Taklama setelah gencarnya Gerakan buruh terhadap kapitalisme yang menyengsarakan mereka pada kurun waktu pasca kemerdekaan tersebut, menjadi direpresi pada peralihan rezim. Pasca tragedi Gestapu terjadi transisi kepemerintahan demokrasi terpimpin ke Orde baru.
Pergantian tersebut membuat suara-suara dari aksi para buruh menjadi tidak menggema seperti tahun-tahun 50-an. Bentuk pemerintahan otoriter menjadi salah satu penyebab para buruh tidak dapat menyuarakan aspirasinya.
Dengan dalih berupa pembangunan dan kemajuan besar besaran pemerintah orde baru membungkus kejahatanya dari otoriterian terhadap kritisme yang di lancarkan kepadanya. Ditetapkanya kebijakan berupa konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP) antara buruh dan pemodal dalam melakukan kegiatan sesuai dengan nilai-nilai pancasila.Tetapi konsep tersebut hanya permainan licik pemerintah orde baru untuk melemahkan kaum buruh dibawah cengkraman para pemodal.
Lebih buruknya lagi tidakan dehumanisai terhadap salah satu aksi buruh di Porong Sidoarjo begitu membekas hingga sekarang. Aksi mogok kerja pada tanggal 3 Mei 1993 dilakukan oleh para buruh PT CPS lantaran perusahaan tidak menaikan upah buruh sesuai dengan kebijakan pemerintah provinsi saat itu.
Para buruh awalnya di gaji sebesar 1.700 perhari, pemerintah provinsi meluncurkan surat edaran berisi kenaikan upah sebesar 20 persen. PT CPS menjadi salah satu perusahaan yang menolak kebijakan tersebut dan hanya mengakomodasi kenaikan tunjangan. Timbulnya problematika lantaran jika buruh tidak masuk kerja dengan alasan, sakit, melahirkan atau keperluan lain akan mendapat pemotongan terhadap tunjangan.
Merasa dirugikan oleh perusahaan Marsinah selaku buruh di perusahaan tersebut bersama beberapa kawanya menghimpun 150 sampai 200 massa untuk melakukan aksi pemogokan pada tanggal 3 sampai 4 Mei 1993. Begitu memilukan para buruh yang memperjuangkan hak-haknya justu mendapatkan tindakan kriminalitas dari apparat.
Penangkapan terhadap Yudo selaku Korlap aksi tersebut dan membawanya ke Koramil 0816/04 Porong. Disana Yodo diminta untuk mencatat nama dari para buruh yang terlibat dalam aksi pemogokan kerja.
Konflik antara perusahaan dan para buruh PT CPS kian semakin memanas lantaran PHK secara sepihak dari perusahaan terhadap 13 buruh termasuk kawan Marsinah, Yudo. Marsinah merasa geram akan tindakan tersebut karena pihak perusahaan seakan-akan melanggar 12 tuntutan yang disepakati termasuk melakukan PHK terhadap buruh pasca aksi.
Marsinah yang menjadi sosok pemberani karena menentang ketidakadilan akan perampasan hak-haknya dinilai oleh perusahaan tersebut sebagai penghambat produksi perusahaa. Pada tanggal 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan sudah tidak bernyawa di gubuk tengah sawah Desa Jagong, Nganjuk.
Sikap represi dan perlakukan yang tidak manusiawi oleh pemerintah orde baru bagi pihak yang menentang kekusaanya termasuk para buruh menjadi sebuah cerminan hari ini. Gerakan perjuangan para buruh dari zaman kolonial hingga hari ini merupakan sebuah realitet kesenjangan yang terjadi terhadap bangsa ini
Dewasa ini perlakukan akan tindakan dispersi terhadap para buruh masih marak terjadi, melihat dari sudut pandang kemanusiaan tentu hal tersebut sangat tidak pantas mengingat pemilik modal merengut hak atas para buruh. Seyogyanya pemerintah andil dan berpihak terhadap masyarakat tertindas demi terciptanya adil dan Makmur serta tidak ada ketimpangan.