Ada dua teori pengukuran yang sampai saat ini masik dikembangkan, yaitu Teori Tes Klasik (Classical Test Theory) dan Teori Respon Butir (Item Response Theory).
Teori Tes Klasik (Classical Test Theory)
Teori tes klasik (Classical Test Theory) adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hasil dari respon peserta tes dengan menggunakan analisis psikometri yang lebih sederhana.
Teori tes klasik dinyatakan dengan rumus X = T + E
Dengan :
X = Skor Tampak
T = Skor Murni
E = Eror Pengukuran
Dimana skor tampak dihasilkan dari penjumlahan antara skor murni dan eror.
Salah satu keuntungan menggunakan teori tes klasik adalah tidak memerlukan jumlah responden yang banyak, sehingga dapat digunakan pada situasi dimana peserta tes sedikit. Selain itu, teori tes klasik mudah diterapkan.
Walaupun teori tes klasik ini sering digunakan dalam proses evaluasi, namun menurut Mardapi (2008 : 144) teori tes klasik memiliki kelemahan dalam analisis butir soal, sebagai berikut :
- Statistik butir tes dalam hal kesulitan dan pembedaan soal sangat bergantung pada karakteristik peserta tes. Jika kemampuan peserta rendah, maka tingkat kesukaran soal tersebut tinggi (indeks kesukaran rendah). Besarnya perbedaan, dinyatakan sebagai koefisien korelasi point biserial, sangat bergantung pada homogenitas kelompok tes.
- Estimasi kemampuan peserta tergantung dari soal yang diujikan. Jika indeks kesukaran rendah, maka kemampuan seseorang dinilai tinggi dan sebaliknya. Tingkat kemampuan seseorang tergantung pada kondisi yang digunakan dalam tes.
- Perkiraan titik kesalahan berlaku untuk semua peserta tes. Kesalahannya sama untuk setiap peserta tes dan dinyatakan sebagai kesalahan standar pengukuran.
- Tidak ada informasi tentang respon setiap subjek terhadap setiap item.
- Menilai reliabilitas alat tes dengan menggunakan asumsi paralel yang sulit dipenuhi.
Teori Respon Butir (Item Response Theory)
Teori respons butir adalah analisis butir soal secara modern. Teori ini merupakan teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan kemungkinan benar menjawab suatu soal dengan kemampuan siswa (Wahidmurni, 2010: 129).
Menurut Embretson dan Reis (2000), yang dikutip oleh Ridho (2007: 2) teori respon butir memiliki sepuluh kelebihan dibandingkan dengan teori tes klasik, yaitu :
- Nilai standard error of measurement (SEM) bervariasi antar titik tetapi bersifat sama di semua populasi.
- Tes yang lebih pendek lebih dapat diandalkan daripada tes yang lebih lama.
- Membandingkan nilai ujian dari format yang berbeda lebih optimal ketika tingkat kesulitan ujian bervariasi antar peserta.
- Estimasi yang tidak bias dapat diperoleh dari sampel yang tidak representatif.
- Skor tes memiliki arti dibandingkan dengan karakteristik tiap butir.
- Skala interval dicapai dengan model pengukuran yang lebih logis.
- Tes dengan format butir campuran dapat memberikan hasil tes yang optimal.
- Skor-skor yang mudah dapat dibandingkan secara berarti jika tingkat skor awal berbeda.
- Hasil faktor analisis data skor kasar butir menghasilkan sebuah full information factor analysis.
- Sifat-sifat butir sebagai stimulus dapat berhubungan langsung dengan sifat psikometriknya.
Keuntungan lain dari teori respon butir adalah keefektifannya ketika diterapkan untuk mengelola banyak komputer dalam tes yang berbeda. Dengan keunggulan tersebut dapat meningkatkan efisiensi waktu pengujian dan kontrol untuk meminimalisir kesalahan pada setiap tester.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori respon butir merupakan analisis kuantitatif modern yang dapat menutupi kelemahan teori tes klasik. Karakteristik  butir soal ditentukan langsung oleh respon peserta tes, baik yang berkemampuan tinggi maupun rendah. Teori respons butir berbeda dengan teori tes klasik karena teori respon butir berfokus pada level butir dan oleh karena itu dimaksudkan untuk menutupi kelemahan teori tes klasik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H