Mohon tunggu...
Titin Rahmawati
Titin Rahmawati Mohon Tunggu... Perawat - Jarang pake sendok

married

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Refleksi Hari Buruh : Tentang Kesejahteraan Perawat

1 Mei 2015   15:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Buruh sedunia dirayakan pada hari ini, 1 Mei. Asal mula hari buruh ini adalah usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan sosial dan ekonomi para buruh. Sebelumnya, hari buruh bukanlah hari libur nasional di Indonesia sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Perpres yang menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional tahun 2013 lalu.

Ribut-ribut mengenai hari buruh, sebenarnya buruh itu apa?

Disadur dari wikipedia, buruh adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan pendapatan baik berupa uang maupun hal lainnya kepada pemberi kerja, majikan/bos ataupun pemimpin tempat kerjanya. Kata 'buruh' selalu berkonotasi negatif, merujuk kepada mereka yang melakukan pekerjaan kasar, kotor, dan memerlukan tenaga yang besar. Beda dengan mereka yang menggunakan otaknya untuk bekerja, sebutannya adalah karyawan atau tenaga kerja. Pada esensinya, baik mereka yang bekerja dengan tenaga ataupun dengan otaknya sama-sama buruh.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan selama anda bekerja dibawah perintah dan pengawasan orang lain, maka anda adalah seorang buruh, sekalipun pekerjaan yang dilakukan bukanlah pekerjaan berat dan kotor.

Perawat juga adalah buruh, karena mereka bekerja di bawah naungan institusi rumah sakit, klinik atau institusi pendidikan. Tidak termasuk mereka yang mendirikan klinik mandiri dan tidak akan dibahas di tulisan ini.

***

Selama ini kesejahteraan perawat kerap kali diabaikan. Keluh kesahnya hanya konsumsi di kalangan sendiri. Jarang sekali media yang mau mengekspos bagaimana nasib perawat selama ini. Data dari situs Informasi Tenaga Kerja (InfoNakes) menyebutkan bahwa pada tahun 2103, jumlah perawat di Indonesia mencapai 288.405 orang. Secara signifikan, jumlah perawat setiap tahun bertambah seiring menjamurnya pendidikan keperawatan dengan berbagai jenjang. Membuka pendidikan keperawatan merupakan suatu lahan usaha yang menguntungkan. Alasannya adalah tingginya animo masyarakat terhadap profesi keperawatan. Suatu hal yang membanggakan jika kelak memakai seragam putih dan melayani pasien dengan setulus hati. Kualitas lulusan keperawatan urusan lain lagi.

Menjadi perawat pun bukan mudah. Membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Untuk menjadi perawat yang legal, lulusan institusi keperawatan wajib mengikuti ujian kompetensi dan mendapatkan sertifikat kompetensi untuk mengurus Surat Tanda Registrasi (STR). Sekali lagi, waktu dan biaya yang dikeluarkan lumayan banyak, tergantung dari tingkat kemampuan anda.

Setelah menghabiskan waktu dan biaya yang banyak itu, nasib perawat masih saja gelap. Di beberapa daerah, perawat digaji rendah, tolak ukur rendah disini adalah gaji perawat yang tidak mencapai 50% upah minimum regional (UMR). Ada juga yang bahkan tidak digaji sama sekali. Keadaan di perparah dengan adanya rahasia umum bahwa jika ingin magang (tidak dibayar) di institusi kesehatan milik pemerintah, wajib membayar "uang minum" kepada sejumlah oknum tertentu.

***

Setiap tahun, kerap kali kita mendengar berita buruh yang berunjuk rasa demi peningkatan kesejahteraan mereka. Tahun ini permintaan buruh lumayan "ajaib" bagi saya. Di mulai dari peningkatan UMR sebanyak 30% dari UMR awal, jaminan kesehatan, uang pensiun, dan pengangkatan buruh menjadi PNS. Poin satu dan dua terdengar masuk akal, namun pada bagian uang pensiun dan menjadi PNS membuat kepala tergeleng.

Perawat bagaimana? Apa sebaiknya tidak berdemo saja menuntut kesejahteraan?

Menurut seorang perawat senior dan juga dedengkot di organisasi keperawatan paling besar di Indonesia, perawat sebaiknya tidak berdemo seperti buruh. Perawat harus menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban profesionalitas seorang perawat. Jika telah terpenuhi, baru lah perawat berhak berdemo seperti buruh.

Pertanyaannya adalah, adakah indikator bahwa perawat telah memenuhi kewajiban profesionalitas? Tidak ada

Jadi bagaimana? Ya pasrah saja

***

Bagi saya...

Sudah pantasnya perawat berdemo besar-besaran dari sabang sampai merauke untuk menuntut kesejahteraan.

Berhubung perawat adalah orang yang identik dengan kesehatan dan keselamatan umat manusia, jika berdemo haruslah direncanakan matang-matang. Misalnya perawat yang bekerja di UGD dan ruang-ruang vital lainnya dilarang ikut berdemo. Semua institusi dan organisasi keperawatan wajib mendukung. Selama ini keberhasilan demo buruh dalam meningkatkan pendapatannya didukung oleh faktor kekompakan dan dukungan dari organisasi buruh seperti serikat buruh.

Adapun tuntutan yang wajib dipenuhi adalah:

1. menyediakan lapangan kerja bagi perawat tanpa adanya KKN di institusi pemerintah maupun swasta

2. mengatur regulasi tentang gaji seorang perawat yang mencapai angka UMR, baik di institusi pemerintah maupun swasta

Jika dua hal ini dipenuhi, bukan mustahil kesejahteraan perawat akan terpenuhi.

Kepada bapak/ibu yang mempunyai jabatan tinggi di organisasi keperawatan terbesar di Indonesia (jika anda membaca tulisan ini), mohon jangan diabaikan. Anda tidak perlu mengatakan perawat tidak boleh berdemo menuntut kesejahteraan karena itu bukan hal yang profesional. Jujur saja, profesionalisme tidak membuat perut kenyang untuk perawat di beberapa daerah tertentu. Kita pun bisa berdemo tanpa harus meninggalkan profesionalisme.

Sekarang coba bayangkan bagaimana rasanya berada di posisi kami, yang sulit mencari kerja, yang tidak digaji, yang digaji rendah. Saya yakin para Ibu/Bapak anggota organisasi keperawatan terbesar di Indonesia enggan berpeluh panas-panasan mengotori baju dan bedak anda dengan keringat, toh anda semua sudah jadi orang hebat dengan gaji memadai. Setidaknya berilah dukungan dan inspirasi agar kesejahteraan perawat dapat ditingkatkan. Bukan hanya sekedar teori. Apalagi membanggakan bahwa pekerjaan perawat adalah pekerjaan paling populer di negara A, semua orang ingin jadi perawat di negara B, gaji perawat paling tinggi di negara C. Ini Indonesia bung! Dimana perawatnya sebagian hidup layak dan sebagian melarat. Mari sama-sama jadikan peringatan May Day ini sebagai momentum untuk bertindak. Ya, bertindak, bukan lagi sekedar hanya memikirkandan berteori tentang nasib perawat. Salam sejawat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun