Mohon tunggu...
bintang masnola
bintang masnola Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kesejahteraan Sosial UNPAD

Social Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penjurusan SMA di Indonesia sebagai Masalah Sosial

13 Desember 2020   13:54 Diperbarui: 28 April 2021   10:57 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Problematika penjurusan SMA. | kompas.com

Apa yang ada di pikiran anda ketika mendengar kata masalah sosial? Apakah otak anda segera memproses gambar-gambar kondisi kemiskinan di ibukota? Atau kasus pencurian sepeda motor di kelurahan sebelah? Atau bahkan, kasus narkoba yang menimpa anak tetangga anda? Ya, semua yang saya tuliskan atau terlintas di benak anda tadi adalah contoh masalah sosial yang sedang marak terjadi.

Namun, apa itu masalah sosial?

Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. 

Kemudian Arnold Rose menuliskan dalam bukunya bahwa masalah sosial adalah situasi yang tidak diinginkan dan dianggap akan mempengaruhi pada keadaan masyarakat yang akhirnya kondisi terbut haruslah diberikan upaya pengubahannya. Bulmer menyatakan masalah sosial adalah situasi dan kondisi yang tidak diinginkan oleh masyarakat, karena adanya paradigma kesalahan sosial atau gejala sosial yang dinggap tidak wajar.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah kondisi yang terjadi di masyarakat dimana adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan dan karena dianggap tidak wajar serta berpotensi membahayakan maka hal ini harus diatasi. Ada banyak faktor penyebab terjadinya masalah sosial. 

Dalam bukunya, Soerjono Soekanto  menyebutkan bahwa masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan. Untuk mengetahui secara spesifik mengapa masalah tersebut dapat terjadi diperlukan penelitan dan pendekatan-pendekatan keilmuan.

Masalah sosial sulit ditangani. Hal ini disebabkan karena masalah sosial melibatkan banyak pihak. Mulai dari masyarakat di sekitar tempat tinggal anda hingga ke pemerintahan negara. Masing-masing pihak tersebut memiliki perbedaan pandangan. 

Ini merupakan suatu kewajaran karena manusia adalah makhluk yang abstrak. Seperti misalnya, LGBTQ adalah masalah sosial di Indonesia. Akan tetapi, belum tentu masalah tadi dianggap sebagai masalah sosial di negara lain. Perbedaan pendapat ini dapat menghambat pemecahan masalah sosial dikarenakan tidak adanya kesepakatan untuk menganggap bahwa hal tersebut adalah sebuah keabnormalan

Masalah sosial yang akan saya ungkapkan adalah penjurusan SMA di Indonesia. Topik ini sudah menjadi perdebatan sejak kedua orang tua saya menempuh bangku sekolah. Jika membicarakan penjurusan maka akan sangat tepat jika kita menggunakan Teori Labelling dalam mengkajinya. 

Teori Labelling menjelaskan bahwa masalah sosial dapat muncul karena perbedaan interpretasi suatu fenomena. Aktor menganggap wajar dan masyarakat menganggap menyimpang. 

Hal ini dapat kita lihat saat seorang anak ingin mengambil jurusan IPS maupun Bahasa sedangkan keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya menganggap mengambil jurusan tersebut adalah perbuatan yang disayangkan. Terlebih jika anak tersebut di kategorikan sebagai anak yang pintar. Ia akan dipaksa memilih jurusan IPA. Hal ini tentu dapat membuat psikologisnya tertekan dan memicu masalah lainnya timbul.

Label yang diberikan oleh masyarakat kepada aktor dapat mengubah pandangan aktor akan perilakunya, yang awalnya wajar menjadi tidak wajar. Mereka yang di cap sebagai anak jurusan A dengan karakteristik tertentu lama kelamaan akan bersikap seperti cap itu sendiri. 

Meski pada kenyataannya sikap asli mereka tidaklah seperti itu. Begitu pula anak yang sudah diberi doktrin bahwa siswa jurusan A anaknya seperti ini jurusan B anaknya seperti itu. Hal ini akan mempengaruhi pola pikirnya dan munculah generasi diskriminatif jurusan yang baru. 

Tidak hanya dari masyarakat, diskriminasi ini juga terlihat dari pemerintahan sendiri. Jurusan IPA selalu lebih banyak dibandingkan IPS dan Bahasa merupakan jurusan dengan kelas paling sedikit. Dari 116 SMA di Jakarta, hanya 14 sekolah yang membuka kelas bahasa. 

Jika anda ingin melihat lagi contoh kasusnya, cobalah ketikan nama Nosa Sandi Prasetyo. Seorang anak jenius yang berhasil meretas sistem keamanan Google dan mendapatkan reward sebesar USD 7,500,00. Ironisnya, Nosa tidak dapat masuk ke jurusan Teknik Informatika di PTN seperti yang dia ingikan karena ia berasal dari jurusan IPS. Akhirnya ia meneruskan studinya ke universitas swasta.

Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Diskriminasi dan stigma buruk masyarakat akan terus tumbuh jika tidak ada upaya menghentikannya. Korban dari masalah ini adalah para anak sendiri. 

Mereka dipaksa menjadi apa yang bukan mereka inginkan. Bidang keilmuan Indonesia tidak akan berkembang secara merata jika hanya satu bidang yang dikembangkan dan dihebatkan. 

Untuk memperbaikin sistem penjurusan dalam pendidikan ini kita dapat mencontoh Finlandia. Negara dengan sistem pendidikan paling maju di dunia. Mereka tidak menggunakan sistem penjurusan. Selama 9 tahun di sekolah dasar mereka tidak mendapatkan ujian. 

Hanya satu kali ketika mereka berumur 16 tahun. Finlandia menyerahkan pengaturan kurikulum sepenuhnya ke guru. Oleh karena itu guru di Finlandia harus memiliki gelar minimal S2. Tidak ada kelas reguler maupun spesial. Semua anak memiliki kesempatan yang setara.

Jika Indonesia mampu menciptakan penyetaraan ini maka semua pandangan negatif masyarakat akan sirna. Sistem pendidikan Indonesia akan berubah menjadi lebih baik dan masalah yang selama ini terjadi dapat terselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun