Serempak ketiganya mengangguk.
"Baiklah, ... itu saja". "Sementara kalian ...", ujar Rustam menatap tiga rekan Bara lainnya. "Pulanglah juga, bila ada sesuatu yang hendak kalian bawa kesana". "Mengenai jenisnya, kalian tentunya masih ingat persyaratan mengenai itu, khan ?" tanyanya sambil melambaikan tangan mempersilahkan mereka pergi.
Serempak keempatnya mengangguk lagi, dan kemudian langsung bergegas meninggalkan ruangan.
...
5.30 pagi. Setelah melihat DeWe-nya, Bara kemudian memasuki ruang tunggu. Dilihatnya para rekannya telah berada disana. Setelah berbincang sejenak, keempatnya kemudian bersama memasuki ruang pemberangkatan. Saat akan memasuki ruang itu, langkah Bara terhenti. Ia menubruk Parjo, yang entah mengapa berhenti mendadak. "Hei, mengapa kau berhen...", ucapan Bara terputus saat ia melongok, ingin melihat apa yang membuat langkah Parjo terhenti. Ia melihat sesosok wanita cantik sedang menyalami Parjo. Ia kemudian menoleh melihat wajah rekannya itu. Yang seperti terkesima akan sesuatu. Mulutnya agak terbuka, matanya menatap syahdu kepada wanita yang menyalaminya itu, ... yang mana terlihat sedang berusaha melepaskan genggaman tangan si Parjo.Â
Lesti menoleh, dan sejenak kemudian ia kemudian sadar apa yang sedang dialami oleh rekannya yang satu itu. Ia kemudian menjewer telinga si Parjo sambil menuntunnya menjauh dari pintu. Sambil berbuat demikian ia berkata dengan nada bercanda, "Hei, apa tak kau ingat mengenai tes yang terakhir ?"
Emily yang menyaksikan itu tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Bara berusaha sebisa mungkin menyembunyikan tawanya, ketika ia menyadari pula apa yang sedang terjadi.
"Lah, mengapa aku baru tahu kalau ada bidadari ada disini ?", ujar Parjo sambil tersenyum simpul.
"Apakah itu berarti kau akan membatalkan niatmu untuk pergi kesana, Jo ?", Lesti bertanya dengan nada bercanda.
"Aduh...", sahut si Parjo. "Tahu 'gini ...", ada raut penyesalan sekilas tertampak di wajahnya. Â "Ah, sudahlah ..., apa boleh buat ...". Kemudian ... "Maafkanlah ... daku, cintaku tak 'nyampai bukan karena babemu yang galak, 'yang, tetapi semata karena masalah jarak dan waktu", tutur Parjo berbunga-bunga sambil berlutut dengan bertumpu pada sebelah kaki dihadapan wanita itu.
Yang dimaksud, menutup mulut dengan kedua tangannya untuk menyembunyikan geli dan tawanya.