Ada sebuah kalimat yang cukup menohok dari Ustaz Yusuf Mansyur, pimpinan wisata hati. Beliau mengatakan bahwa beliau lebih bangga melihat anaknya rajin shalat dan bisa membaca Al-Quran dari pada nilai raopornya tinggi, tapi tidak shalat dan tidak bisa membaca Al-Quran.
Prestasi Dunia vs Prestasi Akhirat
Apa;ah gunanya ranking satu di kelas jika kelak kita harus menanggung beban berat di akhira. Prestasi dunia hanya menjadi penghiasnama baik di dunia yang fana. Piala berjejer di ruang tamu hanya sebagai penghibur kala tamu  yang dating memuju-muji kita sebagai anak yang hebat dan berbakat. Tapi ingatlah kawan, dunia hanya sementara. Sedang kesenangan dan kebanggaan di alam abadi justru dilupakan.
Jika kita ingat petuah Rasulullah, kita pun akan menjumpaibetapa rasul sangat mnekankan prestasi ibadah ini lebih diapresiasi oleh orang tua. Juga sebaliknya, kecerobohan dan kelalaian sang anak terhadap ibadahnya perlu mendapat peringatan keras dari sang orangtua agar kelak di usia dewasanya sang anak terbiasa untuk takut melaggar.
Prestasi abadi
Padahal pestasi dalam bidang keagamaan itulah yang kelak dijadikan pertanyaan di padang mahsyar. Kelak, anak bisa menjadi penolong para orangtua, jika orang tua ketika di dunia mendidik anaknya dengan benar. Ketika anak dimasukkan kedalam surge, semenara sang orangtua terperosok dalam jurang nerak, fenimena akhirat ini mungkin akan terjadi.
Begitupun sebaliknya. Ketika seorang anak terperosok ke dalam neraka sementar sementara orang tuanya beranjak menuju surga, bisa saja sang anak kelak akan prots kepada Tuhan.
Tidak ada kata terlambat
Lalu bagaimana jika dulu sudah terlanjur kurang intes mendalami agama? Rasanya tidak ada yang terlambat untuk memulai sebuah kebikan. Termaasuk balajar, perintah belajar dimulai dari gendongan ibu sampai ke liang lahat. Mulailah saat ini mempelajari islam. Petuah klasik mewasiatkan, orang yang tak paham ilmu umumbagaikan orang cacat, sedangkan orang yang tak paham ilmu agama bagaikan orang buta. Mau pilih mana, cacat atau buta? Tentu saja kita akan memilih menjadi manusia sempurna yang tidak cacat dan tidak buta. Yang mahir ilmu umum dan mengerti agama. Yang otaknya brilian, hatinya tajam. Yang pikirannya intelek dan akhlaknya mulia. Yang genius sekaligus religious.
Prestasi akhirat melejitkan prestasi dunia
Orang saleh itu, jernih hatinya, tulus senyumnya, teduh parasnya. Diamnya adalah zikir, ucapannya adalah nasihat, tingkahnya adalah ibadah. Ia luoa dengan kebaikannya, selalu ingat dosa-dosanya, seluruh perbuatannya yang ia tuju hanya cinta-Nya.
Orang saleh itu, menjadi penyejuk saat sekitarnya memanas. Menjadi penghangat saat sekitarnya membeku. Menjadi entera saat sekitarnya gelap gulita.
Orang saleh itu, tak kikir menebar wanginya. Tak pelit menebar cinta. Bahagia dengan kesuksesan bersama. Ketika berada didekatnya, kita termotivasi untuk ibadah, dan malu bermaksiat kepada-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H