Oleh: Bintang Rizki Sakinah
Â
Pagi yang cerah datang menghampiri disambut hangatnya sang mentari. Sejenak aku menghirup udara pagi ini, udara kebebasan dari asap polusi yang tak henti menyelimuti kota Jakarta. Aku berjalan dan melihat sekitar yang amat menyibukkan. Sebagai anak sekolah kedinasan, yang ku punya adalah segenggam cita-cita tinggi dan tekad untuk memberi kebahagiaan bagi segelintir orang-orang yang ku sayang. Tentu tidak mudah, angan-angan itu memang selalu ada, tetapi realisasi yang terkadang tersendat.
Ku buka buku tulis bergambar jantung yang katanya bermakna cinta. Ya, cinta bisa membuat kita tetap bangkit, terkadang menjadi bumbu kehidupan untuk membuat hidup selalu bergairah. Ku lihat sejenak cita-cita yang pernah ku tulis, berharap bisa terwujud satu per satu. Ku lihat diriku yang tak sekedar biasa saja, tapi ku yakin akan lebih dari luar biasa.
Ku susuri setapak demi setapak kehidupan, harapan akan masa depan cerah selalu terbayang. Walau sekitaran tak menunjukkan aroma persahabatan. Tersudutkan, adalah hal terpahit yang pernah ada. Merasakan bagaimana hidup hanya menjadi sindiran dan cacian orang lain. Tak masalah, sebagai atlet pimpong aku yakin, hidup itu ibarat bola pimpong. Dalam suatu perlagaanpun ku yakin tidak ada hasil yang seri, sekalipun ada akan dicari lagi siapa yang menang. Dari itu aku terus yakin, yakin akan ada mentari setelah malam gelap gulita.
Sesaat aku mengingat apa yang dikatan mereka..ku ikhlaskan satu persatu untuk tetap tegar, dan ternyata benar, aku menang satu point. Aku berhasil menunjukkn aku bisa lebih baik dengan caraku sendiri. Lebih dari itu, semangatku semakin menggelora untuk membuktikan bahwa aku bisa jadi pemenang. Tingal menunggu waktu, di tengah kehampaan ku hanya bisa berkata, tidak ada usaha yang menghianati hasil...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H