Mohon tunggu...
Bintang Hakam Rayana
Bintang Hakam Rayana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional - UPN " Veteran " Yogyakarta

Saya seorang mahasiswa yang hobby membaca buku dan kulineran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Goodwill Ambassadors oleh PBB: Suatu Kontradiksi

26 Mei 2024   15:36 Diperbarui: 26 Mei 2024   16:13 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan Hubungan Internasional, telah menghasilkan berbagai gaya baru dalam jenis - jenis diplomasi, salah satunya Diplomasi Selebriti. Diplomasi selebriti telah diartikan sebagai pekerjaan dari individu atau suatu kelompok yang terkenal, sehingga mereka bisa mempublikasikan tujuan internasional dan terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri yang biasanya diurus oleh actor negara maupun non negara (Wheeler 2016: 530).  Posisi selebritas disini bisa diindikasikan sebagai "Ambassador" yang membantu meningkatkan pengaruh aktor negara atau non negara dalam kancah internasional.

Kehadiran Diplomasi Selebriti tentu banyak dimanfaatkan oleh aktor negara ataupun non negara, salah satu aktor non negara yang mengambil peluang atas kehadiran Diplomasi Selebriti  adalah  Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB). Dalam memfasilitasi adanya Diplomasi Selebriti ini, PBB meluncurkan program Goodwill Ambassadors.  

Goodwill Ambassadors adalah individu yang ditunjuk oleh PBB  untuk mempromosikan penyebab, cita-cita, atau masalah global tertentu. Mereka sering kali adalah tokoh masyarakat, pakar, atau advokat yang menggunakan notabilitas mereka untuk mengadvokasi penyebab atau masalah tertentu, membina niat baik dan hubungan baik antara entitas atau populasi.  

Program Goodwill Ambassadors oleh PBB, diawali pada tahun 1954, ketika PBB menunjuk Danny Kaye sebgai Goodwill Ambassadors pertama untuk UNICEF. Setelah diawali oleh David, hingga kini sekitar 400 "Ambassadors" telah bekerja dalam kancah internasional, regional, maupun internasional. Dengan kemampuan untuk meraih, mempengaruhi serta mengendalikan opini publik global, bintang seperti Angelina Jolie dan Goorge Clooney, berhasil mendorong liputan media dan keasadran global akan isu-isu mulai dari HIV/AIDS hingga krisis kemanusiaan.

Angelina Jolie, menjadi contoh nyata, sejak pertama kali menjabat sebagai Goodwill Ambassadors selama sebelas tahun, sebelum akhirnya diangkat menjadi Diplomat Penuh PBB. 

Sebagai utusan khusus PBB dari tahun 2012, ia telah melakukan perjalanan ke zona konflik yang paling mendesak, bertemu dan melakukan advokasi bagi para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal akibat krisis di Myanmar, Venezuela, Suriah, Irak, dan tempat lain. Determinasi Jolie dalam melaksanakan tugasnya sebagai "Ambassadors" menjadi tolak ukur bagaimana selebriti dapat menjadi duta dan memberi manfaat di kancah internasional.

Seolah tidak mau kalah mentereng dengan Jolie, George Clooney juga dalam tugasnya sebagai "Ambassadors" telah menjadi advokat global terkemuka untuk hak asasi manusia di Sudan dan Sudan Selatan. 

Memanfaatkan ketenarannya untuk menarik perhatian terhadap kejahatan mantan diktator Omar el-Bashir dan menargetkan korupsi negara di kedua negara. Sejak tahun 2006, advokasi Clooney memusatkan perhatian internasional pada krisis kemanusiaan di Darfur, meskipun dampaknya di lapangan lebih sulit diukur.

Duta/Distraksi?

Jolie dan Clooney, bisa diindikasikan sebagai individu yang berbeda, dalam tingkat komitmen mereka terhadap tujuan yang mereka pilih. Tidak semua "Ambassadors" memiliki pemahaman detail tentang apa yang mereka perjuangkan, seperti mereka. 

Contohnya ketika Duta World Food Programme Christina Aguilera, menyatakan pernyataan kontroversial pada 2019,  yang mendeskripsikan Rwanda sebagai negara "Yang Dilanda Perang", padahal pada kenyataannya perang saudara di Rwanda telah usai dan berakhir sejak 20  tahun yang lalu.

