Namun, Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% diprediksi akan memberikan tekanan tambahan terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah. Dalam konteks ekonomi Indonesia, konsumsi rumah tangga merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi yang berkontribusi sebesar 51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan kenaikan PPN, harga barang dan jasa akan meningkat, yang secara langsung mengurangi kemampuan masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok maupun barang sekunder (Helmizar et al., 2022)Â
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga di Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan sejak pandemi COVID-19, dan meskipun telah ada pemulihan, daya beli sebagian besar masyarakat masih belum kembali ke tingkat sebelum pandemi. Kenaikan PPN, meskipun terlihat kecil secara persentase, akan berdampak besar pada pengeluaran rumah tangga, terutama untuk kebutuhan esensial seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini karena barang-barang tersebut mendominasi alokasi anggaran sebagian besar keluarga di Indonesia.
Sebagai contoh, sebuah keluarga dengan pendapatan Rp5 juta per bulan yang sebelumnya mengalokasikan sekitar Rp3 juta untuk kebutuhan sehari-hari, kini harus membayar tambahan pajak sekitar Rp30 ribu untuk belanja dengan nilai yang sama. Jumlah ini mungkin terlihat kecil untuk kalangan menengah ke atas, tetapi untuk keluarga berpenghasilan rendah, kenaikan ini dapat berarti pengurangan akses terhadap barang lain, seperti tabungan pendidikan atau biaya kesehatan.
Selain itu, kelompok masyarakat yang rentan seperti buruh informal, petani, dan nelayan, yang pendapatannya tidak stabil, akan merasakan beban yang lebih besar. Ketika harga barang meningkat, mereka tidak memiliki fleksibilitas pendapatan untuk menutupi selisih tersebut, yang berpotensi memperbesar tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Perbandingan dengan Negara-negara ASEAN
Menurut Ferdian (2021), tarif PPN di Indonesia saat ini masih relatif rendah dibandingkan dengan banyak negara lain. Namun, jika dilihat di kawasan Asia Tenggara, tarif tersebut tergolong cukup tinggi, berada di bawah Filipina yang menetapkan tarif sebesar 12%. Dengan rencana kenaikan tarif menjadi 12%, Indonesia akan menyamai Filipina.Â
Berdasarkan data tersebut, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, terlihat jelas bahwa tarif PPN Indonesia relatif lebih tinggi. Dimana Timor Leste 2,5%, Myanmar 5%, Laos & Thailand 7%, Singapura 9%, Kamboja, Malaysia, dan Vietnam sebesar 10%.
Persepsi Masyarakat Terhadap Kenaikan PPN
Topik kenaikan tarif PPN tengah ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya pada aplikasi X/Twitter. Berbagai opini publik muncul dengan dipenuhi pendapat kontra terhadap kebijakan tersebut. Bahkan, tagar-tagar provokatif seperti #TolakPPN12Persen dan #PPNmemperkuatOligarki sempat menjadi trending topic. Meskipun demikian, muncul juga tagar tandingan yang mendukung kenaikan PPN seperti tagar #PPNMemperkuatEkonomi. Tagar tersebut kemudian diduga berasal dari gerakan yang dibuat oleh buzzer pemerintah.Â
Hal ini menunjukkan, besarnya animo publik terhadap penolakan kebijakan kenaikan PPN memang sangat besar. Maka pemerintah panik dan memerlukan opini tandingan agar rencana pengimplementasian kebijakannya dapat terlaksana dengan lancar.Â