Mohon tunggu...
Mustafid Ibnu Khozin
Mustafid Ibnu Khozin Mohon Tunggu... Editor - Santri

Santri Ahlusunah wal Jamaah | Pecinta NKRI | NU Tulen Pemilik Blog: https://binkhozin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembantaian Christchurch: Titik Nadir Kemanusiaan

18 Maret 2019   07:53 Diperbarui: 18 Maret 2019   11:48 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walhasil, melihat fenomena ketertindasan umat Islam saat ini, tak ada jalan lain bagi kita untuk merebut kembali "telur" yang sudah dirampas orang itu, kecuali dengan merapatkan barisan menggalang solidaritas, serta menyusun kembali puing-puing ukhuwah Islamiyah. 

Betul, mengharap kembali hadirnya kekuatan Islam, seperti yang digambarkan al-Quran "satu lawan sepuluh" adalah sebuah utopia (impian yang tak mungkin tercapai). 

Namun perlu kita renungkan, secara kuantitas Islam adalah agama terbesar kedua setelah Kristen, tapi memiliki posisi tawar yang amat rendah. Saat ini, kekuatan dunia terpetakan ke dalam Kristen-Yahudi dan Komunis. Mereka lebih bisa menggertak dibanding Islam. Ini sudah di skenariokan sejak abad IXX dengan meruntuhkan negara superpower Islam, seperti Turki Utsmani. 

Dan, skenario ini betul-betul terwujud karena kesadaran ukhuwah yang rendah dari kaum Muslimin. Seraya mengharap munculnya kembali negara superpower Islam, kita mesti memulai dari diri kita masing-masing, menanamkan komitmen "mengesampingkan ambisi pribadi dan kepentingan golongan demi persatuan umat".

Ukhuwah yang sering kita dengungkan sebagai idealisme sebetulnya hanya jargon-jargon kosong. Pembuktiannya hanya sebesar kuku. Penindasan umat Islam di berbagai tempat menantang pembuktian ukhuwah. Jangan hanya menjadi berita-berita seram mengasyikkan yang dibicarakan sambil lalu, tanpa respons dan reaksi yang kongkrit. 

Kenyataan yang sangat berlawanan dengan apa yang disabdakan Rasulullah saw., "Tolonglah saudaramu, baik ketika dia zalim (dengan mencegahnya dari perbuatan zalim) atau dizalimi (dianiaya)" (HR. Muslim).

Respon minimal, jika kita memang benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, adalah doa. Sudah seharusnya, saat ini kita membaca qunut nazilah, sebagaimana sering dikatakan Rasulullah saw, jika musibah sedang menimpa kaum mislimin. 

Bahkan sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah ra, beliau sering menyebut nama-nama sahabat dalam qunut nazilahnya. "Allahumma A'izz al-Islam wa al-Muslimin. Wa ahli al-Kafarah wa al-Musyrikin."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun