Selayaknya aspek fisik dan sosial, aspek emosional pada lansia juga perlu dijaga kesehatannya agar lansia tetap mendapatkan kebahagiaan, kedamaian, dan kepuasan hidup (Wijayanti dan Purwito 2020). Edukasi adalah proses penyampaian pengetahuan mengenai suatu topik tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Adanya pemahaman yang mendalam akan menghasilkan pola pikir yang positif (Umasugi 2021). Edukasi dilakukan dengan sosialisasi yang meliputi rangkaian penyampaian materi dan gambaran mengenai keadaan emosional lansia. Penulis juga memberitahukan manfaat menguatkan emosi lansia. Sosialisasi bertujuan untuk memperkenalkan informasi baru kepada peserta yang mengikuti sosialisasi tersebut. (Aidah et al. 2022). Edukasi penting untuk dilaksanakan dalam mewujudkan optimalisasi dimensi lansia tangguh yaitu dimensi emosional.
Untuk itu, sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi tersebut, Bintang Restu bersama rekannya, Della Maria, Mila Meilasari, Mirza Aerunnisa, dan Amirah Syuaib selaku mahasiswa IPB University merancang program untuk lansia bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bogor. Program ditujukan kepada lansia yang berada di Sekolah Lansia BKL Wijaya Kusuma, Ciomas, Bogor. Program ini akan dilaksanakan secara offline di Sekolah Lansia BKL Wijaya Kusuma dalam bentuk edukasi dan pengukuran. Edukasi dilaksanakan sebanyak dua pertemuan. Pertemuan edukasi pertama yang dilaksanakan pada 8 Mei 2024 tersebut membahas mengenai pengenalan terhadap kecerdasan emosional. Sebelum memulai sesi edukasi, peserta kegiatan diberikan soal pre-test sebanyak 15 soal yang bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman awal mereka terkait topik yang akan dibahas dan post-test sebanyak 15 soal setelah diberi paparan materi.Â
Selain pemaparan materi utama, peserta juga diberikan video informatif dari YouTube yang membahas cara menjadi pendengar yang baik. Video berdurasi 5 menit tersebut dirancang untuk membantu peserta memahami pentingnya komunikasi yang efektif dalam membangun hubungan yang positif dengan sekitar sebagai bentuk kecerdasan emosional yang baik. Sebagai langkah pendukung, lansia diajak untuk melakukan kegiatan berupa sesi sharing bersama rekan kelompok selama sekitar 30 menit. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang saling mendukung di antara para lansia, sehingga mereka dapat berbagi pengalaman, memberikan dukungan emosional, dan memperkuat rasa kebersamaan dalam komunitas mereka.
Program kedua dilaksanakan pada 6 Juni 2024 dan berlokasi di tempat yang sama, yaitu Sekolah Lansia BKL Wijaya Kusuma, Ciomas. Program ini juga merupakan program edukasi lanjutan yang membahas tentang pentingnya kontrol diri pada lansia. Setelah rangkaian edukasi selesai dilaksanakan, kegiatan dilanjutkan dengan tahap pengambilan data menggunakan instrumen Trait Emotional Intelligence Questionnaire (TEIQue). Pengambilan data ini dilakukan melalui kunjungan langsung ke rumah responden, yang dijadwalkan selama lima hari kepada 30 orang lansia.Â
Hasilnya, pada program edukasi, target dikatakan tercapai karena terdapat peningkatan pengetahuan lansia pada dua program edukasi. Pada edukasi pertama, didapatkan bahwa rata-rata nilai pre-test peserta adalah 75,5, sementara rata-rata nilai post-test meningkat menjadi 96,7. Sedangkan, pada edukasi kedua didapatkan bahwa rata-rata nilai pre-test peserta adalah 71,7, sementara rata-rata nilai post-test meningkat menjadi 91,6. Lebih jauh, hasil pengukuran yang didapatkan cukup bervariasi.Â
Usia peserta terendah lansia yang mengikuti edukasi dan oengukuran adalah di bawah 60 tahun sebanyak satu orang dan tertinggi adalah di atas 70 tahun sebanyak sembilan orang. Mayoritas lansia masih memiliki pasangan lengkap dan tinggal bersama anak yang juga berperan untuk menemani mereka. Pengukuran TEIQue dengan total 15 pernyataan akan menunjukkan hasil kualitas kecerdasan emosional lansia dalam bentuk kategori. mayoritas peserta memiliki kualitas kecerdasan emosional yang terkategori sedang sebanyak 63.3% atau sebanyak 19 orang. Artinya, peserta program memiliki kecerdasan emosional yang cukup baik dan berpengaruh terhadap hubungan sosialnya dengan keluarga maupun tetangga di sekitarnya. Namun, berdasarkan wawancara singkat sebagai pendukung data, beberapa lansia menyatakan bahwa mereka cenderung kesulitan mengatur emosionalnya dan hidup dengan emosi tersebut selama bertahun-tahun. Mereka cenderung mudah kesal, marah, dan kurang mentolerir hal-hal yang tidak sesuai standar mereka. "Saya ga banyak mengurusi orang lain, tapi ngga tau kenapa ya, kadang saya suka cepat marah," ujar salah satu lansia. Beberapa lansia lainnya tidak memiliki masalah emosional karena masih memiliki pasangan sebagai teman untuk bertukar pikiran, anak yang mengasihi mereka, dan lingkungan yang juga terdiri dari banyak lansia. "Saya cerita apapun ke istri saya. Jadi kalau anak dan cucu sibuk juga ga terlalu bosan," ujar lansia lainnya. Dengan adanya edukasi yang disampaikan di Sekolah Lansia BKL Wijaya Kusuma, para lansia menjadi tersadarkan betapa pentingnya untuk mengontrol emosi mereka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H