Politik dinasti dalam Pemilihan Kepala Daerah yang pernah terjadi di Indonesia adalah di daerah Banten, tepatnya di Pandeglang, Lebak, dan Serang.Â
Jika dalam skala Nasional kita dikenalkan oleh Klan Soekarno, Klan Soeharto, Klan SBY, Klan Jokowi-Maruf amin. Maka di daerah Banten kita dikenalkan oleh Klan Natakusumah di Pandeglang, Klan Jayabaya di Lebak, dan tentunya Klan Ratu Atut Chosiyah di Kabupaten/Kota Serang bahkan Provinsi.
Pada 2018 di Pandeglang ada fenomena unik dalam Politik Dinastinya, pasalnya Bapak, dan dua anaknya bersaing dalam Dapil yang sama yaitu Dapil Banten 1. Achmad Dimyati Natakusumah (Bapak) sendiri maju di Dapil 1 Banten dari PKS.
Anak perempuannya Rizka Amalia R Natakusumah juga maju di dapil sama dari partai NasDem nomor urut 1. Anak keduanya, Rizki Aulia Rahman Natakusumah juga maju tapi dari Partai Demokrat nomor urut 2 untuk dapil yang sama pula.
Politik Dinasti sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia, karena Indonesia adalah negara Demokrasi bukan Kerajaan. Politik Dinasti akan memberikan dampak buruk pada negara Indonesia yang mempunyai sistem Demokrasi.
Karena sistem politik negara Indonesia Demokrasi, maka semua masyarakat seharusnya bisa ikut serta dalam pemerintahan, sedangkan politik dinasti hadir seperti cara curang, keluarga mereka sudah mendapatkan eksistensi, sudah memiliki modal yang besar untuk meneruskan kekuasaan, ini akan mengalahkan orang orang yang lebih berkompeten untuk memerintah, dan sirkulasi hanya berputar di kalangan kaum elite politik.
Sangat sulit tentunya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih dengan adanya Politik Dinasti, karena mekanisme kontrol terhadap pemerintahan akan berkurang, dan ini bisa menghambat Demokrasi.
Dari semua dampak buruk Politik dinasti, apakah politik dinasti memiliki dampak baik? Setiap dampak buruk tentunya ada sisi baik juga, sisi baik Politik Dinasti adalah calon Kepala Daerah tentunya sudah lebih dikenal di masyarakat, dan sudah melewati pendidikan politik di dalam keluarganya.
Politik Dinasti memang telah berlangsung lama di Indonesia, dampak buruknya pun terasa di masyarakat, lantas mengapa tidak ada pencegahan berupa hukum yang mengatur Politik Dinasti?
Sebenarnya dulu pernah ada undang-undang yang mengatur Dinasti Politik secara tidak langsung, dalam UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, dalam Pasal 7 yang berbunyi "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana."
'Petahana' yang dimaksud merujuk pada hubungan darah. Meskipun Indonesia mayoritas beragama Islam, yang dimana negara Mayoritas Islam biasanya bersistem Kerajaan, kekuasaan diwariskan secara turun temurun,