"Kita belajar dari banyak hal, dari mereka pelaku-pelaku politik yang menggaungkan nama rakyat dan tuhan di setiap kesempatan, harus percaya dan Optimis, Negeri ini tidak selamanya di urus oleh mereka yang salah, tetapi ada orang-orang baik yang sedang berdiri di sana, maka mari kita bersama orang baik yang berbuat segenap hati untuk negeri ini".
Menarik dibedah bila membahas geliat politik nasional tahun 2019 ini, lebih khusus lagi tentang Pilpres, karena tidak akan habis diwacanakan atau diperdebatkan, keempat sosok putra terbaik bangsa yaitu Jokowi Dodo-KH. Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno akan bersaing merebut kursi Nomor 1 (satu) Republik Indonesia periode 2019-2024.
Semua media elektronik, media cetak maupun media sosial tidak pernah sepi, para pendukung dan simpatisan masing-masing memperlihatkan kelebihan pasangan calon presiden dan wakil presidennya, dan di alam demokrasi hal ini adalah sebuah kewajaran, berbeda pilihan politik, berbeda dukungan dan sebagainya, namun tetap mengedepankan nilai toleransi dan persatuan.
Pemilihan presiden dan wakil presiden tinggal menghitung hari, tepatnya tanggal 17 April 2019 kita akan menghadapi pesta demokrasi, dan menjadi sejarah baru bagi negeri ini, karena melaksanakan pemilu secara serentak di seluruh pelosok negeri, yaitu pemilihan DPRD kabupaten/Kota, DPRD Propinsi, DPRD Pusat, DPD Pusat dan pemilihan Presiden dan wakil presiden.
Pilpres ibarat magnet bagi media-media sebagai bahan pemberitaan, begitupun masyarakat pada umumnya yang tidak ingin ketinggalan mengikuti perkembangan pilpres, membahas visi, misi, karakter, kebijakan, rekam jejak kedua calon presiden yaitu Jokowi Dodo dan Prabowo Subianto tidak pernah usai, tidak ada ujungnya, para netizen tentu paling tau kelebihan dan kelemahan dari kedua pasangan calon presiden ini.
Salah satu yang di soroti belakangan ini adalah masalah elektabilitas dari kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden yaitu Jokowi-KH. Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi dari berbagai lembaga survei, dimana hampir semua lembaga survei yang di akui kredibilitasnya oleh KPU pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin masih unggul dibandingkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandi.
Namun yang menarik adalah, justru dari BPN dan simpatisan Prabowo-Sandi tidak percaya dengan lembaga-lembaga survei sekarang, dan justru survei internal di kubu 02 yaitu  Prabowo-Sandi yang mereka percaya oleh internal mereka juga, dimana Prabowo-Sandi unggul dibandingkan nomor urut 01 Jokowi-KH. Ma'ruf Amin, pertanyaanya yang mana yang harus masyarakat percaya ?
Lembaga-lembaga survei apakah anti Prabowo-Sandi ? Jawabannya tentu tidak, hampir semua masyarakat di negeri ini tentu masih ingat pilpres 2014, dimana saat itu hampir semua lembaga survei yang sama pada saat ini yang di akui oleh KPU dimana survei-surveinya memenangkan Prabowo-Hatta, misalnya hasil survei Puskaptis Prabowo-Hatta unggul 52,05 % dari Jokowi-JK 47,95 %, Survei INES Prabowo-Hatta 54,3 % sedangkan Jokowi-JK 37,6 %, Survei Political Communication Institute Political (poccoMM) Prabowo-Hatta 46,8 %.
Sedangkan Jokowi-JK 45,3 %, maka secara elektabilitas di lembaga survei Prabowo menang, namun kenyataannya teryata tidak, artinya lembaga survei belum tentu 100 % benar, dan kiranya semua mengerti, bahwa 100 orang menjadi responden saja tentu tidak cukup mewakili dan merepresentasikan suara masyarakat Indonesia, tetapi tetap harus percaya, karena metodologi yang digunakan oleh lembaga survei sangat ilmiah dan metodologis, walaupun meleset tetapi tidak signifikan.
Pertanyaan terbalik, apakah kubu Jokowi-JK saat itu melontarkan opini ke masyarakat bahwa lembaga survei tidak boleh di percaya ? Tidak, karena di era demokrasi semua orang bebas beropini, berasumsi, silakan bersuara dengan cara masing-masing namun tetap pada adab dan etika demokrasi, namun kenyataannya sekarang adalah, justru kubu 02 mengskreditkan peran lembaga survei dan melempar opini bahwa lembaga-lembaga survei tersebut adalah bagian dari kaki tangan pemerintah, di biayai oleh pemerintah.