Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Bintang
Muhammad Ilham Bintang Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Bio harus diisi, tapi gak tau mau diisi apa, yaudah diisi dengan kegiatan kegiatan positif aja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Haus Kekuasaan pada Keturunan

6 Desember 2019   19:14 Diperbarui: 6 Desember 2019   19:27 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Politik dinasti di Indonesia sudah melupakan demokrasi yang menjadi hakikat berdirinya bangsa ini? Bangsa ini sudah berdiri 75 tahun lamanya sejak proklamasi pertama dibacakan pada 17 agustus 1945, pemerintah di indonesia sudah berganti periode, dari awal pemerintahan presiden sukarno sampai pemerintahan jokowi sekarang.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pemerintahan sekarang bisa dikategorikan menjadi politik dinasti? penulis bermaksud sedikit menyinggung tentang fenomena-fenomena baru yang beraspek tentang kedudukan elit politik berdasarkan keturunan yang dimaksud adalah para elit politik sekarang.

Banyak sekali yang menggunakan eksistensi keluarganya untuk maju ke ranah politik serta mempermudahnya agar bisa merebut atau mendapatkan jatah kursi kekuasaan.

Politik Dinasti adalah sebuah upaya pemburu kekuasaan politik atau aktor politik yang ingin adanya regenerasi dari anaknya, istrinya, keluarga, atau kerabat dekatnya. Para pemburu kekuasaan politik haruslah memahami kondisi geografis  Indonesia dengan cara memperhatikan Geopolitiknya, agar memperoleh tujuan politiknya yaitu supaya anak, istri, atau keluarganya bisa melanjutkan kekuasaannya.

Geopolitik di Indonesia tidak lain adalah wawasan nusantara, yang berarti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasional yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945. Politik dinasti tidak ada henti-hentinya di negara ini, mulai dari kepemimpinan soekarno sampai kepemimpinan sekarang.

Tidak dipungkiri, Politik di Indonesia itu berbasis klan, klan yang memiliki modal, elemen pendukung, dan eksistensilah yang akan mendapatkan kursi kekuasaan. Politik dinasti bukanlah hal yang baru di Indonesia, bukan hanya skala nasional bahkan di daerah daerah pun politik dinasti sudah menjadi eksistensi di masyarakat.

Fenomena baru sekarang yang sedikit menyinggung kekuasaan politik tentang rancangan MPR perihal oligarki masa pemerintahan presiden agar bisa menjadi tiga periode dari rancangan tersebut bisa diartikan bahwa pemerintahan sekarang sedang berusaha membentuk dinasti kekuasaannya secara tidak langsung.

Mungkin itu masih hanya sebuah opini dari pemerintahan untuk masyarakat, namun entah bagaimana nanti kedepannya apa yang akan terjadi, jika memang benar rancangan tersebut bisa saja disahkan apakah itu bisa menjadi legitimasi hukum yang didukung oleh masyarakat ataukah sebaliknya akan ditentang dan dikecam oleh masyarakat.

Pada masa pemerintahan periode 2019-2024 diwarnai oleh isu isu Politik Dinasti akan kembali membesar dan menguat, karena bisa dilihat dari dicalonkannya anak Presiden yaitu Gibran sebagai Calon Walikota Solo 2019, tidak cukup disitu, menantu Jokowi, Bobby Nasution pun ikut serta dalam Pilkada sebagai Calon Walikota Medan.

Tak hanya Gibran dan Bobby Nasution yang mengikuti eksistensi politik bapaknya, Siti Nur Azizah, anak Ma'Ruf Amin pun mengikuti jejak politik sang bapak dengan menyalonkan diri pada Pemilihan Walikota Tangerang Selatan 2020.

Fenomena Politik Dinasti pada masa periode Jokowi-Maruf Amin bukanlah yang pertama. Menurut Ubedilah Badrun selaku Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, saat diwawancarai Kompas.com "saya sebut generasi keempat karena politik dinasti terjadi pada keluarga Soekarno, Soeharto, SBY, dan kini Jokowi-Maruf amin".

Politik dinasti dalam Pemilihan Kepala Daerah yang pernah terjadi di Indonesia adalah di daerah Banten, tepatnya di Pandeglang, Lebak, dan Serang. 

Jika dalam skala Nasional kita dikenalkan oleh Klan Soekarno, Klan Soeharto, Klan SBY, Klan Jokowi-Maruf amin. Maka di daerah Banten kita dikenalkan oleh Klan Natakusumah di Pandeglang, Klan Jayabaya di Lebak, dan tentunya Klan Ratu Atut Chosiyah di Kabupaten/Kota Serang bahkan Provinsi.

Pada 2018 di Pandeglang ada fenomena unik dalam Politik Dinastinya, pasalnya Bapak, dan dua anaknya bersaing dalam Dapil yang sama yaitu Dapil Banten 1. Achmad Dimyati Natakusumah (Bapak) sendiri maju di Dapil 1 Banten dari PKS.

Anak perempuannya Rizka Amalia R Natakusumah juga maju di dapil sama dari partai NasDem nomor urut 1. Anak keduanya, Rizki Aulia Rahman Natakusumah juga maju tapi dari Partai Demokrat nomor urut 2 untuk dapil yang sama pula.

Politik Dinasti sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia, karena Indonesia adalah negara Demokrasi bukan Kerajaan. Politik Dinasti akan memberikan dampak buruk pada negara Indonesia yang mempunyai sistem Demokrasi.

Karena sistem politik negara Indonesia Demokrasi, maka semua masyarakat seharusnya bisa ikut serta dalam pemerintahan, sedangkan politik dinasti hadir seperti cara curang, keluarga mereka sudah mendapatkan eksistensi, sudah memiliki modal yang besar untuk meneruskan kekuasaan, ini akan mengalahkan orang orang yang lebih berkompeten untuk memerintah, dan sirkulasi hanya berputar di kalangan kaum elite politik.

Sangat sulit tentunya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih dengan adanya Politik Dinasti, karena mekanisme kontrol terhadap pemerintahan akan berkurang, dan ini bisa menghambat Demokrasi.

Dari semua dampak buruk Politik dinasti, apakah politik dinasti memiliki dampak baik? Setiap dampak buruk tentunya ada sisi baik juga, sisi baik Politik Dinasti adalah calon Kepala Daerah tentunya sudah lebih dikenal di masyarakat, dan sudah melewati pendidikan politik di dalam keluarganya.

Politik Dinasti memang telah berlangsung lama di Indonesia, dampak buruknya pun terasa di masyarakat, lantas mengapa tidak ada pencegahan berupa hukum yang mengatur Politik Dinasti?

Sebenarnya dulu pernah ada undang-undang yang mengatur Dinasti Politik secara tidak langsung, dalam UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, dalam Pasal 7 yang berbunyi "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana."

'Petahana' yang dimaksud merujuk pada hubungan darah. Meskipun Indonesia mayoritas beragama Islam, yang dimana negara Mayoritas Islam biasanya bersistem Kerajaan, kekuasaan diwariskan secara turun temurun,

Dinasti Politik tidak cocok diterapkan di Indonesia, karena Indonesia adalah negara yang beragam ras, suku, dan agama, akan sangat riskan jika sistem Kerajaan diterapkan di Indonesia.

Tetapi bisa kita lihat juga sejarah kepemimpinan islam tidak selalu bersifat turun temurun, Abu bakar saat menjadi Khalifah pertama, tidak menjadikan keturunannya meneruskan kekuasaan, Abu Bakar lebih memilih orang yang lebih berkompeten menggantikannya yaitu Umar bin Khattab, setelah itu Utsman bin Affan dan dilanjutkan Ali bin Abi Thalib. Dan sejarah mencatat kepemimpinan Khulafaur Rasyidin adalah masa kepemimpinan terbaik setelah kepemimpinan Rasulullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun