Mohon tunggu...
Titin Rahmawati
Titin Rahmawati Mohon Tunggu... Perawat - Jarang pake sendok

married

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

4 Mitos yang Dituduhkan Ke Pembaca Komik

26 Oktober 2012   16:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:21 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mendengar kata komik, yang terbayang adalah sebuah gambar yang terkurung dalam panel dan memiliki gelembung percakapan antar tokohnya. Sebenarnya komik tidak terbatas hanya disitu. Seperti banyak sastra modern, bentuk komik juga mengalami perubahan. Tidak terdiri dari beberapa panel dan gelembung suara, ada juga komik yang dibuat hanya satu panel dan terdapat keterangan di bawah gambarnya. Contohnya adalah http://memebase.cheezburger.com/">memecomic

Biar jangan melenceng jauh, dalam tulisan ini saya ingin membahas tentang manga (komik buatan jepang). Manga yang diterbitkan di Indonesia dan mendapat lisensi resmi adalah terbitan PT Gramedia yang menaungi 2 penerbit besar yaitu PT Elex Media dan m&c. Selebihnya ada juga penerbit indie yang menerbitkan komik yang diragukan lisensinya. Gambar komiknya buram, tidak terang seperti halnya komik dengan lisensi resmi.

Pertama kali saya membaca komik saat kelas satu SMP. Di kota tempat saya tinggal tidak terdapat toko buku, jadi kalau mau baca komik harus menyewa di rental. Orang tua juga tidak mempermasalahkan, karena mereka percaya bahwa anak-anaknya akan bisa membagi waktu antara belajar dan mencari hiburan. Sampai sekarang saya tetap membaca komik, kalau dihitung-hitung sudah lebih dari 6 tahun saya membaca komik.

Berbicara tentang komik, tentu ada sisi positif dan negatifnya. Adapun 4 hal yang mungkin terjadi pada sebagian pembaca komik namun digeneralisir untuk semua pembaca komik adalah:

1. Membaca komik akan membuat anak malas belajar dan kurang berprestasi

Mitos klasik yang masih eksis sampai sekarang. Sebenarnya banyak faktor yang membuat anak berprestasi ataupun  jarang berprestasi. Genetik, nutrisi, dan pola asuh orang tua berperan penting dalam perkembangan anak. Apakah dengan memaksakan anak belajar terus menerus dapat membuatnya pintar? Tidak. Anak justru akan stres, tertekan, dan bahkan minder jika tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tua.

Pada komik klasik sejuta umat yang berjudul "Doraemon", digambarkan tokoh utama yang bernama Nobita adalah seorang anak pemalas yang sering mendapat nilai 0, suka baca komik, malas-malasan dan tidur siang. Apakah yang membuat Nobita mendapat nilai 0 adalah membaca komik? Bisa jadi, tetapi ada juga faktor lain seperti malas, suka tidur siang, sehingga Nobita tidak sempat belajar. Belum lagi reaksi orang tuanya yang selalu marah-marah melihat nilai Nobita seperti itu. Memarahi anak bukan jalan keluar untuk memperbaiki prestasi anak.

Biarkan saja anak membaca komik dengan pendampingan orang tua. Bantu anak mengatur waktu dan pastikan anak membaca komik sesuai dengan klasifikasi umurnya.

2. Komik itu bacaan anak-anak

Ini juga tidak sepenuhnya benar. Walaupun gambar komik kebanyakan kocak dan menghibur, tetapi komik mempunyai klasifikasi pembacanya sendiri. Apakah untuk semua umur, remaja atau dewasa. Komik untuk semua umur biasanya bertema kehidupan sehari-hari, sekolah, bermain, dsb. Contoh komik untuk semua umur adalah Hai Miiko karya Ono Eriko dan Yotsuba! karya Kiyohiko Azuma

Komik untuk remaja dibagi dua, yaitu remaja pria dan remaja wanita. Untuk remaja pria, komik bertema fantasy adventure, bertarung dengan sihir, senjata, dan hal-hal lain yang bersifat imaji/khayalan. Contoh komik untuk remaja pria adalah Bleach karya Tite Kubo dan Yu-Gi-Oh karya Kazuki Takahashi. Untuk remaja wanita, komik bertema kehidupan sehari-hari dengan pemeran utamanya adalah remaja putri. Kadang-kadang juga memasukkan tema sihir dan fantasy yang lebih halus dibandingkan dengan komik kegemaran remaja putri. Contoh komik untuk remaja putri adalah Mermaid Melody karya Michiko Yokote dan Alice Academy karya Tachibana Higuchi

Komik untuk dewasa? Pasti mulai berpikiran komik-komik dengan pemeran wanita berbaju minim dan ditambah adegan seksual. Kebanyakan memang begitu, tetapi intisari sebenarnya dari komik dewasa adalah tema dan alur cerita yang memang untuk dewasa. Contoh komik dewasa adalah Sakura Tsuushin karya U-Jin. Kenyataannya juga banyak komik dewasa yang tidak terlalu banyak mengumbar gambar syur. Salah satu contohnya adalah Yokohama China Town karya Nishi Yuji.

Karena itu, orang tua sudah sepantasnya peduli terhadap anaknya yang membaca komik. Awasi agar anak membaca komik sesuai dengan umurnya. Genre komik terbitan PT Elexmedia bisa dilihat dibagian belakang ujung bawah sebelah kanan/kiri komik (relatif, karena ada komik yang dicetak dari kanan ke kiri dan sebaliknya). Apakah itu komik dewasa, komik remaja atau komik untuk semua umur.

Bagi saya pribadi, genre ini juga relatif. Kadang komik yang berlabel 'komik remaja' sepantasnya dibaca untuk dewasa. Contohnya adalah komik Aoba Bicycle Shop karya Gaku Miyao. Temanya umum, tentang seorang pria yang berjualan sepeda. Tetapi mulai dari volume 3, terdapat tokoh baru seorang kakak berdada besar yang juga senang mengenakan baju berbelahan dada rendah. Kurang cocok untuk pembaca remaja, walau temanya remaja banget.

3. Remaja putri pembaca komik orangnya alay

Ini relatif, tidak bisa digeneralisir. Seperti halnya pengguna facebook ataupun penonton film korea. Tidak semua pengguna facebook alay bukan? Tidak pula penonton film korea berperilaku kekanakan, iya kan? Remaja putri yang menggilai komik akan menyalurkan kembali khayalannya dalam bentuk fanfiction, sebuah fiksi yang tokohnya didasarkan pada komik yang dijadikan inspirasi. Bentuk penyaluran imajinasi yang bagus, bahkan fanfiction buatan mereka jauh lebih baik dari skenario shitnetron indonesia (upss)

4. Remaja putra pembaca komik orangnya mesum bin piktor (pikiran kotor)

Sekali lagi hal ini tidak bisa digeneralisir. Tergantung tujuan dia membaca komik untuk apa. Apakah untuk sekedar hiburan ataukah melihat gambar yang aneh-aneh. Ini juga dipengaruhi lingkungan, kedekatan hubungan dengan orang tua dan pendekatan agama berperan penting disini.

***

Sekian saja mitos yang bukan mitos tentang pembaca komik versi saya. Semoga melalui kompasiana, para pembaca komik seperti saya dan teman-teman lainnya bisa berbagi tentang komik sehingga menghapus sebagian besar stigmatisasi buruk tentang komik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun