Bentuk potnya sendiri bisa disesuaikan menurut jenis tanaman yang ingin ditanam disitu. Bila tanamannya berakar tunggang dengan sendirinya diperlukan jenis pot dengan ketinggian lebih daripada pot konvensional yang ada di pasaran.Konsep ini saya bebaskan aja, yah. Tidak perlu paten segala macam, kiranya dapat berguna bagi semua. Â
Lebih lanjut terkait masalah oksigen itu ...
Bila ada yang mengatakan bahwa ketersediaan oksigen di bumi ini mencukupi, dengan keberadaan pohon yang ada saat sekarang. Patutlah diingat pula, bahwa saat memikirkan hal tersebut, kita juga tidak boleh melupakan kepentingan si pohon itu sendiri, yang mana juga memerlukan oksigen untuk hidup di malam hari.
Selain itu kita tidak juga boleh melupakan mengenai pergerakan udara, dari dan ke tempat pohon-pohon itu berada. Dimana saat pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh mereka itu tidak tercukupi, dengan sendirinya metabolisme dalam tubuh mereka pun juga akan hilang keseimbangannya, dan menyebabkan mereka untuk menjadi lebih mudah sakit.
Bila kita sampai melupakan hal-hal tersebut, maka apa/nilai yang dikemukakan terkait keberadaan pohon itu sebagai "penghasil" oksigen yang dibutuhkan bagi manusia dan banyak mahluk hidup lainnya, hanyalah ilusi semata.Â
...
Setelah itu ada konsep lain yang mana dapat dilakukan terlebih dahulu atau sesudah pelaksanaan metoda sebelumnya.
Terkait ini, hal paling pertama yang harus diperhatikan adalah perencanaan dari penggunaan tanah itu sendiri. Disini saya mencoba mengetengahkan masalah yang mungkin ... dihadapi oleh perkebunan kelapa sawit.
Ini bukan disebabkan karena saya menyetujui dengan cara hingga itu sampai bisa mengada, namun tidak juga disebabkan karena saya bersikap memusuhinya. Dalam hidup ini tak jarang ditemui suatu kondisi dimana kita harus melakukan sesuatu, yang mana itu sebetulnya bukanlah hal yang ingin kita lakukan. Bedakan dengan kondisi "gelap mata".
Pada saat perencanaan awal pembukaan lahan sebuah perkebunan, itu tentunya dilakukan karena melihat kondisi yang mendukung keberadaannya. Anda khan tidak mungkin akan menanam kelapa sawit dalam jumlah yang banyak di lapangan Merdeka sana. Oleh sebab, kondisinya tidak cocok. Belum lagi resiko kena jitak sama Mensekneg. Â Tapi kalau memang mau nekad, jangan sampai lupa pakai helm.
Wilayah hutan kemudian dirambah, pohon-pohon berjatuhan, dan digantikan oleh si kelapa sawit dkk. Jangan lupa mengenai proses bakar-bakarnya juga, yang membawa banyak kerugian, tidak hanya pada manusia, tetapi juga alam lingkungan keseluruhan, terkait kondisi bumi saat sekarang.
Dengan semakin banyaknya CO2 yang harus diolah (saat proses bakar-bakar itu), beban yang harus ditanggung oleh hutan akan bertambah namun diiringi dengan berkurangnya luasan hutan yang ada untuk itu. Semisal ada garapan/beban kerja yang harusnya dikerjakan oleh 10 orang, tapi kemudian jumlah garapannya ditambah namun jumlah orangnya malah dikurangi.
Namun ... apakah "si perancang" telah memperhitungkan dx/dt-nya. Terkait perubahan alam lingkungan persatuan waktunya, di seluruh penjuru dunia ini, yang mana kemudian berakibat pula pada perubahan yang kemudian dapat dirasakan dampaknya pada area yang bersangkutan. Sehingga pada rentang masa tertentu, kondisi awal dimana si perancang bersangkutan memanifestasikan mimpinya, tidak lagi didapati.
Perubahan curah hujan yang berkurang pada suatu area, yang mana kemudian berimbas pada kelembaban tanah dan kesuburannya ... pada waktu yang lama, pada akhirnya akan mengakibatkan tanah itu menjadi kering, tidak menghasilkan. Setelah itu ? Pindah tempat, babat-babat hutan lagi ?
Terkait hal ini, perlu ada langkah-langkah persiapan dan tidak semata perlu dilakukan karena mendapati curah hujan yang berkurang. Ada alasan tertentu mengenainya.
Agar tanah tidak sampai kering, itu perlu disirami. Tapi bila tidak ada hujan, apa yang bisa kita perbuat ?
Secara modern, disemprot dari kapal terbang ? Kuat nggak nanggung biayanya ? Atau menggunakan cara yang cenderung klasik namun masih bisa dipakai ? Yaitu dengan cara membuat kolam dan salurannya, sebagaimana gambar di bawah ini.
Yang berwarna hijau adalah deretan tanaman kelapa sawit, bundar berwarna biru itu adalah kolam, dan garis lurus berwarna  biru itu adalah saluran airnya.
Untuk letaknya variatif sekali, tergantung kondisi tanah di wilayah yang bersangkutan. Kiranya bisa diskusi dengan anak-anak geologi mengenai itu.
Namun secara kasarnya bisa dibuat 1 kolam per satu atau 2 hektar luas kebun kelapa sawit itu. Luas kolamnya juga tidak harus terlampau besar, cukup berdiameter 4 atau 5 m. Tentang kedalamannya, tergantung pada struktur tanah di situ.
Pada lahan yang berdekatan dengan wilayah hutan, sebisa mungkin diberi kolam yang sama, pada area hutan, cukup 1-2 meter saja kedalamannya, yang mana dipergunakan untuk tempat minum hewan disekitar situ. Agar mereka tidak masuk ke area perkebunan, dan kemudian mengklaimnya sebagai teritorial mereka.
Ini boleh dibilang sama seperti konsep lubang/sumur resapan, namun kolam itu kiranya juga dipergunakan sebagai tempat untuk beternak ikan. Sekiranya jenis ikan yang dipilih adalah dari jenis lokal, sehingga untuk penyediaan pakan juga tidak menemui kendala terlampau besar.
Di mana ikan itu nantinya, entah diperuntukkan bagai karyawan/buruh untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mereka, atau bahkan bisa berlebih jumlahnya sehingga dapat dimanfaatkan bagi penduduk sekitarnya.Â
Bila dikaitkan dengan masalah profit, kedua konsep ini, kiranya dapat membuat luasan lahan yang diperlukan untuk mendapatkan profit pada jumlah tertentu seperti yang diinginkan, berkurang.
Di mana ini nantinya akan membuat perusakan wilayah hutan diinginkan juga akan berkurang secara drastis, bahkan diharapkan ada sebagian yang dikembalikan fungsinya sebagai wilayah hutan.
Tapi tentunya pada setiap langkah yang kita buat, kita selalu beresiko dihadapkan dengan si serakah dan si tamak ...
Dan bukan itu saja sebenarnya ..., ketika kedua konsep itu dipadukan pada sebuah kebun kelapa sawit, bila itu ditata dengan apik (dan yang ditanam adalah tanaman hias, dan bukan tanaman pangan, tidaklah berlebihan, bila itu nantinya akan tampak sebagai sebuah paradise. Nantinya bisa jadi merangkap tempat pariwisata pula.
What used to be a paradise, let it remain be like that ... with one or the other way .
Peeeace 4 all
...
For someone :
Aku tak mempunyai surga yang bisa kuberikan padamu
Tapi aku berharap mungkin akan ada yang mau membuatkannya untukmu Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H