Mohon tunggu...
Noer Ardiansjah
Noer Ardiansjah Mohon Tunggu... lainnya -

Hanya serupa peternak mimpi yang masih asyik dengan mimpinya. Lebih seringnya sih, bermimpi tentang kamu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Satria Dirgantara (Sejarah Depok) III

16 Januari 2015   14:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:02 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_364225" align="aligncenter" width="300" caption="(foto: wikipedia.com)"][/caption]

III.

Tanah Sunda

Luka tak pandang sesiapa
Lincah menari pandai melempar rasa
Ketika hati menjelma berupa cakra
Tegas membuka tabir dan makna

Adalah Kinanti, seorang wanita berparas cantik, berkulit putih, dan memiliki sedikit bulu ditangan yang dulunya pernah merajut asmara bersama saya. Banyak yang tidak menduga kalau seorang Dirga mampu menaklukan hati Kinanti, perempuan cantik yang berasal dari kota Lampung.

Tepatnya pada tahun 2008, untuk kali pertama saya berhasil memikat wanita seindah rupa dia. Di tempat kerja dulu, saingan sangatlah banyak dan juga berbeda kasta kalau boleh dilebih-lebihkan. Mulai dari manajer, bahkan sampai beberapa bos-bos besar menaruh hati dan berlomba-lomba untuk mendapatkan hati Kinanti.

Awalnya saya berpikir, ‘Saya? Aduh, apalah artinya. Seorang karyawan bawahan yang tidak memiliki harapan untuk mendapatkannya.’ Tapi ternyata, sayalah yang paling berarti baginya, ketika itu.

“Bro, ternyata Kinanti juga menaruh hati kepadamu. Semenjak kamu ajak dia ke sebuah acara musik di Jakarta.” Tegas David, kawan satu pekerjaan.

Iya, tahun 2008 boleh dibilang adalah tahun keemasan bagi saya, Satria Dirgantara. Selain mendapatkan kerja di tempat yang mengasyikkan, profesi sampingan saya waktu itu adalah sebagai pembawa acara musik komunitas.

Suatu hari, ada jadwal membawakan acara musik di daerah Blok M Jakarta, dengan penuh rasa percaya diri saya mengajak Kinanti untuk menyaksikan pagelaran itu. Intinya sih, agar saya bisa tebar pesona dengan wanita pujaan. Dan tidak disangka, sejak awal saya berdiri di depan khalayak ramai, sejak saat itu pula ia merekam semua gerakan dan perbuatan saya. Sungguh tiada terkira, bahagianya hati ini. Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya kami menjalani kisah cinta yang sangat indah.

Sampai pada suatu hari, ketika saya akan berhenti kerja. Kinanti berkata, “Nanti kalau kamu berhenti, langsung cari kerja lagi ya Mas.”

“Iya, aku pasti langsung mencari kerja. Kamu yang sabar ya. Mencari pekerjaan tidaklah mudah, apalagi aku hanya seorang tamatan sekolah kejuruan.” Jawab saya.

“Kalau kamu niat, pasti ada jalan. Setelah semuanya kembali lancar, baru kita memikirkan ke arah yang lebih serius.” Ucapnya.

Dengan rasa terkejut, saya berkata.

“Hah?! Serius?! Maksud kamu, menikah? Serius?

“Iya! Kenapa memangnya? Kamu belum siap ya?” tanyanya.

“Wah, ya sangat siap! Aku akan mencari kerja. Kamu yang sabar. Doakan aku juga.” Jawab saya.

Menikah! Salah satu kebutuhan umat manusia. Umur saya ketika itu masih dua puluh satu tahun, sedangkan Kinanti dua puluh empat tahun. Ya, umur bukanlah masalah utama jika kita sudah membicarakan cinta. Tiada yang mampu menahan laju cinta. Datang bisa dengan cepat, atau juga akibat reaksi saling bersemuka. Seperti yang orang Jawa bilang, “Witing tresna jalaran saka kulina.” Harapan Kinanti adalah semoga saya mendapatkan pekerjaaan, namun di belakang dia, saya hanya menghabiskan waktu bersama Hiras, Himawan, dan Robin dengan bermain kartu, dari malam hingga pagi, begitu seterusnya.

Sampai pada suatu hari.

“Kinanti, tadi malam aku bermimpi buruk sekali.”

“Mimpi apa?”

“Aku bermimpi kamu meninggalkanku dan berjalan bersama Rio.”

Rio ini adalah teman kantor Kinanti yang sebenarnya sudah bertunangan dengan kekasihnya.

“Mimpi kamu aneh, kamu juga tahu kalau Rio sudah bertunangan dengan Mirna.”

“Aku khawatir deh. Jadi begini mimpinya.Ketika aku mau ke kosanmu, ternyata di sana sudah ada kamu dan dia. Kamu yang sedang disuapi makanan, sambil memadu mesra bersamanya, dihadapanku. Dan kalian seolah-olah mengabaikan kehadiranku.”

“Ya ampun,Mas. Itu hanya mimpi! Kamu juga tahu kalau dia sangat kaku terhadap wanita, ditambah sifatnya yang sangat lembut seperti wanita. Mana mungkin aku akan bersamanya. Sudah, jangan kamu pikirkan.”

Selang beberapa hari kemudian, apa yang ada di dalam mimpi, semuanya terjadi. Ya, ternyata Kinantisudah menjalin kasih dengan Rio. Entah kebetulan atau apa, sampai sekarang saya pun tidak banyak mengerti akan mimpi-mimpi yang menjadi kenyataan. Bukan hanya pada Kinanti, jauh beberapa tahun sebelumnya pun sama, ketika itu saya bermimpi, Nenek tercinta sedang diarak ke sebuah lapangan tanah yang sangat besar. Nenek yang berada di atas kasur dan sedang tertidur, dibawa ke tengah sambil dihujani tangisan oleh banyak orang.

Dan di kehidupan nyata, dua hari setelah mimpi, benar. Nenek tercinta telah tiada. Belum lagi bermimpi tentang salah satu kawan yang tiba-tiba bersitegang dengan kawan karibnya. Banyak, banyak sekali mimpi-mimpi saya yang menjadi nyata.

Dengan yang belum lama ini, ketika menjalin kasih dengan teman kerja, Rosa. Saya mengalami kejadian serupa, bermimpi buruk yang mengakibatkan hubungan saya akan berakhir. Dan anehnya, di kehidupan nyata pun hati ini terus meragukan hubungan saya dengan Rosa. Kalau pada sebelumnya hati tidak ikut peran, namun untuk kali ini ia berperan kuat dalam keyakinan saya. Seolah-olah berkata, “Coba sesekali kamu lihat handphone-nya. Pasti ada sesuatu.” Kurang lebih seperti itulah bisiknya.

Suatu hari, telepon genggam Rosa tertinggal di kantor. Karena penasaran, diri coba memastikan apa yang terbesit di dalam hati. Dan ternyata, saya mendapatkan beberapa pesan singkat antara dia dengan beberapa teman prianya. Sebelumnya, masalah ini pernah juga dibahas, kalau Rosa memang tidak menjalin hubungan lebih dengan mereka, hanya sebatas teman, katanya.

Ia pun sudah berjanji akan membatasi segala percakapan dengan mereka. Akan tetapi, janji tinggallah janji. Apa yang saya dapati dari pesan singkat itu membuat bulat keyakinan untuk menyudahi hubungan antara saya dan Rosa. Seperti api, meskipun kecil, ia tetap mempunyai kapasitas untuk membakar. Kobarannya dapat menghanguskan kehidupan. Tapi kalau dikaitkan atas nama Tuhan, ya inilah takdir. Pertemuan adalah pangkal dari perpisahan.

Pejantan gemulai di balik tirai
Menambus setanggi menguntai rasa
Menatap hati landur terkulai
Berselendang duka mengurai duka

Dan ini juga yang merupakan salah satu alasan saya untuk berhenti dari tempat saya bekerja. Kemarin saya bekerja di perusahaan Usman -sahabat yang sudah seperti saudara sendiri- sebagai penulis konten website dan pengarang cerita untuk sebuah Tabloid Kartun Indonesia.

Bicara tentang Usman, saya juga pernah bermimpi akan kegagalannya dalam usaha bersama. Dan beberapa minggu setelah itu, benar, apa yang saya mimpikan terjadi. Prihal mimpi tentang Rosa, yang mendasari keyakinan untuk menyudahi hubungan sehingga berhenti bekerja, saya tidak pernah mengatakan, baik kepada Rosa, maupun Usman. Karena bisa jadi mereka akan menganggap saya gila, terlalu percaya mimpi. Bahkan mungkin, saat ini, para pembaca yang budiman juga akan menganggap kalau si penulis ini mempunyai daya hayal yang agak nyeleneh. Tapi memang begitulah kehidupan ini. Banyak segala peristiwa yang tidak mudah untuk diserap dengan logika atas apa yang telah terjadi.

Lembah kehidupan setapak curam
Terlalu cepat untuk kita meracau kesedihan
Kembang setaman tidak pernah aku mandikan
Berkisah pada angin tentang cinta semalam

Keanehan yang saya alami, pernah saya tanyakan kepada salah satu guru spiritual di Cirebon, kira-kira tahun 2011. Sang guru mengatakan ada energi besar yang mengikuti saya, mungkin itu dari leluhur-leluhur saya zaman dahulu, katanya. Jujur, saya tidak pernah tahu akan masalah ini. Di tempat silat pun sama, sang guru mengatakan kalau leluhur dari tanah Boyolali mengikuti dan menjaga saya, katanya lagi.

Sedikit memutar kembali ingatan ketika di Cirebon. Bersama Galih, Hidayat, dan Syafril, kami berkunjung ke tempat kang Hisyam, yang saya anggap sebagai guru spiritual. Saya yang sangat menyukai sejarah leluhur dan dunia mistis, meminta kepada sang guru supaya dibukakan mata batin sehingga bisa melihat dan berinteraksi dengan makhluk lain.

Sampai pada akhirnya, sang guru mengatakan, “Kamu itu aneh, banyak orang yang ingin hidup normal. Tidak ingin berdekatan dengan alam lain. Tapi kamu .... Sabar saja, ketika sudah tiba waktunya, kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Untuk sekarang, kalian coba banyak-banyak kirimkan Al Fatihah untuk leluhur, terlebih untuk Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati.”

Saya beserta Galih, Hidayat, dan Syafril melakukan apa yang telah Kang Hisyam perintahkan, mengirimkan Al Fatihah untuk para leluhur di tanah Cirebon.

Berdasarkan cerita Kang Hisyam, Pangeran Cakrabuana adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam di pesisir Jawa. Selain itu, beliau juga merupakan anak dari Raja Padjajaran terakhir, Sribaduga Maha Raja Prabu Siliwangi, dengan ibu, Nyai Subang Larang. Konon, dikarenakan ibunya, Nyai Subang Larang sudah memeluk agama Kanjeng Rasulullah. Akhirnya, Pangeran Cakrabuana pun mengikuti agama yang dipeluk ibunya.

Dalam Babad Cirebon dikisahkan bahwa Pangeran Cakrabuana atau Raden Walangsungsang beserta adiknya, Nyai Lara Santang pernah mengajukan izin kepada Prabu Jaya Dewata, yang pada saat itu masih menjadi raja bawahan di Sindangkasih untuk memeluk Islam. Akan tetapi, Jaya Dewata menolak. Alhasil, Pangeran Cakrabuana dan Nyai Lara Santang pergi dari istana dengan tujuan mencari guru untuk mempelajari Islam lebih dalam. Raden Walangsungsang yang menggunakan nama samaran ketika itu menjadi Ki Samadullah.

Awalnya mereka berguru kepada Syeikh Nurjati di pesisir laut utara Cirebon. Setelah itu ia bersama Nyai Mas Lara Santang berguru kepada Syeikh Datuk Kahfi. Yang kemudian, beliau membangun kehidupan baru bagi orang-orang yang beragama Islam di daerah pesisir. Dikarenakan pada waktu itu salah satu mata pencaharian penduduk pemukiman baru adalah menangkap udang kecil untuk dijadikan bahan terasi, akhirnya timbullah nama Cirebon, yang di mana kata Cirebon berasal dari bahasa Sunda, yakni cai yang memiliki arti air, sedangkan rebon adalah anak udang atau udang kecil.

Dari situ juga kemudian Raden Walangsungsang diberi gelar menjadi Pangeran Cakrabuana. Selain memiliki saudari Nyai Mas Lara Santang, Pangeran Cakrabuana juga memiliki saudara kandung yang termasyhur akan kisahnya, Raden Kian Santang.

Adapun hubungan Pangeran Cakrabuana dengan Syeikh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang tidak lain adalah Pangeran Cakrabuana merupakan pamannya. Yang kemudian hari, Pangeran Cakrabuana mendirikan sebuah Kerajaan Islam di pesisir Jawadengan nama Nagara Agung Pakungwati Cirebon atau dalam bahasa Cirebon disebut dengan sebutan Nagara Gheng Pakungwati Cirebon. Membangun sebuah keraton bercorak Islam di Cirebon Pesisir dengan diberi nama Keraton Pakungwati.

Tepat jam dua belas malam, di surau keluarga Syafril saya sudah duduk bersila, mengambil posisi yang nyaman untuk mengirimkan Al Fatihah untuk para leluhur. Suasana yang sunyi dan sepi menambah kenikmatan dalam bermunajat.

Tiga jam berlalu, mata yang sudah sangat lelah seolah-olah berteriak, “Dirga, tidurlah sejenak. Berikan hak kami untuk istirahat.”

Lepas raga benamkan sukma
Seorang anak kecil yang riang bermain mesra
Duhai asmara yang kian melekat

Karena memang sudah lelah, sepuluh menit sesudah itu saya langsung tertidur. Tetapi tidak benar tertidur. 

“Astaghfirullah, sepertinya saya akan kena erep-erep nih.” Ucap pada diri sendiri.

Benar, beberapa detik setelah berkata, seketika itu pula saya kena erep-erep. Empat kali merasakan seperti itu dalam kurun waktu satu jam! Dan sebelum terkena erep-erep selanjutnya, saya pun berucap dengan kata yang sama.

“Astaghfirullah, sepertinya saya akan kena erep-erep.”

Bisa mengatakan dan tahu akan terjadi, namun saya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya terdiam menanti kejadian itu datang kembali. Seperti inilah singkatnya yang saya rasakan ketika terkena erep-erep.

Yang pertama, saya melihat ratusan wajah dengan beraneka rupa. Menyeramkan! Sungguh menyeramkan. Wajah-wajah yang mengerikan itu berputar bergantian sambil menatap saya. Kedua, ruh saya keluar dari badan. Bahkan saya sempat melihat badan saya yang tertidur, melihat juga tubuh Galih dan Hidayat yang sedang tertidur pulas. Penglihatan yang mampu menembus tembok kamar, dan melihat ayah Syafril yang sedang berjalan menuju surau. Yang ketiga, saya melihat tiga sosok berpakaian raja yang sedang duduk, masih sama, menatap saya. Hanya menatap, tidak ada yang saling melempar kata. Di antara tiga raja itu, ada salah satu raja yang memiliki ciri fisik seperti orang Tionghoa. Dan yang terakhir, saya melihat sesosok manusia dengan pakaian serba putih sambil mengenakan surban menghampiri dan menatap saya.

Tepat jam empat lewat saya sudah sadar dan lekas bangun. Jujur, saya benar-benar takut ketika itu terjadi. Keringat terus mengucur. Saya diam sesaat sambil menanti waktu subuh. Kemudian terkait erep-erep yang kedua, apa yang saya saksikan jelas nampak. Kegiatan ayahnya Syafril, berjalan menuju surau, tempat ibadah keluarga.

Ya, kejadian erep-erep tadi merupakan kisah teraneh yang saya alami di tempat itu. Beberapa bulan setelah dari Cirebon, saya kembali bermimpi aneh. Berdiri sendiri di tempat yang gelap, kemudian ada sesosok manusia berpakaian serba putih dengan surban di kepala, ia terbang dan menghampiri saya.

Sambil tersenyum, dia berkata.

“Saya adalah Ali. Saya datang untuk menjagamu.”

Seperti yang saya jelaskan di awal, tentang mimpi, banyak sekali rentetan kejadian di alam bawah sadar yang tidak masuk akal. Karena ada beberapa ingatan yang mulai padam, oleh sebab itu saya tidak berani membeberkan semua mimpi. Takut melebihkan atau mengurangi apa yang sudah terjadi.

Ketika masih bekerja di tempat Usman, saya diajak Gumilang untuk ikut serta ke Pamarayan Banten. Sekaligus memperingati Mauludan -perayaan Maulid Nabi- di sana bersama keluarga Gumilang. Asyik, sambutan hangat yang diberikan oleh keluarga besarnya, membuat diri ini serasa seperti keluarga sendiri.

Adalah Uwak Kosim, paman dari Gumilang yang saya jadikan media curahan hati akan kejadian di atas. Menceritakan beberapa peristiwa aneh yang menimpa hidup saya. Saya ingat betul, mulai dari jam dua belas malam sampai jam tiga pagi kami bertukar cerita. Beliau yang juga merupakan seorang budayawan, menceritakan banyak sekali tentang Sribaduga Maha Raja Prabu Siliwangi beserta kerajaan besar yang berasal dari tanah Sunda. Mendaraskan cerita tentang Benua Atlantis yang hilang, dan yang lebih menarik, mengisahkan tentang asal usul nama Depok.

Ya! Inilah yang sedang saya cari. Sampai pada akhirnya.

“Insya Allah, Uwak lagi mau membangun paguyuban yang akan menelusuri jejak leluhur, di rumah Uwak yang ada di Bogor. Kalau memang berminat, gabung saja ke sana. Kita sama-sama cari tahu leluhur.”

“Wah, mau banget, Wak. Kapan kira-kira Dirga bisa ke sana? Boleh mengajak kawan, Wak?”

“Nanti, setelah rumah Uwak selesai direnovasi ya.  Boleh. Malah,Uwak senang ada banyak pemuda yang peduli dengan leluhurnya.”

“Iya,Wak. Insya Allah nanti Dirga mengajak yang lainnya.”

“Iya, kamu ajak saja. Sekarang budaya asing telah menggerogoti habis budaya leluhur. Sehingga banyak anak muda yang buta tentang sejarah negeri sendiri. Kalau terus begini, tidak menutup kemungkinan, jika kelak leluhur kita akan tertimbun oleh cerita dari negeri asing, hilanglah jati diri kita sebagai generasi bangsa. Padahal, jauh sebelumnya, presiden pertama kita, Eyang Soekarno sudah berpesan dalam pidatonya, ‘Jangan sekali-kali melupakan sejarah’. Sejarah sengaja dikaburkan oleh pihak asing, kemudian dikubur dalam-dalam. Para leluhur kita banyak dianggap lelucon dan mitos. Tunggulah sampai datang kehancuran untuk negeri tercinta ini, Indonesia, Nusantara Raya. ”

Meskipun baru kenal, bagi saya, Uwak Kosim adalah seseorang yang layak untuk dijadikan panutan. Keprihatinannya terhadap leluhur patut diberikan apresiasi yang dalam. Di tengah riuhnya gelombang budaya asing merajalela, dengan susah payah beliau berniatan mendirikan paguyuban agar terjaga sejarah dan budaya leluhur kita, Bangsa Nusantara yang kaya akan khazanah sejarah dan budaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun