Indonesia dan Indomilk
Saat ini masyarakat Indonesia kembali diramaikan dengan pemberitaan tentang kemasan Indomilk yang dianggap membawa pesan tersembunyi. Kemasan tentu mempunyai daya iklan juga.
Laporan situs Liputan 6 (30/4/13) menyinggung gambar kemasan Indomilk yang menampilkan dua pria dewasa yang mengapit seorang anak laki-laki sehingga dianggap mengirim pesan tentang pasangan sesama jenis.
Apakah berbagai reaksi terhadap kemasan ini adalah sudah berlebihan?
Di tengah upaya terang-terangan negara-negara seperti AS dan Inggris untuk menyebar-luaskan praktek hubungan sejenis (lepas dari penolakan dari masyarakatnya sendiri) membuat penilaian itu menjadi wajar-wajar saja. Kewaspadaan membutuhkan kekritisan.
Lagi pula upaya 'pencitraan' lewat gambar oleh Indomilk ini tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah “ketidak-pekaan budaya” dari pihak pemasaran Indomilk, seperti yang diusulkan oleh ahli Silih Agung Wasesa.
Karena kalau demikian adanya, tahun 2011 yang lalu, yaitu ketika muncul komplain terhadap gambar di kemasan susu ini, pihak Indomilk telah mengganti penggambaran yang mempunyai dampak psikologi itu, terutama tentu saja terhadap anak-anak.
"Kejahatan Korporasi"
Farid Muadz, aktivis pembela perempuan dan anak korban kekerasan, terang-terangan menyebut bahwa korbannya bukan hanya anak-anak, tetapi juga orangtua, karena “informasi berupa gambar itu berisi pesan berbahaya bagi masa depan anak-anaknya,” demikian tulisnya di Kompasiana.
Bagi Muadz, tindakan Indomilk ini merupakan “kejahatan korporasi” karena “mengelabui konsumennya agar mengkonsumsi barang yang diproduksinya dengan menyelipkan informasi dan promosi yang menyesatkan dan menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya.”
Atau juga dapat dikategorikan sebagai “social crime” (kejahatan sosial), jika saja dapat dibuktikan unsur kesengajaannya.