Mohon tunggu...
Ide Bagus Arief Setiawan
Ide Bagus Arief Setiawan Mohon Tunggu... -

Menaruh minat pada kajian sejarah, politik, pendidikan dan kebudayaan. Suka kopi, anti oligarki.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum 2013? Tolak!

8 April 2013   04:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:32 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Jakarta, 7 April 2013) Di tahun terakhir kekuasaannya, seolah tak ingin lengser tanpa jejak., rezim SBY-Boediono menyiapkan Kurikulum 2013 sebagai warisan bagi dunia pendidikan Indonesia. Tak mau diwarisi produk kebijakan yang akan semakin menenggelamkan masa depan bangsa, publik pun menolak rencana pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013. Penolakan ini sangat beralasan. Dari kajian para pakar, pegiat dan praktisi pendidikan banyak ditemukan masalah dalam Kurikulum 2013 baik secara teknis, substansi maupun visi pendidikannya.

Secara teknis, penyusunan kurikulum yang terburu-buru dan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya yang tidak komprehansif membuat Kurikulum 2013 compang camping. Banyak yang tertinggal, luput dari perhatian. Beberapa bahasa daerah tak masuk. Kurikulum baru juga tak mengakomodir peserta didik berkebutuhan khusus (difabel). Kurikulum 2013 pun bias substansi namun penuh pencitraan. Seolah ingin mencuci citra rezim, Kurikulum 2013 pun sarat dengan ‘mantra-mantra’ mencipta para siswa yang anti korupsi. Hal ini bertolak belakang dengan realitas objektif pemerintah SBY-Budiono yang dipenuhi dengan skandal korupsi sistemik.

Kurikulum 2013 sendiri menelan anggaran sampai 2,49 trilliun. Jumlah yang tak sedikit. Janggalnya, anggaran senilai 2,49 T tersebut merupakan pembengkakan dari anggaran asli untuk mata belanja kurikulum dalam APBN 2013 senilai 684 miliar. Rasanya wajar jika publik curiga dengan pembengkakan anggaran tersebut. Kemendikbud sebagai pelaksana anggaran termasuk tiga besar kementerian terkorup. Secara singkat, Kurikulum 2013 adalah malregulasi produk rezim neolib.

Visi pendidikan nasional Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan prinsip keadilan dan berorientasi pada kualitas. Sayangnya, dilapangan kita menjumpai berbagai produk undang-undang dan kebijakan yang justru kontradiktif dengan visi pendidikan Indonesia. PP No 66-2010 sebagai baju baru UU BHP dan UU Pendidikan Tinggi jadi bukti jika regulasi menjadi pintu masuknya liberalisasi pendidikan.

Pada dasarnya, saya mengajak seluruh masyarakat untuk berjuang bersama demi pendidikan. Melampaui pro-kontra Kurikulum 2013. Saat ini adalah momentum tepat untuk lakukan perubahan sistem pendidikan. Revolusi pendidikan mustinya jadi agenda bersama kita. pendidikan harus dikembalikan pada khittahnya sebagai media pembebasan. Bukan indoktrinasi. Pendidikan tidak boleh diskriminatif. Pendidikan jangan dimasukkan dalam domain bisnis berorientasi profit.

Pendidikan merupakan proses sosial-historis. Di dalam pendidikan ada pengetahuan. Jika orde baru mewariskan penataran sebagai pengetahuan, maka rezim kali ini mengartikan pengetahuan sebagai kepatuhan. Lebih dari sekedar besaran alokasi APBN 20% untuk pendidikan. Rakyat butuh keberpihakan pengetahuan atas hidupnya. Kosongnya lumbung ilmu pengetahuan rakyat harus diisi tidak semata dengan instrumen kurukulum, juga dengan alat produksi pengetahuan. Nalar, teory dan metode pengetahuan dalam system pendidikan nasional harus mampu melampaui kondisi terpuruk karena kesalahan berfikir atau kondisi tertindas karena kemajuan fikiran.

Dengan adanya kebijakan perundang-undangan yang mengurangi peran negara di bidang pendidikan, disertai semakin derasnya institusi-institusi pendidikan asing beroperasi di negeri ini, secara kultural, imperialisme telah melakukan soft power dalam bentuk hegemoni pengetahuan yang acuannya adalah selalu Barat. Maka dibentuk logika superioritas bangsa lain diatas bangsa ini. Teralienasi dan tertindas. Sungguhsystem pendidikan nasional kita sedang menyiapkan isi kepala para peserta didikdengan nilai, gagasan dan praktek penindasanyang lebih santun.

Dengan jumlah penduduk miskin dengan pendapatan di bawah 2 USD perhari yang mencapai 96 juta jiwa. Pelayanan pemerintah (negara) sangat dibutuhkan. System pendidikan tak boleh menjadi alat seleksi system produksi kapital untuk menghindari ledakan besar pengangguran juga untuk mensisati kontradiksi internal yang secara inhern dimilikinya. Penyelesaian problem pendidikan sesungguhnya musti sejalan dengan penyediaan lapangan pekerjaan, pelaksanaan reforma agraria dan peningkatan upah serta jaminan dan kepastian kerja bagi pekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun