“Tantangan Data, Keterbukaan, dan Kedaulatan Teknologi AI”
Pembukaan
Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah berkembang pesat dalam satu dekade terakhir, didorong oleh kemajuan infrastruktur teknologi, terutama dalam hal proses komputasi dan kecepatan internet. Perhatian terhadap AI semakin meningkat di kalangan masyarakat khususnya di Indonesia setelah OpenAI, sebuah perusahaan berbasis di Amerika Serikat, merilis produk Generative AI mereka, ChatGPT model 3.0, pada Juni 2020. Peluncuran ini bertepatan dengan masa pandemi COVID-19, ketika peralihan ke dunia digital semakin masif, mempercepat adopsi teknologi AI dalam berbagai aspek keseharian manusia, khususnya yang berproses pada pengelolaan data dan informasi. Hingga saat ini ada berbagai perusahaan yang mengembangkan model Generative AI, termasuk perusahan besar seperti Google dengan Gemininya dan yang baru – baru ini menggemparkan dunia teknologi yaitu DeepSeek dibuat oleh perusahaan yang berasal dari China yang digadang – gadangi mampu bersaing dengan layanan ChatGPT model terbaru. ChatGP dan DeepSeek seolah – olah menjadi penggambaran bagaimana persaingan antara negara barat Amerika Serikat dan negara timur China tidak berhenti pada ranah geografis namun juga dalam dunia digital, yaitu dalam hal teknologi AI. Keterlibatan pemerintah kedua negara sebagai stakeholders strategis dari setiap perusahan tesebut semakin menunjukkan bagaimana teknologi AI menjadi teknologi strategis dalam kepentingan geopolitik.
Tentang Generative AI
Generative AI (GAI) sendiri merujuk pada sebuah model kecerdasan buatan yang dibuat dengan konsep neural netwok atau jaringan syaraf. Model mempelajari data – data terdahulu, dan pada target luarannya, model bisa membuat sebuah data dan informasi baru. Data yang dimaksud seperti teks, gambar, audio, dan video, data – data ini dipelajari struktur dan fitur uniknya, sehingga nantinya dapat menghasilkan data baru yang mirip. GAI dilatih dengan menggunakan milyaran data yang akhirnya dari pembelajaran yang dilakukan tersebut model dapat “merangkai” berbagai informasi baru dalam berbagai skenario. GAI berbeda dengan AI tradisional yang berfokus pada pemecahan kasus klasifikasi, klasterisasi, dan prediksi.
GAI dalam pengembangannya tentu tidak bisa lepas dari beberapa tantangan dan kekawatiran. Hal pertama yang sempat mencuat ke publik adalah tentang bagaimana kepemilikan konten yang dihasilkan oleh GAI. Karena prinsipnya konten tersebut bisa dibuat karena mempelajari data terdahulu, dan seringkali akan memiliki kemiripan dengan konten yang sudah ada, hal ini menjadi perdebatan pada konten - konten tertentu, seperti konten jenis suara dan gambar. Hal kedua adalah tentang bagaimana GAI dapat menghasilkan informasi yang bias dan salah, hal ini berkaitan erat dengan bagaimana hasil reasoning yang dibangun oleh GAI ketika digunakan oleh pengguna sehingga perlu ada pengaturan logika pada proses verifikasi informasinya. Selanjutnya adalah hal ketiga tentang bagaimana GAI bisa memalsukan dan membuat informasi palsu, di tengah penyebaran konten digital yang sangat cepat, informasi palsu dapat menjadi perusak tatanan sumber informasi bagi masyarakat digital masa kini.
