Diawal tahun 2020, banjir melanda sejumlah wilayah Jabodetabek. Hujan deras membuat warga memilih untuk tidak keluar disaat pergantian tahun. Tapi tidak demikian dengan saya yang masih muda, lebih memilih untuk pergi keluar merayakan tahun baru bersama teman.
Malam berganti siang, saya kembali pulang dari Menteng menuju tempat tinggal saya di wilayah Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu, 1 Januari 2020. Beruntungnya, saya tidak menggunakan kendaraan pribadi ketika berangkat ke acara malam tahun baru, melainkan menggunakan transportasi umum.
Sesampainya saya di Halte Harmoni Transjakarta, semua moda Transjakarta tidak beroperasi ke arah Kalideres, begitujuga dengan KRL dikarenakan genangan air sangat tinggi sepanjang jalan Daan Mogot sampai Kalideres. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk jalan kaki dari Halte Harmoni menuju Cengkareng.
Perjalanan yang saya tempuh selama 4 jam ini membuat saya merasa bersyukur karena saya masih diberikan kekuatan bisa sampai dengan selamat di rumah.
Banyak suka dan duka yang saya lihat selama perjalanan saya. Baik dari senyumnya anak kecil yang bermain air sampai dukanya warga yang harus mengungsi dari rumahnya dengan membawa perabotannya yang bisa dibawa dari kebanjiran.
Berbicara banjir, memang banjir sudah menjadi hal yang lumrah untuk kota Jakarta khususnya. Apakah ini salah masyarakat yang tidak meletakkan sampah pada tempatnya ? Atau karena pemerintah setempat yang tidak tegas terhadap masalah kebanjiran ini ?
Bagi saya, ini adalah bukti dari kegagalannya pemerintah terhadap kebijakan yang diterapkan sehingga banjir parah sampai sekarang masih bisa terjadi. Apakah saya menyalahkan masyarakatnya karena membuang sampah sembarangan ? Tidak.
Saya tidak akan menyalahkan masyarakatnya. Masyarakat bisa membuang sampah sembarangan karena tidak tegasnya pemerintah terhadap regulasi yang dibuat terhadap sampah.
Teguran dan sanksi yang diberlakukan sampai saat ini tidak dilaksanakan dengan tegas dan maksimal oleh pihak pemerintah kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Oleh karena lembeknya "tidak tegas" pihak regulator terhadap aturan yang dibuat sehingga masyarakat menganggap itu adalah hal yang tidak berguna.
Bagaimana pula, masyarakat harus disadarkan sementara masyarakatnya sendiri tidak sadar ? Itulah yang menjadi beban berat atau tugas berat dari seorang pejabat pemerintahan baik ditingkat provinsi maupun negara.
Mencerdaskan kehidupan bangsa. Wujud dari cita - cita bangsa Indonesia. Bangsa yang cerdas, akan tahu dimana menempatkan sampah pada tempatnya. Bangsa yang cerdas akan tahu dimana harus membersihkan lingkungannya dari sampah.
Tapi ini semua bisa terwujud apabila pemerintah bekerja dengan tegas terhadap regulasi yang dibuat. Tidak pandang bulu terhadap regulasinya, apakah itu hal sepele atau tidak. Justru dengan dimulai dari ketegasan pemerintah terhadap masalah kecil maka masyarakat bisa cerdas dari masalah kecil juga. Sehingga terhadap masalah besar pun masyarakat sudah cerdas dan bijaksana untuk menanggapinya.
Gagal bukan berarti sudah berakhir. Revolusi Mental ini bisa dilakukan asal dari pemerintah provinsi dan negara sebagai pelaksana tugas kewajibannya, dapat bekerja dengan tupoksinya dengan tegas terhadap peraturannya yang dibuat untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hidup Masyarakat Indonesia !!!
Revolusi Mental !!!
Merdeka !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H