EFEK DISPOSISI: MEMAHAMI PERILAKU INVESTOR
Efek disposisi adalah fenomena yang terdokumentasi dengan baik di bidang keuangan yang menggambarkan kecenderungan investor untuk menjual aset yang menguntungkan terlalu dini dan menahan aset yang merugi terlalu lama. Perilaku ini didorong oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk penghindaran kerugian, mental akuntansi, kebanggaan, dan rasa takut akan penyesalan. Artikel ini akan membahas efek disposisi, implikasinya, dan bagaimana cara menguranginya.
Gambaran Umum
Efek disposisi pertama kali diusulkan oleh Hersh Shefrin dan Meir Statman dalam makalah mereka tahun 1985, "The Disposition to Sell Winners Too Early and Riders Too Late." Mereka berpendapat bahwa investor enggan untuk menyadari kerugian mereka, bahkan ketika hal itu akan lebih menguntungkan. Keengganan ini menyebabkan penjualan aset yang menang terlalu dini dan menahan aset yang kalah terlalu lama, yang dapat berakibat negatif pada kinerja keuangan investor.
Efek disposisi adalah anomali keuangan perilaku yang menggambarkan kecenderungan investor untuk menjual aset yang nilainya naik lebih sering daripada aset yang nilainya turun[1]. Fenomena ini, yang juga dikenal sebagai "disposisi untuk menjual" atau "disposisi untuk menahan", telah diamati di berbagai negara dan budaya, termasuk Cina, Finlandia, Israel, Afrika Selatan, Taiwan, dan Tunisia[1]. Efek disposisi dapat menyebabkan imbal hasil yang lebih rendah bagi para pedagang ekuitas, karena sering kali mengakibatkan penjualan saham secara dini.
Efek disposisi dapat menyebabkan pengembalian yang lebih rendah bagi pedagang ekuitas, karena sering kali mengakibatkan penjualan prematur dari posisi yang menang, sambil mempertahankan posisi yang kalah dengan harapan pemulihan di masa depan[1].
Efek disposisi telah dipelajari secara ekstensif baik dalam eksperimen laboratorium maupun data perdagangan dunia nyata. Sebagai contoh, Weber dan Camerer (1998) menemukan bahwa 60% dari saham yang dijual adalah saham yang menang, sementara hanya 40% saham yang merugi, yang mengindikasikan efek disposisi yang signifikan[1]. Demikian pula, Odean (1998) menemukan bahwa investor lebih cenderung menjual saham yang menang daripada saham yang kalah, yang berkontribusi pada imbal hasil yang lebih rendah[1].
Intervensi perilaku, seperti meningkatkan arti penting konsekuensi pajak atau mengurangi arti penting informasi tentang harga pembelian saham, telah terbukti mengurangi efek disposisi[3]. Misalnya, meningkatkan arti penting konsekuensi pajak menyebabkan penurunan 47% dalam disposisi di kalangan investor[3].
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efek Disposisi
- Penghindaran Kerugian; Â adalah faktor kunci dalam efek disposisi. Investor lebih sensitif terhadap kerugian daripada keuntungan dengan nilai yang sama. Artinya, rasa sakit saat menyadari kerugian lebih besar daripada rasa senang saat menyadari keuntungan. Akibatnya, investor mungkin bertahan pada investasi yang merugi dengan harapan bahwa pada akhirnya akan pulih, bahkan ketika akan lebih rasional untuk menjual dan mengurangi kerugian mereka.
- Akuntansi Mental; mengacu pada cara orang secara mental mengkategorikan dan mengevaluasi investasi mereka. Sebagai contoh, investor mungkin memiliki akun mental untuk portofolio saham dan akun lainnya untuk portofolio obligasi. Ketika investasi di satu akun berkinerja baik, investor mungkin lebih cenderung menjualnya dan merealisasikan keuntungan, sambil mempertahankan investasi yang merugi di akun lainnya. Hal ini dapat menyebabkan keputusan investasi yang tidak optimal.
- Kebanggaan dan Rasa Takut Menyesal; Investor juga dapat menahan kerugian investasi karena gengsi atau takut menyesal. Mereka mungkin merasa telah melakukan kesalahan dengan berinvestasi di saham atau sektor tertentu, dan mempertahankan investasi tersebut adalah cara untuk "membuktikan" bahwa mereka benar. Atau, mereka mungkin takut menjual investasi yang merugi akan mengakibatkan kerugian lebih lanjut, karena pasar dapat terus menurun.
Â
Mengurangi Efek Disposisi