Selain ketiga hal tersebut, hal utama yang sebenarnya menjadi tantangan dan kekhawatiran adalah bagaimana GAI berpotensi untuk dikondisikan oleh pihak tertentu. Namun memang, pada dasarnya GAI sudah dikondisikan, contohnya dalam penggunaan GAI secara etis ke publik, GAI sudah diberikan syarat untuk tidak memproses semua kata kunci yang berkaitan dengan pornografi. Namun bagaimana jika ada kondisi – kondisi lain yang diterapkan? Contohnya untuk menyimpan semua informasi yang berkaitan dengan kata kunci “Nama, Alamat, Nomor Passpor” atau mengurangi informasi yang ada kata kunci yang berasal dari orang tertetu atau negara tertentu. Sebagai contoh kata “David Mayer” pernah menghebohkan dunia pada bulan desember 2024 lalu karena menyebabkan ChatGPT tidak dapat mengeksekusi perintah. Sedangkan beberapa waktu lalu ketika DeepSeek dirilis, beberapa orang melakukan percobaan untuk bertanya terkait informasi tentang pemerintah China baik yang bersifat sensitif maupun terkait informasi umum seperti sejarah tertentu, hasilnya DeepSeek tidak menjawab dan mengalihkan informasi. Dari sudut pandang keamanan data dan informasi, hal ini tentu sangat wajar, dan sekaligus mengisyaratkan bagaimana seharusnya GAI dapat diregulasi dengan detail dan ketat.
Sovereign AI
Sovereign AI mengacu pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan kecerdasan buatan (AI) menggunakan infrastruktur, data, tenaga kerja, dan jaringan bisnisnya sendiri. Kemunculan istilah Sovereign AI (SAI) dapat dikaitkan dengan sudut pandang sebelumnya tentang bagaimana GAI dapat mempengaruhi pengguna dan mengkondisikan informasi bagi pengguna. Negara pasti memiliki nilai – nilai kenegaraan yang ingin dijaga, termasuk didalamnya idealisme bernegara dan kebudayaan dari suatu negara. Ketika sebuah teknologi seperti GAI yang memiliki dampak pengaruh pikiran yang besar bagi penggunanya digunakan tidak sesuai dengan arahan bernegara, tentu akan menimbulkan perbedaan nilai yang kuat dimasa depan, dalam skala tertentu dapat menimbulkan permasalahan sosial jangka panjang dan perpecahan. Negara seperti China yang sejak lama telah menerapkan prinsip “privasi data bernegara” ini (terbukti dari sosial meda khusus negara mereka, dan pelarangan menggunakan sosial media barat) berpikir hal yang sama tentang GAI, disinilah bagaimana DeepSeek menjadi salah satu jawaban mereka untuk mandiri dan berdaulat dalam teknologi. Negara Amerika Serikat dengan industri mereka yang kuat, juga telah sejak lama menjadi negara yang digantungkan dalam membantu kemajuan teknologi dunia contohnya dalam hal sosial media dan GAI tentunya. Negara – negara yang belum mampu termasuk Indonesia mengandalkan teknologi dari pihak ketiga yang berasal dari kedua negara tersebut, memposisikan data yang dihasilkan oleh 278 juta pendduduk kita dapat dianggap sebagai komoditas dan sumber daya dalam pengembangan teknologi GAI mereka. Tentu secara etis klaim keamanan data selalu digaungkan, namun pada akhirnya kepastian dan ketepatan informasi di era AI baru bisa 100% dikendalikan ketika negara tersebut memiliki SAInya sendiri. SAI atau Sovereign Artificial Intelligence adalah bentuk kedaulatan data dan teknologi itu sendiri.
Referensi
1. Generative AI : https://www.mckinsey.com/featured-insights/mckinsey-explainers/what-is-generative-ai
2. David Mayer Bug ChatGPT: https://community.openai.com/t/david-mayer-bug-triggers-error-sending-his-name-or-when-reciving-it/1039406
3. Soverign AI : https://blogs.nvidia.com/blog/what-is-sovereign-ai/#:~:text=Sovereign%20AI%20refers%20to%20a,data%2C%20workforce%20and%20business%20networks.
4. DeepSeek Testing Case: https://www.theguardian.com/technology/2025/jan/28/we-tried-out-deepseek-it-works-well-until-we-asked-it-about-tiananmen-square-and-taiwan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI