Dengan semakin banyaknya CO2 yang harus diolah (saat proses bakar-bakar itu), beban yang harus ditanggung oleh hutan akan bertambah namun diiringi dengan berkurangnya luasan hutan yang ada untuk itu. Semisal ada garapan/beban kerja yang harusnya dikerjakan oleh 10 orang, tapi kemudian jumlah garapannya ditambah namun jumlah orangnya malah dikurangi.
Namun ... apakah "si perancang" telah memperhitungkan dx/dt-nya. Terkait perubahan alam lingkungan persatuan waktunya, di seluruh penjuru dunia ini, yang mana kemudian berakibat pula pada perubahan yang kemudian dapat dirasakan dampaknya pada area yang bersangkutan. Sehingga pada rentang masa tertentu, kondisi awal dimana si perancang bersangkutan memanifestasikan mimpinya, tidak lagi didapati.
Perubahan curah hujan yang berkurang pada suatu area, yang mana kemudian berimbas pada kelembaban tanah dan kesuburannya ... pada waktu yang lama, pada akhirnya akan mengakibatkan tanah itu menjadi kering, tidak menghasilkan. Setelah itu ? Pindah tempat, babat-babat hutan lagi ?
Terkait hal ini, perlu ada langkah-langkah persiapan dan tidak semata perlu dilakukan karena mendapati curah hujan yang berkurang. Ada alasan tertentu mengenainya.
Agar tanah tidak sampai kering, itu perlu disirami. Tapi bila tidak ada hujan, apa yang bisa kita perbuat ?
Secara modern, disemprot dari kapal terbang ? Kuat nggak nanggung biayanya ? Atau menggunakan cara yang cenderung klasik namun masih bisa dipakai ? Yaitu dengan cara membuat kolam dan salurannya, sebagaimana gambar di bawah ini.
Yang berwarna hijau adalah deretan tanaman kelapa sawit, bundar berwarna biru itu adalah kolam, dan garis lurus berwarna  biru itu adalah saluran airnya.
Untuk letaknya variatif sekali, tergantung kondisi tanah di wilayah yang bersangkutan. Kiranya bisa diskusi dengan anak-anak geologi mengenai itu.
Namun secara kasarnya bisa dibuat 1 kolam per satu atau 2 hektar luas kebun kelapa sawit itu. Luas kolamnya juga tidak harus terlampau besar, cukup berdiameter 4 atau 5 m. Tentang kedalamannya, tergantung pada struktur tanah di situ.
Pada lahan yang berdekatan dengan wilayah hutan, sebisa mungkin diberi kolam yang sama, pada area hutan, cukup 1-2 meter saja kedalamannya, yang mana dipergunakan untuk tempat minum hewan disekitar situ. Agar mereka tidak masuk ke area perkebunan, dan kemudian mengklaimnya sebagai teritorial mereka.
Ini boleh dibilang sama seperti konsep lubang/sumur resapan, namun kolam itu kiranya juga dipergunakan sebagai tempat untuk beternak ikan. Sekiranya jenis ikan yang dipilih adalah dari jenis lokal, sehingga untuk penyediaan pakan juga tidak menemui kendala terlampau besar.
Di mana ikan itu nantinya, entah diperuntukkan bagai karyawan/buruh untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mereka, atau bahkan bisa berlebih jumlahnya sehingga dapat dimanfaatkan bagi penduduk sekitarnya.Â