"Mau dibawa kemana pendidikan kitaa~, jika kau terus berubah-ubah, dan kebijakanmu mengada-ada~"
Dengan lagu Armada - Mau Dibawa Kemana yang liriknya diplesetkan itu, saya mengikuti audisi "Pendidikan Idol" dengan juri utamanya, Bapak Djoko Santoso yang juga Dirjen Dikti. Pak Djoko menyampaikan kebijakan bahwa tahun depan, ujian SNMPTN tertulis sebagai jalur masuk universitas akan dihapus. Jadi siswa/i yang berminat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi hanya mempunyai dua opsi yaitu jalur undangan yang disediakan dari sekolah dan jalur mandiri.
Jika siswa mencoba masuk melalui jalur undangan, maka mereka harus berusaha semaksimal mungkin saat ujian nasional (UN) agar mendapat nilai terbaik sehingga memperoleh kesempatan untuk menjadi undangan dari sekolah ke PTN yang dituju.
Sedangkan jalur mandiri, sama seperti ujian tertulis lainnya. Diadakan oleh PTN itu sendiri. Saya bertanya kepada teman sekelas yang kebetulan masuk kuliah lewat jalur mandiri ini. Bagaimana soal ujian jalur mandiri? Apakah sama dengan soal ujian saat SNMPTN? Dia menjawab lebih gampang soal ujian jalur mandiri. SPP kami pun berbeda, mahasiswa yang kuliah lewat jalur mandiri membayar SPP lebih mahal.
Pertanyaannya sekarang, memang sistem UN sudah benar sekali ya? Sampai dipercaya untuk menentukan seorang siswa berhak atau tidak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setiap kali UN diselenggarakan, konspirasi tingkat tinggi bermain didalamnya. Oknum kepsek, guru, dan siswa itu sendiri ikut terjun ke air got untuk memuluskan tujuannya. Jika persentase kelulusan UN menurun, kepsek terancam dipecat, guru begitu pula. Siswa terancam depresi nan malu. Semua pihak punya kepentingannya untuk lulus UN sekalipun lewat jalur got alias kotor
Belum lagi masalah klasik seperti anak yang sekolah di daerah terpencil. Mereka harus menghadapi UN dengan sistem komputerisasi dan patokan nilai tinggi untuk lulus. Sering diberitakan, sekolah2 seperti inilah yang angka kelulusannya 0%. Jika mereka semua tidak lulus, tidak berhakkah mereka menduduki bangku PTN? Tidak lulus UN berarti tidak pintar? Salah besar! Bisa saja karena human error seperti pengisian LJK yang tidak benar atau nilainya mungkin bagus, tetapi tidak mencukupi standar yang ditetapkan untuk lulus versi sekolah di perkotaan besar.
Kemendikbud mengklaim bahwa peningkatan kredibilitas ujian nasional mutlak dilakukan. Namun mutlak seperti apa tidak jelas dipaparkan. Mereka mengklaim dengan sistem penerimaan mahasiswa PTN berdasarkan nilai UN karena ketidakefektifan ujian tertulis SNMPTN. Penyakit2 seperti nepotisme, joki, dan mencontek masih sangat kental. Lha, bagaimana dengan UN yang dalam praktiknya juga tidak terlalu bersih? Pengalaman saya saat sekolah dulu, ujian UN lebih longgar pengawasannya daripada ujian tertulis SNMPTN. Bahkan ditelevisi juga sempat disorot siswa yang membawa handphone ke dalam ruangan ujian tetapi didiamkan oleh pengawas. Sedangkan SNMPTN lebih ketat.
***
Menurut saya, seharusnya jalur masuk PTN diperlebar, bukan malah dipersempit hanya melalui dua jalur. Jaman saya ikutan tes masuk perguruan tinggi dulu (tahun 2009), tesnya bisa melalui jalur undangan dari sekolah berdasarkan nilai rapor, UMBPTN, SNMPTN, dan terakhir lewat jalur mandiri. Dengan begitu, calon mahasiswa mempunyai 4x kesempatan untuk bisa masuk PTN idamannya. Belum lagi di daerah dan kampus2 lainnya.
Kemendikbud, kembalilah ke jalan yang benar. Pendidikan PTN memang hanya sekitar empat sampai lima tahun, tetapi dampaknya ke masa depan bangsa sangat luas. Jika dari seleksinya saja sudah salah, bagaimana bisa menghasilkan sarjana yang tidak hanya cerdas tapi mampu bersaing di dunia yang semakin global saja.
UN vs SNMPTN jalur tertulis, yang mana yang lebih carut marut dan hancur pelaksanaannya? Mana yang lebih layak dihapus? Yah, jawabannya kita TST (tau sama tau) laaah
Buat bacaan :
http://kampus.okezone.com/read/2012/03/12/373/591173/tahun-depan-ujian-tulis-snmptn-dihapus
http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/21/03073414/Ujian.Tertulis.SNMPTN.Bisa.Dihapus
Banda Aceh, dikamar yang rapi, Bimy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H