Mohon tunggu...
Putri Gerry
Putri Gerry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Inovasi Balitbang PUPR Menghadang Banjir

13 Desember 2015   14:54 Diperbarui: 24 Desember 2015   14:18 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir tahun menjelang, musim hujan sudah datang.

Bisa dirasakan bukan, betapa hari-hari terakhir ini lebih sering hujan. Menyenangkan memang, dan udara menjadi jauh lebih sejuk untuk daerah yang biasanya panas seperti Jakarta ini. Namun seiring datangnya musim hujan, selalu dibarengi dengan kekhawatiran akan datangnya banjir.

Di kota-kota besar seperti Jakarta ini, ketika menjelang musim hujan langsung bergerilya mengerahkan pasukan kuning. Pasukan kuning dari dinas kebersihan kota Jakarta ini tampak sibuk dan sigap membersihkan saluran air, memotong dahan-dahan pohon pinggir jalan yang mungkin bisa jatuh akibat hujan dan angina kencang, juga membersihkan sungai agar lebih dalam dan lebih siap untuk menampung debit air yang lebih banyak.

Selain pengerahan pasukan kuning, pencegahan banjir juga dilakukan oleh Balitbang PUPR dalam bentuk inovasi bangunan. Sedikitnya terdapat 3 solusi dari Balitbang PUPR yang bisa digunakan sebagai pencegah banjir.

1. Resapan Buatan

Kita sering mendengar banyak orang mengeluh kalau hujan datang, banjir. Sementara ketika musim kemarau, air tanah langsung menghilang. Kekeringan di mana-mana. Sebenarnya air hujan yang turun ke bumi akan langsung terbagi menjadi 2. Menjadi aliran permukaan dan sebagian meresap membentuk air tanah.

Perlu kita ketahui, kemampuan tanah menyerap air hujan untuk kemudian dijadikan air tanah tidak akan bertambah kemampuannya seiring waktu. Sementara ketersediaan lahan untuk menyerap air hujan menjadi air tanah semakin tergerus oleh pembangunan. Selain itu seiring bertumbuhnya manusia, maka semakin besar pula kebutuhannya. Itu lah sebabnya penggunaan air tanah juga semakin meningkat. Pemasukan tetap, sementara pengeluaran meningkat. Lambat laun akan tekor.

Untuk mengatasi ini, Balitbang PUPR menelurkan solusi untuk membuat Resapan buatan. Kita mungkin sering mendengar lubang biopori. Adalah lubang yang dibuat dengan menggunakan linggis atau sejenisnya dengan kedalaman beragam pada tanah dan diameter yang kecil untuk memudahkan air masuk ke dalam tanah. Solusi resapan buatan dari Balitbang PUPR ini konsepnya sama persis seperti lubang biopori pada tanah.

Resapan buatan Balitbang PUPR dibuat lebih besar dan lebih terencana dengan diameter yang lebih besar dan menggunakan bahan bangunan sebagai penutup dan pelapis dindingnya. Menjadikannya lebih banyak menampung air dan lebih kokoh.

2. Bangunan Peresap

Masih ada satu lagi yang memiliki konsep serupa soal resapan dari solusi Balitbang PUPR. Jika pada poin 1 resapan diterapkan untuk daerah terbuka untuk menambah debit resapan air, maka sumur resapan ini adalah pemanfaatan konstruksi bangunan dengan menambahkan bagian tertentu agar membantu resapan air. Hal ini tentu saja bertujuan untuk meminimalisir dampak negatif terhadap kemampuan tanah meresap air hujan akibat pembangunan.

Bangunan-bangunan peresap ini bisa berupa sumur peresap, parit peresap, pekerasan lulus air, saluran drainase berlubang, situ, retensi di lapangan parkir dan lain sebagainya. Pemilihannya berdasarkan tujuan penerapan bangunan peresap, kondisi alam dan lingkungan pada daerah sekitar rencana lokasi, aspek keamanan, estetika dan biaya yang tersedia.

Tujuan dari bangunan peresap ini tentu saja akan membantu mengimbangi perubahan penggunaan lahan, mengurangi banjir dan genangan local, mengurangi beban dan mencegah kerusakan sarana drainase permukaan, dan menambah cadangan air tanah sebagai usaha konservasi air.

3. Sistem Polder

Secara teknis system polder adalah suatu cara penanganan banjir/rob dengan kelengkapan sarana fisik yang meliputi; sistem drainase kawasan, kolam retensi, tanggul keliling kawasan, pompa dan atau pintu air. Sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air yang tak terpisahkan. Manajemen sistem tata air dilakukan dengan mengendalikan volume, debit, muka air, tata guna lahan dan lansekap.

Secara institusional, sistem polder dikelola oleh badan pengelola sebagai wujud kerjasama antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha sesuai hak, tugas dan kewajibannya.

Terdapat sedikitnya 4 manfaat dari sistem polder. Antara lain mengendalikan air, bisa berguna sebagai objek wisata, membantu irigasi pada lahan pertanian dan membantu kelangsungan lingkungan industri. Dari 4 manfaat ini, sistem polder sangat cocok diterapkan di wilayah perkotaan.

Agar sistem polder berjalan dengan baik, sedikitnya diperlukan 3 komponen. Pertama saluran/tampungan air dan waduk. Sebagai sarana untuk mengatur penyaluran air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di dalam kawasan. Semakin besar volume tampungan air yang dimiliki oleh sistem polder, semakin aman kawasan ini terhadap banjir. Contoh penerapannya adalah waduk pluit. Jadi jangan heran jika pergusuran terjadi beberapa waktu lalu untuk memperluas daya tampungnya.

Yang kedua adalah pompa air. Tentu saja untuk mengeringkan air pada bagian yang tergenang. Dibuat otomatis menyala. Penerapannya digunakan untuk underpass-underpass di Jakarta.

Yang terakhir adalah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan guna mencegah masuknya air ke dalam kawasan.

Sistem polder ini bekerja secara periodik dan otomatis sehingga menjamin terjaganya elevasi, debit dan volume air yang pada akhirnya menjaga kawasan ini dari banjir.

____

Itulah setidaknya inovasi Balitbang PU untuk menghadapi banjir yang kerap terjadi. Sistemnya sudah berjalan di Jakarta dan tempat-tempat lain yang menjadi langganan banjir. Kita harus turut menjaganya. Jangan buang sampah sembarangan dan tentu saja perlu menjadi teladan yang baik agar generasi selanjutnya turut menjaga dan cinta lingkungan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun