Mohon tunggu...
Bintang wahyu junianto
Bintang wahyu junianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030043)

mahasiswa klemar - klemer yang ingin menjadi sukses

Selanjutnya

Tutup

Money

Geliat Bisnis Angkringan Mas Cendol Setelah Dihantam Pandemi

13 Juni 2022   13:34 Diperbarui: 13 Juni 2022   13:41 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada salah satu ikon menarik yang bisa dibilang nggak bakal mati di daerah jawa tengah sampai jogja. Ikon tersebut tidak lain adalah angkringan. Kuliner dengan kultur tradisional yang kerap menggunakan terpal sebagai atapnya ini, menurut saya sangat menarik untuk dibahas. Pasalnya, di sepanjang jalanan daerah jawa tengah dan sekitarnya selalu dihiasi oleh terpal angkringan.

Siapa yang nggak kenal angkringan? Tempat makan yang punya ciri khas menggunakan gerobak dan penutup terpal ini menyajikan berbagai makanan yang ramah bagi kantong. Selain nasi bungkus alias nasi kucing, kamu juga bisa menemukan gorengan, satai, dan lauk lainnya. Di sini, kamu juga bisa menemukan minuman nikmat seperti wedang jahe.

Angkringan mudah ditemukan di berbagai wilayah di Jawa Tengah. Hanya, tempat makan ini kadung identik dengan Kota Yogyakarta. Menariknya, sejarah angkringan ternyata nggak berasal dari Kota Pelajar, lo. Lantas, dari mana sih asal-usul angkringan?

Angkringan ternyata diprakarsai oleh warga Klaten yang bernama Eyang Karso Dikromo. Beliau berasal dari Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat.

Di Solo, angkringan dikenal dengan sebutan "Hik". Banyak orang lain yang kemudian terinspirasi untuk membuka usaha sebagaimana Mbah Karso. Istilah Hik pun semakin terkenal.

"Ada yang menduga dari cara penjualnya menjajakannya dengan sahutan 'hiyeek!'. Ada yang bilang pembelinya sendawa seperti itu. Versi lainnya saat penjual tersandung mengatakan 'hiyek!'. Jadi tidak pasti asal kata 'hik' itu," ungkap Suwarna.

Kepopuleran warung Hik di Solo pada 1940-an akhirnya merambah ke Yogyakarta pada 1950-an. Di tempat baru inilah, sebutan angkringan lahir.

Warung hik mas Cendol

Ada salah satu warung hik atau angkingan langganan saya yaitu warung hik Mas Cendol, alasan saya menjadi langganan warung hik mas cendol selain karena makananya yang enak sekaligus murah adalah karena hik Cendol ini dekat dengan rumah saya.

Di hik cendol ini kita bisa menemui makanan dan minuman yang umum di angkringan , mulai dari nasi kucing, sate koyor, sate kerang, es teh kampul, teh anget, dan berbagai makanan atau minuman lainya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Seperti warung hik yang lainya warung hik mas cendol ini juga menyajikan makanan dan minuman yang murah, nasi kucing dibandrol dengan harga Rp.2000, es teh Rp.2500, dan berbagai sate-sate an di hargai dengan Rp.2000 dll

Warung hik dengan pemandangan sawah hijau yang luas, di warung hik ini kita juga bisa menikmati pemandangan sawah yang terbentang luas.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Semenjak pandemi covid-19 memang membuat semua lini kehidupan masyarakat goyah, tidak terkecuali angkrinagan mas cendol ini.

"ya turun lah mas sekitar 50%" kata mas cendol saat saya temui

Karena pandemi penjualan di angkringan mas cendol memang turun 50% dan memang karena hal ini menjadi kan mas cendol harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhanya

Namun pasca di hantam pandemi penjualan di angkringan mas cendol sudah pulih seperti sedia kala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun