Menurut Aji Wisnu Nugroho (2018) TikTok merupakan sebuah aplikasi yang dapat memberikan efek spesial yang unik dan menarik yang bisa digunakan oleh para pengguna aplikasi ini dengan mudah untuk membuat video pendek yang keren dan dapat menarik perhatian banyak orang yang melihatnya, aplikasi ini merupakan sebuah jaringan sosial dan platform video musik Tiongkok yang diluncurkan pada september 2016.Â
Saat ini aplikasi TikTok bukan hanya dapat menyebarkan video berdurasi pendek, melainkan juga berdurasi panjang yang biasanya berisi konten-konten yang menarik bagi para penggunanya, serta orang yang mempublikasikan video juga merasa senang karena videonya dinikmati banyak orang. TikTok tidak hanya bisa diakses oleh masyarakat di Tiongkok maupun Indonesia, tetapi saat ini sudah digunakan di seluruh dunia, sehingga kita dapat melihat warga negara asing yang membagikan konten videonya di dalam media sosial TikTok.Â
Demam TikTok saat ini telah menjadi pusat perhatian bagi banyak masyarakat, terutama didalam kalangan remaja yang sedang dalam proses perkembangan menuju dewasa. Aplikasi TikTok berisi video yang disertai dengan musik yang menarik ataupun kalimat yang mengundang rasa penasaran oleh para penikmatnya. Berbagai jenis video dapat ditemukan pada TikTok, mulai dari yang lucu, berita terkini, maupun beberapa hal yang terkesan telah melanggar norma-norma hukum maupun norma-norma manusia.Â
Dengan adanya media sosial TikTok di era globalisasi saat ini, seluruh masyarakat menjadi dapat berinteraksi bukan hanya dengan sesama warga negara Indonesia saja, melainkan juga dapat berinteraksi dengan masyarakat di luar Indonesia. Masyarakat dapat mengekspresikan dirinya dengan menggunakan TikTok seperti membuat video yang mampu meningkatkan tingkat kepercayaan diri dari remaja tersebut. Selain meningkatkan kepercayaan diri, TikTok juga membantu dalam hal meningkatkan kreativitas masyarakat, dengan mengedit video yang telah mereka buat, dan dibagikan di TikTok.Â
Selain itu, TikTok juga memiliki fitur live video sehingga kita dapat menyiarkan kegiatannya secara real time. Fitur live video sendiri saat ini merupakan salah satu fitur yang paling banyak diakses oleh pengguna tik tok. Masyarakat melakukan live dengan berbagai macam aktivitas mereka. Tetapi, dengan kemudahan akses oleh siapapun menjadikan banyak konten, banyak plagiasi karya dan membuat kreator konten mencari cara baru yang dipakai untuk menjadi viral baik dengan tujuan "asal viral" atau dengan tujuan lain yang menguntungkan.
Kita  juga  tak  asing  dengan  tontonan  live  mandi  lumpur.  Ya,  mandi lumpur  yang  ditayangkan  secara  langsung  (live)  mengundang  banyak  penonton pada mulanya. Bahkan mereka yang beruntung mendapatkan gift, nantinya bisa ditukar dengan rupiah. Hal ini sebenarnya sah untuk dilakukan, tetapi justru menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat yang mempraktikan hal tersebut.Â
Belakangan ini   sedang   tren   menyiarkan   secara   langsung atau live aksi mandi di kubangan lumpur melalui platform TikTok. Ironisnya tak   jarang   aksi tersebut juga dilakukan oleh orang lanjut usia. Dari aksi itu mereka akan memperoleh gift dari penonton yang bisa ditukarkan dengan uang.
Menurut Angga Prawadika Aji dosen Komunikasi Fakultas Sosial dan  Ilmu  Politik (FISIP),  Universitas  Airlangga  (UNAIR),  mengatakan bahwa saat ini media sosial menjadi tempat untuk mendapatkan dua hal, yakni  kepopuleran  dan  uang. Apalagi saat  ini  penyedia  konten  di media sosial tengah  berlomba  untuk  menyajikan  sesuatu  yang  dapat  menarik perhatian masyarakat.
"Orang-orang  ini berupaya  untuk  menarik  perhatian  dengan  berbagai macam strategi, salah satunya live mandi lumpur di Tiktok itu," katanya, seperti dikutip dari laman resmi Unair, Selasa, 10 Januari 2023. Angga  menjelaskan  bahwa  praktik  seperti  ini  sudah  lama  terjadi. Berawal dari televisi kemudian bergeser ke media sosial.
"Tayangan eksploitasi  kemiskinan ini  sudah  sering  kali  muncul  dan penontonnya banyak. Dimulai dari konten yang ada di televisi kemudian dibawa ke platform  lain  seperti TikTok" ujarnya.  Tujuannya  tentu  untuk  mendapat popularitas  dan  bersaing  dengan  penghasil  konten  lain.  Dengan  meraih popularitas dapat menghasilkan uang.
"Mau tak mau praktik eksploitasi  kemiskinan semacam  ini  diakui  bisa menarik perhatian orang banyak," katanya.