Praktik advokasi selebriti yang beragam, telah membentuk pendapat kontadiktif  di mata para professional  yang bergiat di bidang pembangunan internasional. Menurut mereka Meskipun duta selebriti dapat mengangkat profil PBB dan pekerjaannya, namun mereka juga dapat membingungkan atau menyesatkan masyarakat mengenai isu-isu yang mereka kerjakan. 

Seperti argumen Ilan Kapoor pada tahun 2012, baginya  kekuatan bintang selebriti "hanya akan semakin mengalihkan perhatian publik dari penyebab kesenjangan sosial dan ekonomi yang sebenarnya." Dalam kasus yang paling serius, keikutsertaan selebriti, akan meghasilkan risiko melemahkan misi inti pembangunan perdamaian PBB.

Seseuai dengan kondisi diatas, ada beberapa contoh kontroversial, dimana selebriti sebagai " Goodwiil Ambassadors" , tidak memperhatikan detail kasus yang di representasikannya, sehingga menghasilkan sebuah tanda tanya dan kesesatan dalam komitmen mereka sebagai duta "Peace Building". Salah satu Contoh dari hal ini adalah Langkah Blunder Amber Heard.

Langkah Blunder Amber Heard

Sejalan dengan PBB, pada tahun 2019  Bintang dari Film Aquaman dan UN "Human Rights Champion" ini, mendaftarkan diri untuk bergabung dengan Cherie Blair (pengacara dan istri mantan PM Inggris) dan Neil Bush (putra George HW Bush dan saudara laki-laki George W. Bush) untuk berkampanye atas nama pengusaha wanita Rusia yang "dipenjara secara tidak adil , Marsha Lazareva, yang telah didakwa melakukan penggelapan oleh jaksa Kuwait.

Faktanya, Blair, Bush, dan beberapa tokoh politik terkenal bekerja untuk KGL Investment (KGLI), menjalankan kampanye dan lobi terhadap Kuwait, negara anggota PBB. Dua eksekutif KGLI, Lazareva dan terdakwa Saeed Dashti, dituduh mengalihkan jutaan dolar dana investor ke rekening pribadi mereka antara tahun 2007 dan 2015.

KGLI, yang merupakan bagian dari konglomerat logistik Kuwait & Gulf Link (KGL) yang kontroversial, telah menghabiskan jutaan dolar untuk melibatkan para pejabat di Washington untuk membantu Marsha Lazareva dan Dashti mengatasi tantangan tersebut. 

Kampanye ini bahkan telah meminta sanksi pemerintah AS terhadap para pejabat Kuwait berdasarkan ketentuan Global Magnistky Act, dengan mengandalkan para advokat terkemuka yang mereka libatkan untuk menggambarkan kasus Lazareva sebagai isu hak asasi manusia.

Dikutip dari Washington Post edisi September 2019, klaim bahwa Lazareva menghadapi "sidang pertunjukan" adalah bagian dari perjuangan yang lebih luas mengenai kontrak militer Amerika, yang telah dicabut dari  KGL oleh pengadilan AS. 

Dengan tuduhan pelanggaran keuangan yang muncul di samping tuduhan KGL melanggar sanksi AS terhadap Iran dan menduduki fasilitas pelabuhan di Kuwait secara ilegal, KGL dan KGLI tampaknya berusaha membendung kerusakan reputasi dan hukum.

Atas hal ini,  Heard bisa diindikasikan abai dalam menelaah suatu kasus yang dia perjuangkan secara komprehensif. Kasus tersebut dapat  diamati dan condong sebagai skandal korupsi dibandingkan isu hak asasi manusia (HAM), dengan ikut serta didalam kampanye ini, meskipun dengan dalih menegakkan HAM ataupun kesesuian kasus ini dengan nilai - nilai PBB. Heard dianggap telah blunder dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, karena dia sama saja telah menempatkan dirinya dan juga PBB melawan salah satu anggotanya, yaitu Kuwait dan memungkinkan menghadirkan konflik di dalamnya.

Meningkatnya presentase  selebriti yang diajak bekerja sama oleh PBB, mengindikasikan kemungkinan bahwa setidaknya ada beberapa selebriti yang berpotensi  merugikan misi organisasi melalui kata-kata atau tindakan mereka. 

Pada akhirnya, PBB perlu mengadakan  proses yang lebih selektif dengan meningkatkan pelatihan dan pengawasan kegiatan bagi  mereka yang bekerja sebagai perwakilan PBB, agar setidaknya integritas PBB yang telah terbangun dari lama tetap terjaga di kancah internasional.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun