Mohon tunggu...
Bintang AlfarabbySetyawan
Bintang AlfarabbySetyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Jambi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Prabowo dan Sikap Indonesia terhadap Laut China Selatan: Realisme atau Kompromi di Era Kepemimpinannya?

18 November 2024   15:50 Diperbarui: 18 November 2024   15:52 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang pemimpin dengan latar belakang militer, Prabowo dikenal mengedepankan pendekatan pragmatis dan realis dalam mengambil Keputusan. Langkah ini tercermin dalam sikapnya yang menekankan pentingnya menjaga stabilitas Kawasan demi kepentingan nasional, terutama dalam hal perdagangan dan keamanan, terpilihnya Prabowo subianto sebagai presiden republik Indonesia membuka babak baru dalam politik luar negeri seperti Laut China Selatan, Kawasan ini menjadi pusat dunia karena persaingan kekuatan besar dan klaim tumpang tindih yang mengancam stabilitas regional.

Laut china Selatan bukan hanya soal geoplitik dan ekonomi, tetapi juga soal internasional, khususnya united Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. UNCLOS, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, menjadi kerangka hukum utama dalam menyelesaikan sengketa dikawasan ini.

Dalam UNCLOS, Indonesia memiliki hak penuh atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) disekitar kepulauan Natuna. Namun, klaim china melalui “Sembilan garis putus-putus” yang mencakup Sebagian ZEE Indonesia bertentangan dengan Keputusan arbitrase internasional tahun 2016 yang menyatakan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum. Indonesia, dibawah kepemimpinan Prabowo , harus memastikan bahwa Langkah-langkahnya selaras dengan prinsip UNCLOS untuk memperkuat posisi kedaulatan sekaligus menjaga kredibilitas di kancah internasional.

Bagaimana Prabowo akan mengarahkan kebijakan maritim Indonesia, khususnya dengan hukum laut internasional dan diplomasi melalui Joint Statement. Melalui Joint statement, Indonesia bisa memperkuat komitmennya terhadap hukum laut internasional, khususnya United Nations Convention on the Law of the sea (UNCLOS) 1982.

Sebagai pemimpin yang memimpin Negara Indonesia, Prabowo harus menunjukan keberanian untuk memanfaatkan diplomasi multilateral tanpa mengorbankan hubungan bilateral dengan tiongkok. Joint statement dapat menjadi Langkah awal yang memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi.

Langkah ini juga selaras dengan janji nya pada saat kampanye Prabowo untuk memperkuat maritim Indonesia, pernyataan diplomatic yang didukung oleh peningkatan patrol ZEE Natuna akan memberikan sinyal tegas kepada China bahwa Indonesia serius dalam melindungi kedaulatannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun