Mohon tunggu...
Bintang Rizki
Bintang Rizki Mohon Tunggu... Ilmuwan - ASN Provinsi NTB

Traveler Blogger www.facebook.com/bynthajja @bintangrizki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Reklamasi Pulau Bungin untuk Mempertahankan Sosial Budaya Masyarakat Suku Bajo

13 Juni 2016   14:19 Diperbarui: 14 Juni 2016   02:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulau Bungin terletak di Pulau Sumbawa, Provinsi NTB. Namun penghuni pulau Bungin bukanlah orang asli Sumbawa, tetapi suku Bajo, Sulawesi Selatan. Konon, zaman dahulu orang-orang suku Bajo gemar bertualang, mengembara dan dikisahkan bahwa orang-orang Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelaut ulung. Inilah awal kisahnya, hingga pelaut tersebut mendarat di pulau Bungin, Kabupaten Sumbawa. Si pelaut mendiami pulau Bungin dalam waktu yang lama, ternyata Ia tidak seorang diri melainkan bersama kerabatnya.

 Ikatan kuat diantara mereka membuat mereka enggan untuk meninggalkan pulau Bungin hingga Pulau Bungin tidak mampu lagi menampung sebagian dari mereka, akhirnya dilakukanlah reklamasi pulau dengan menumbuk batu karang yang telah mati selama beberapa tahun. Ini terjadi jika ada kerabat yang ingin menikah, dan disarankan untuk menikah sesama mereka. Syarat menikah yang cukup mudah namun butuh perjuangan panjang, mereka yang ingin menikah wajib memiliki lahan sendiri dengan reklamasi tersebut, jadi jika belum ada lahan disarankan menunggu dengan sementara menumpang di tempat orang tua. Tidak seperti pada umumnya, membeli tanah, di Pulau Bungin di mana saja bisa membangun lahannya sendiri, asal mampu mereklamasinya.

Fakta unik lainnya adalah tidak ada pohon di pulau ini, meskipun ada, hanya sekedarnya saja. Kambing-kambing yang hidup di sana sudah terbiasa melahap kain atau kertas, karena tidak ada rumput-rumput atau pepohonan yang bisa dijadikan santapan. Namun meski demikian, penulis memperhatikan kekuatan kekerabatan sesama mereka semata-mata untuk mempertahankan sosial budaya masyarakat yang kini kian bergeser oleh zaman. Di saat globalisasi mengancam, masyarakat Pulau Bungin masih eksis dalam peradabannya, mempertahankan budaya-budaya mereka. Jika dilihat saat ini sangat sulit untuk mempertahankan sosial budaya ditambah adanya era serba berkepentingan.

Saat ini reklamasi giat dilakukan oleh beberapa daerah kepulauan bahkan Jakarta juga ikut berpartisipasi. Memang pro kontra datang dari kegiatan reklamasi tersebut, dimulai dari rusaknya biota laut, perlunya sanitasi hingga dana yang tidak sedikit. Tapi sebagian besar reklamasi untuk kepentingan wisata selalu didominasi oleh pihak lain, alias pihak asing. Pemilik wilayah sekalipun terkadang tidak mencicipi lahannya sendiri.

Jika reklamasi pulau untuk mempertahankan diri, ada baiknya seperti Pulau Bungin, tetapi jika bisa, biarkan saja pulau itu menjadi dirinya sendiri, tinggal kita mengembangkannya, tidak perlu reklamasi yang kadang hanya menguntungkan pihak tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun