Bila pada artikel "Antara Nasib dan Otak" kita coba mengetengahkan peranan otak yang ada dalam diri seorang manusia dan pengaruhnya terhadap "apa" yang mungkin terjadi dalam hidupnya berkaitan dengan itu, pada artikel ini kita coba ketengahkan sesuatu yang sifatnya lebih luas dari sekedar sesosok pribadi. Kita berusaha melihat tentang umat manusia dan peranan "otak" terhadap "nasib" yang dimilikinya.
Mungkin banyak yang tahu tetapi tidak seberapa peduli bahwa umat manusia juga mempunyai "otak" dimana didalamnya juga terjadi begitu banyak proses aksi reaksi. Pada "otak" itu ada juga bagian "memori", yang mana dalam kehidupan nyata itu bisa berupa ingatan yang ada dalam diri masing-masing orang, dan ada juga yang berupa tulisan yang ada dalam buku-buku sejarah. Tetapi satu hal yang patut dicermati mengenai ini, adalah ingatan yang ada dalam diri tiap orang tak selalu bebas dari persepsi yang dimiliki oleh orang tersebut terhadap peristiwa yang diingatnya. Bila persepsinya positif, maka orang itu akan menganggap bahwa peristiwa itu merupakan peristiwa yang bersifat positif. Dan begitu pula sebaliknya.
Hal yang sama, sebetulnya juga terjadi pada buku-buku sejarah. Bahwa persepsi dari si penulis, bisa saja membuat persepsi itu terbawa dalam tulisannya. Hal ini biasanya telah diantisipasi dengan dilakukan "uji kelayakan" terhadap isi buku yang bersangkutan, dimana ada beberapa penguji yang akan memantau dan mengkritisi sampai sejauh mana keobyektifan dari isi buku tersebut. Dimana ini ... biasanya berlaku untuk buku-buku yang dipakai dalam kurikulum pendidikan.
Tidak semua buku dengan "muatan" sejarah, mengalami perlakuan yang serupa. Kiranya hal ini patut untuk menjadi bahan perhatian bersama. Namun ... sekalipun telah melalui proses "pengujian", kita mengetahui pula bahwa pengujinya adalah manusia, yang tidak terbebas seluruhnya dari persepsi yang mereka miliki. Sekalipun mereka telah dipilih sedemikian rupa, akan didapati kemungkinan terselipnya unsur persepsi pribadi saat melakukan pengujian tersebut.
Dari beberapa hal itu, maka patutlah saat membaca sebuah buku sejarah, logika dan nalar tetap dipakai sebagai suatu acuan. Dan bisa dibantu lagi dengan membaca buku-buku sejarah lainnya, agar bisa meng-cross check-an apa yang ada di dalam isi-isi buku tersebut.Â
Kalau yang itu jangan dimakan mentahan, harus dimasak atau digoreng terlebih dahulu. :)
Dalam otak manusia ada pula jenis memori lainnya, yang mana berkaitan dengan apa yang biasa dilakukannya dalam hidup keseharian. Disebut sebagai "memori otot". ===> Kalau kedengaran janggal/aneh, sebutan asli dari sononya adalah "muscle memory".Dimana hal-hal yang biasa kita lakukan dalam keseharian, seperti bersepeda, berjalan, "ngetik" dan sebagainya, tersimpan sebagai sebuah data.Â
Dimana ada kecenderungan bila kita kemudian tidak melakukan sesuatu itu dalam jangka waktu yang lama, maka saat melakukannya lagi, ada kesan "kaku". Diduga karena ada sebagian data yang telah ada, turut "tergerus" saat terjadi proses regenerasi sel dalam otak manusia.
Itu pada sosok seorang manusia, pada ... kumpulan ... manusia, muscle memory itu merupa sebagai tradisi, adat, budaya yang ada dan dilakukan secara "kontinyu". Kontinyu ditaruh dalam tanda kutip, karena didapati juga ada saat dimana tradisi, adat, budaya itu tidak dilakukan lagi karena sebab-sebab tertentu.
Ini panjang banget sebetulnya, bahkan bisa menjadi sebuah tesis tersendiri, ... bila ada yang mau membuatnya. Sumonggo ...
Di artikel ini tidak akan dijelaskan panjang lebar mengenai apa yang ada disitu, tetapi seiring dengan artikel sebelumnya, difokuskan pada upaya "kumpulan manusia" untuk mewujudkan keinginannya untuk survive dan hidup ayem tentrem. Terkait dengan tradisi, adat, budaya itu kita dapati bahwa terkait dengan situasi dan kondisi yang ada tidak semuanya merupakan sesuatu hal yang positif. Kita ambil contoh tradisi berperang, atau tradisi carok.Bawa ini pada pengetahuan kita ... perihal "fight or flight" yang telah dikemukakan sebelumnya.Â