Artikel Argumentasi
Ki Hajar Dewantara merupakan sosok tokoh pendidikan di Indonesia yang dijuluki dengan Bapak Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara (KHD) dikenal sebagai tokoh yang berupaya memberikan jawaban tentang pendidikan yang paling cocok untuk anak Indonesia yang dikenal dengan Taman Siswa (Soeratman, 1989). Beliau lahir pada 2 Mei 1889 yang karena jasanya setiap tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Perannya terhadap perjuangan sebelum kemerdekaan dalam dunia pendidikan bagi masyarakat Indonesia mulai membara sejak masa pengasingannya dan kembali ke Indonesia. KHD bersama teman-teman seperjuangannya membuktikan perhatian besarnya dalam dunia pendidikan nasional, salah satunya dengan mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Sejak terkurungnya fisik hingga bebasnya Ki Hajar Dewantara oleh pihak Belanda membuatnya memaknai pendidikan secara filosofi yang dimana ia merangkai tujuan pendidikan untuk memerdekakan manusia dalam aspek eksternal (kemiskinan dan kebodohan) dan internal (otonomi berpikir dan pengambilan keputusan, martabat manusia, mentalitas demokratis). Hal tersebut dibuktikan oleh pidatonya pada 7 November 1956 di UGM, sebagai berikut.
''Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan garis-garis bangsanya (kulturalnasional) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk), yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.''
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga menegaskan terkait arti pendidikan yang ia maknai bahwa pendidikan adalah usaha  kebudayaan  yang bermaksud  memberi  bimbingan  dalam  hidup  tumbuhnya  jiwa  raga  anak  agar  dalam  kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan (Soeratman, 1989).Â
Dari dua pandangan Ki Hajar Dewantara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan sangatlah erat hubungannya dengan kebudayaan. Mungkin ini lah yang menjadi alasan unik di mana kementerian yang fokus dalam bidang pendidikan dan kebudayaan digabungkan menjadi ''Kemendikbud''.Â
Namun, apabila kita teliti lagi kenapa hubungan antara pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan karena pendidikan dapat membentuk manusia yang berbudaya. Ketika manusia berbudaya, maka manusia dapat hidup sesuai dengan aturan dan norma dalam menjalani kehidupannya (Dali, 2016).
Kembali kepada kosep pendidikan yang diusung oleh Bapak Pendidikan Nasional kita. Diantara pemikiran beliau salah satunya membahas mengenai konsep pendidikan jiwa  merdeka. Konsep pendidikan jiwa merdeka mengandung nilai-nilai penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan.Â
Oleh karena itu, penting untuk mendiskusikan konsep ini dan menerapkannya dalam bidang praktik, khususnya desain pembelajaran, yang merupakan landasan tujuan pembelajaran (Hendratmoko et al., 2018).
Ki Hajar Dewantara percaya dan sangat mendukung bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak adanya paksaan kepada peserta didik terhadap keinginan pendidiknya. Karena itu lah konsep pendidikan jiwa merdeka menjadi landasan yang selalu ia tekankan demi mencetak generasi yang berintelektual tinggi dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila pada masa yang akan datang.
Daftar Rujukan
Dali, Z. (2016). Hubungan antara Manusia, Masyarakat, dan Budaya dalam Perspektif Islam. Nuansa: Jurnal Studi Islam Dan Kemasyarakatan, 9(1), 47--56.
Hendratmoko, T., Kuswandi, D., & Setyosari, P. (2018). Tujuan Pembelajaran Berlandaskan Konsep Pendidikan Jiwa Merdeka Ki Hajar Dewantara. JINOTEP: Jurnal Inovasi Dan Teknologi Pembelajaran, 3(2), 152--157.
Soeratman, D. (1989). Ki Hajar Dewantara. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H