efektif guna mencapai keadilan yang lebih baik dalam distribusi beban pajak sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

Untuk melakukan analisis disproporsi dalam sistem pajak di Indonesia, digunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Data yang digunakan adalah data pendapatan dan pajak yang terkumpul pada tahun 2020. Selain itu, juga dilakukan wawancara dengan beberapa ahli pajak untuk mendapatkan pandangan mereka mengenai keadilan pajak di Indonesia.

Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Menghitung nilai indeks Gini untuk distribusi pendapatan dan kekayaan di Indonesia.
  • Menganalisis besaran pajak yang dibayar oleh masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan.
  • Membandingkan besaran pajak yang dibayar oleh masyarakat dengan kemampuan ekonomi mereka.
  • Menganalisis kebijakan pajak yang diterapkan di Indonesia dan dampaknya terhadap keadilan pajak

Indeks Gini adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan atau kekayaan di suatu negara. Semakin mendekati angka 0, distribusi dianggap lebih merata, sedangkan semakin mendekati 1, distribusi dianggap lebih tidak merata.

Di Indonesia, pada tahun 2020, indeks Gini untuk distribusi pendapatan sebesar 0,380 menunjukkan bahwa ada tingkat ketimpangan yang cukup signifikan dalam pembagian pendapatan di antara penduduk. Artinya, sebagian penduduk mungkin memiliki akses lebih besar terhadap pendapatan sementara yang lainnya mungkin mengalami keterbatasan dalam hal ini. Hal ini mencerminkan ketidakmerataan dalam kesempatan ekonomi dan potensi akses terhadap sumber daya.

Lebih lanjut, indeks Gini untuk distribusi kekayaan sebesar 0,780 menunjukkan ketidakmerataan yang lebih besar dalam kepemilikan kekayaan di Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa sebagian kecil dari populasi memiliki proporsi kekayaan yang signifikan sementara sebagian besar masyarakat memiliki akses terbatas atau minim terhadap kekayaan atau aset yang ada.

Ketidakmerataan ini dapat memiliki dampak sosial, ekonomi, dan politik yang signifikan. Ketika distribusi pendapatan dan kekayaan tidak merata, hal itu bisa memperburuk kesenjangan sosial, menghambat mobilitas sosial, dan mengganggu stabilitas ekonomi serta sosial. Upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan ini bisa melibatkan kebijakan redistribusi pendapatan, pendidikan yang lebih merata, akses terhadap peluang ekonomi, serta perlindungan sosial yang lebih luas bagi masyarakat yang rentan.

Dalam hal besaran pajak yang dibayar oleh masyarakat, ditemukan bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung membayar proporsi pajak yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat dengan pendapatan tinggi. Hal ini terlihat dari fakta bahwa pajak penghasilan yang dibayar oleh masyarakat dengan pendapatan rendah mencapai 5-10% dari pendapatan mereka, sedangkan pajak penghasilan yang dibayar oleh masyarakat dengan pendapatan tinggi hanya sekitar 1-2% dari pendapatan mereka.

Namun, ketidakadilan pajak juga terlihat dari fakta bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung membayar pajak yang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan ekonomi mereka. Hal ini terlihat dari fakta bahwa pajak yang dibayar oleh masyarakat dengan pendapatan rendah mencapai 10-20% dari penghasilan mereka, sedangkan pajak yang dibayar oleh masyarakat dengan pendapatan tinggi hanya sekitar 5-10% dari penghasilan mereka.

Analisis juga menunjukkan bahwa kebijakan pajak yang diterapkan di Indonesia belum sepenuhnya tepat sasaran. Beberapa kebijakan pajak seperti pembebasan pajak bagi sektor tertentu dan pengurangan tarif pajak bagi sektor tertentu cenderung menguntungkan golongan tertentu saja, sementara golongan lain tidak mendapatkan manfaat yang sama.

Temuan analisis menunjukkan bahwa masih terdapat disproporsi dalam sistem pajak di Indonesia. Masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung membayar pajak yang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan ekonomi mereka, sementara masyarakat dengan pendapatan tinggi cenderung membayar pajak yang lebih kecil dibandingkan dengan kemampuan ekonomi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pajak di Indonesia belum sepenuhnya adil dan merata.

Analisis mendalam terhadap struktur sistem perpajakan di Indonesia mengungkapkan adanya ketidakadilan yang meresap ke dalam sistem tersebut. Meskipun pajak menjadi pilar penting dalam membangun pendapatan negara untuk mendukung program pembangunan dan layanan publik, ketidakadilan dalam sistem pajak tidak hanya menimbulkan dampak finansial, tetapi juga menyoroti masalah yang lebih luas dalam jaringan sosial. Disparitas dalam distribusi beban pajak di antara lapisan masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi yang berbeda menjadi sorotan utama, mengakibatkan ketidakmerataan yang menciptakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap transparansi pemerintah. Ini mengindikasikan bahwa sistem perpajakan belum sepenuhnya mampu mencapai kesetaraan, keadilan, dan keterbukaan yang dibutuhkan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi inklusif dan keadilan sosial di Indonesia.

Dalam analisis distribusi beban pajak, ditemukan bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung membayar proporsi pajak yang lebih besar dari penghasilan mereka daripada masyarakat dengan pendapatan tinggi. Namun, ketidakadilan juga tampak dari fakta bahwa beban pajak yang dibayar oleh lapisan pendapatan rendah terbilang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan ekonomi mereka, sementara lapisan pendapatan tinggi membayar pajak yang lebih kecil dari kapasitas ekonomi mereka. Hal ini menandakan bahwa sistem perpajakan masih belum mencapai tingkat keadilan yang diharapkan, dengan kebijakan yang belum merata dalam menerapkan beban pajak sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

Analisis juga menggambarkan bahwa kebijakan pajak yang ada masih belum mencapai sasaran yang tepat. Beberapa kebijakan pajak cenderung memberikan keuntungan kepada sektor tertentu, tidak merata dalam manfaat yang diberikan, dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan distributif. Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah kritis untuk mereformasi sistem perpajakan guna menciptakan keseimbangan distribusi beban pajak yang lebih proporsional sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun