Wek wek wek ...
Bicara mengenai moral ..., bicara mengenai kondisi sosial budaya, lha kok kemudian larinya ke jalur politik ...Â
Apalagi kemudian juga disebutkan mengenai K H Ahmad D (mungkin karena berbagai berita yang muncul belakangan menyangkut komen beliau mengenai kondisi suatu bangsa), yang mana ada kaitan dengan masalah kepemimpinan.
...
Umpamakan ada masalah yang kemudian dirumuskan secara matematis ...
Dimana ditemui ada faktor "x" (kita pakai saja untuk mewakili masalah moral) dan ada faktor "y" (dipakai untuk mewakili masalah sosial budaya).
Sehingga rumusnya menjadi "x + y = z", dimana "z" adalah kondisi yang dapat ditemui/terjadi, dengan hadirnya faktor "x" dan "y".
Disebabkan karena kita "kurang menyukai" akan kondisi yang kita temui, maka kita menginginkan agar "z" menjadi tidak mengada. Secara matematis dikatakan, agar itu bisa bernilai 0 (nol).
Lha ini bisa menjadi suatu jebakan tersendiri. Ada orang yang mungkin tidak menghendaki hadirnya "z" sedemikian rupa, sehingga tabu baginya untuk mengetahui pengetahuan mengenai keberadaan "z". Padahal, pengetahuan itu wajar saja adanya, karena bila itu pernah terjadi maka itu merupakan kebenaran/fakta adanya. Tak perlu ditutupi, tetapi juga tidak perlu untuk dihakimi sedemikian rupa. Karena bila dikatakan pernah terjadi, maka itu adanya pada suatu masa yang lampau. Kita cuma perlu berusaha, agar itu tidak terjadi lagi. Nol.
Lain halnya bila itu belum pernah terjadi, sifatnya hanya imajiner belaka. Ketika faktor-faktor/fakta-faktanya tersusun lengkap, itu baru akan menjadi suatu  hal yang "riil" (di pikiran). Dan mengenai waktu terjadinya, tinggal menunggu saja. Bisa disambi 'ngopi-'ngopi. :)
...